EnergyWorld.co.id – Pengamat Kebijakan Energi Yusri Usman mengatakan pansus hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) diharapkan banyak publik segera dapat terbentuk pada pembukaan sidang awal Januari 2016. Menyusul Setya Novanto mundur dari Ketua DPR-RI.
“Hal terpenting dari ini sebagai titik awal pembuka kotak pandora dari surat Dirjen Minerba tertangggal 31 Agustus 2015 dimana poin pentingnya secara tegas PT Freeport Indonesia tetap bersikukuh memandang bahwa Kontrak Karya yang ditanda tangani oleh Pemerintah Indonesia dengan PT FI pada 30 Desember 1991 yang harus menjadi acuan dalam perpanjangan operasi produksi paska tahun 2021, bukan Undang Undang Minerba nomor 4 tahun 2009,” ujar Yusri Usman kepada EnergyWorld Indonesia, Ahad 20 Desember 2015.
Menurut Yusri bahwa yang menjadi pertanyaan publik apakah Menteri ESDM Sudirman Said yang menjawab surat PT FI (Nomor 7522/13/MEM/2015 tertanggal 7 Oktober 2015) yang alasan menjaga keberlangsungan jaminan rencana investasi sekitar USD 18 miliar dengan meminta adanya kepastian hukum dari Pemerintah bahwa PT FI tetap diberikan izin operasi produksi?
“Anehnya perpanjangan setelah tahun 2021 dengan cara memperbaiki Peraturan Pemerintah dan Undang Undang Minerba tentu keputusan yang perlu dipertanyakan sebagai bangsa yang berdaulat di bidang ekonomi, politik dan budaya,”tegasnya.
Lebih lanjut Yusri menilai bahwa Menteri ESDM mengumbar di ruang publik bahwa isi surat tanggal 7 oktober 2015 dibuat atas permintaan dan dibahas bersama Presiden Joko Widodo.
“Pertanyaan berikutnya apakah Presiden pada saat itu juga diberikan masukkan adanya surat Dirjen Minerba tanggal 31 Agustus 2015 yang menyimpulkan bahwa dalam proses regenegosiasi selama ini bahwa PT Freeport Indonesia tidak mempunyai itikad baik terhadap isi kontrak karya dan Undang Undang Minerba serta Undang Undang Lingkungan Hidup?”tanyanya.
Kalau ditelisik lebih mendalam bahwa surat Dirjen Minerba tersebut yang secara teknis operasional bertanggungjawab dalam mengawasi dan membina semua aktifitas operasional penambangan minerba di seluruh tanah air seharusnya dipedomani oleh Menteri ESDM untuk memberikan masukkan kondisi riil yang sudah berlangsung kepada Presiden agar tidak tersesat menentukan kebijakan kedepannya.
“Apalagi secara jelas dalam membuat surat tersebut oleh Dirjen Minerba yang merupakan hasil kesimpulan pembahasan dari tim antar departemen dimana utusan Menko Perekonomian juga hadir disana,” tegasnya.
Yusri lebih lanjut menyangkan satu hal dan menjadi keanehan yaitu anehnya kenapa utusan Menteri Kemaritiman dan Sumber Daya tidak hadir dalam tim pembahasan regenegosiasi tersebut.
“Padahal Menko Maritim Sumber Daya adalah Menteri yang mengokoordinasikan kebijakan di sektor energi dan minerba ditanah air sesuai surat Keputusan Presiden,” tegasnya.
Kini publik mengharapkan Pansus Hak Angket DPR yang di bentuk untuk bekerja maksimal agar dapat mengungkap semua hal yang selama ini masih tertutup. Kita juga jangan dikecoh dengan iming-iming alias janji kosong dengan alasan investasi USD 18 miliar untuk memperbaiki iklim investasi dan untuk mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi kita, tetapi apakah sudah ada evaluasi yang mendalam, independen dan menyuluruh atas aktivitas PT Freeport Indonesia sejak 1967 yang sudah 48 tahun dalam kontribusinya ke masyarakat Papua dan Indonesia secara keseluruhannya? ”Karena sampai saat ini hanya cerita kerusakan lingkungan dan kesengsaaraan rakyat Papua saja yang kita saksikan,”pungkas Yusri. (RNZ)