EnergyWorld.co.id – PT PLN (Persero) menyatakan telah menyelesaikan revaluasi aset. Dengan selesainya aksi korporasi tersebut, perseroan berharap bisa mendapat pinjaman yang lebih besar karena aset perseroan juga lebih besar.
Sofyan Basir Direktur PLN mengatakan, proses revaluasi aset PLN telah dilakukan sejak Agustus 2015 lalu. Proses tersebut membutuhkan waktu panjang karena baru bisa selesai sepenuhnya pada pekan ini.
“Minggu ini selesai dan kami akan berikan data revaluasi aset. Proses ini sudah kami mulai sejak Agustus lalu,” kata Sofyan, di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Kamis (17/12/2015).
Aset-aset yang dimiliki oleh PLN tersebut dievaluasi ulang, terdapat beberapa aset yang nilainya bertambah besar. Dengan bertambah besar nilai aset tersebut maka akan berdampak kepada keuangan perusahaan karena dengan aset yang ebsar akan menandakan bahwa perusahaan lebih sehat.
Selain itu, dengan nilai aset yang lebih besar juga bisa membuat nilai pinjaman yang didapat oleh PLN bisa lebih besar. “Tambah equity, keuangan lebih sehat. Jadi bisa dapat pinjaman lebih besar, kekuatan bagus,” jelasSofyan.
Dengan besarnya aset yang dimiliki, Kata Sofyan perusahan dapat menjadi perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terbesar di Indonesia. “Mudah-mudahn jadi perusahaan BUMN terbesar di Indonesia,” papar Sofyan.
Sebelumnya, revaluasi aset pernah juga dilakukan oleh PLN. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli menyatakan, revaluasi aset pernah diimplementasikan 15 tahun lalu dan berhasil menyelamatkan PT PLN (Persero) dari kebangkrutan. Ia menceritakan, ketika itu BUMN Kelistrikan ini mencatatkan modal negatif Rp 9 triliun, sedangkan aset hanya Rp 50 triliun.
“Secara teknis, PLN sudah bangkrut. Mereka minta uang ke pemerintah, tapi kami tidak mau. PLN kami suruh revaluasi aset dan hasilnya aset menjadi Rp 250 triliun. Selisihnya dimasukkan ke modal dari negatif menjadi Rp 104 triliun. Ini belum pernah terjadi bisa menyelamatkan BUMN Indonesia,” ucap Rizal.
Sayangnya, Mantan Menko Bidang Perekonomian itu mengatakan, pajak yang harus dibayarkan oleh PLN dari revaluasi aset mencapai 30 persen. Itu artinya PLN harus membayar setoran pajak sekitar Rp 50 triliun. Rizal mengaku, perusahaan tidak sanggup membayar. Jalan keluarnya adalah pemerintah memberi keringanan bagi PLN untuk mencicil pajak tersebut selama 7 tahun.
“Nah kebijakan serupa juga dilakukan di tahun ini, revaluasi aset untuk BUMN dan perusahaan swasta. Pajaknya pun diturunkan, sehingga ini menjadi kesempatan bagi perusahaan. Kalau BUMN tidak memanfaatkan revaluasi aset, rugi dan swasta yang tidak ikut kebijakan ini tidak cerdas,” ucapnya.
“Sangat aneh jika pemerintah tetap memaksakan membangun pembangkit listrik 35.000 MW, padahal kapasitas kebutuhannya hanya 16.00 MW. Dalam hal ini justru pemerintahan Jokowi-JK terkesan seperti aji mumpung lagi berkuasa, karena yang dikedepankan hanya kepentingan proyek itu sendiri tanpa memperdulikan bagaimana nasib PLN kedepannya,”tegas Jajat.
Jajat menambahkan, jika proyek ini tetap dipaksakan dan ke depan PLN mengalami kerugian, maka yang akan terkena imbasnya adalah rakyat. Pasalnya, ini akan dijadikan alasan oleh pemerintah untuk menaikan tarif dasar listrik (TDL), apa ini tidak konyol namanya.
“Kondisi perekonomian saat ini sudah cukup membuat rakyat susah, apalagi jika ditambah dengan mahalnya tarif dasar listrik. Bagaimana rakyat bisa sejahtera jika yang ada dipikiran pemerintahnya hanya sebatas proyek besar ?” tanya Jajat.(RNZ)