ENERGYWORLD.CO.ID – Lalu bahwa kemudian pada tahun 2007 dilakukan pembelian lagi Sarir Crude berdasarkan nota kepala divisi perencanan dan pengadaan kepada Direktur Pengolahan Waktu itu Rukmi Hadihartini sesuai nota tangal 2 Januari 2007 itulah yang menjadi temuan dan pertanyaan BPK-RI?
Anehnya kata sumber kami tadi dalam laporan itu “Semua dokumentasi mengenai hal tersebut telah diminta oleh tim BPK- RI, tetapi sampai dengan akhir pemeriksaan tanggal 24 Desember 2008 tidak diberikan oleh Pertamina dengan penjelasan bahwa dokumentasi ada dalam komputer yang terkena virusss,” kata sumber itu. Itulah keanehannya.
Nah kalau kemudian pada awal tahun 2009 diupayakan lagi buat kontrak panjang pembelian Minyak Minyak Sarir oleh SS artinya “Ada udang dibalik bakwan donk,”kata sumber itu.
Yang jelas dan sejak pembatalan 2 April 2009 sampai dengan saat ini bahwa Minyak Mentah Sarir tidak pernah lagi dibeli oleh Pertamina..artinya memang Minya Mentah Sarir tidak ekonomis diolah oleh kilang Pertamina.
Apa kesimpulan dibalik semua ini? “Publik lebih cerdas memahaminya dan tentu Penegak Hukum lebih tajam penciumannya dengan melihat keanehan yang sudah terjadi apakah ada yang masih memakai topengnya lagi? Apakah perlu kita mengajari berenang sama bebek?” kata sumber itu.
Dikatakan sumber kami bahwa sangat mengerikan selain temuan Sarir Crude pada saat itu ada juga temuan Champion Crude asal Shell Brunei yang di import melalui Concord Ltd semua orng Pertamina sangat paham siapa di belakang perusaahaan tsb? Kasus “Zatapi Crude” dan “Neil blend asal Sudan “.
Itulah yang sangat dikhawatirkan kalau Audit Forensik dilakukan sejak tahun 2007 atau 2008 sampai dengan 2014.
”Cuma alasannya kemahalan padahal audit tersebut tidak pro justisia. Nah disinilah organ negara harus bekerja. Seharusnya BPK-RI bisa menggandeng Auditor Internasional melakukan audit investigasi “pro justia” tanpa harus diminta oleh siapapun tetapi demi kepentingan Negara. Sesuai UU nomor 15 thn 2006 dan peraturan pelaksanaannya UU RI Nomor 15 tahun 2006,” jelas sumber tadi.
Jadi jelas mungkin itulah sepak terjang yang dilakukan Sudirman. Jadi apakah ini drama SS berselimur dibalik semua itu dan melaporkan Ketua DPR, Setya Novanto, ke MKD ketika yang diduga ada kongkalikong besar atas proses perpanjangan kontrak karya Freeport yang tengah menjadi polemik panjang tahun 2015.
Kisah Setya Novanto, Licin bagai Belut
Pria yang satu ini, selain dikenal sebagai wakil rakyat, juga dikenal sebagai seorang pengusaha sukses yang mempunyai banyak perusahaan di Batam dan Jakarta. Pria yang akrab disapa Setnov, ini memulai karirnya sebagai pengusaha kecil-kecilan saat dia duduk di bangku kuliah dan hidup terpisah dengan kedua orang tua serta saudaranya.
Dimana pada awalnya, Setnov memulai bisnisnya dengan berjualan beras dan madu di Surabaya. Saat itu, dia berupaya untuk menjaga kelangsungan hidup di kota orang agar bisa terus kuliah dan menjadi orang sukses. Tak hanya itu, Setnov juga bekerja sebagai sales di sebuah dealer penjualan mobil di tengah kesibukan kuliahnya. Kepiawaiannya dalam memasarkan produk membuat pemilik dealer mempercayainya sebagai Kepala Penjualan Mobil di seluruh wilayah Indonesia Timur.
Dan setelah kembali ke Jakarta, Setnov yang telah meraih gelar sarjana muda melanjutkan pendidikannya di Universitas Trisakti. Namun, modal yang dia dapatkan saat bekerja di dealer mobil habis digunakan untuk membayar biaya pendaftaran kuliah. Dia pun memutar otak untuk menjalankan bisnis kembali dengan membuka kios fotokopi di dekat kampus.
Di sinilah bakat bisnis pria kelahiran 12 November 1954, ini dimulai. Berkat kerja keras serta keuletannya, Setnov mulai mengembangkan bisnis yang diawali dengan perkenalannya pada ayah dari salah seorang teman. Dimana dia diminta untuk mengembangkan bisnis SPBU di daerah Cikokol, Tangerang yang kemudian berhasil dia kembangkan dan sukses. Tak berapa lama kemudian, bersama teman-temannya dia mulai mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang peternakan. Kesuksesan demi kesuksesan pun akhirnya berhasil dia raih.
Dia pun tak hanya mengelola perusahaan peternakan, tetapi juga mulai mengembangkan bisnis lain yang berhasil dia dapatkan dari hasil negosiasi. Tak lama berselang, dia mulai membangun perusahan yang bergerak di bidang transportasi dan perdagangan. Rupanya kesuksesan demi kesuksesan berhasil dia raih berkat kegigihan dan tekadnya untuk menjadi orang sukses. Sampai kini, banyak perusahaan yang berhasil dia bangun dan kembangkan.
Setelah berhasil menjadi pengusaha sukses, dia pun ingin mencoba terjun pada dunia lain. Akhirnya dunia politik yang ia pilih. Bermula dengan membuat buku tentang mantan presiden Soeharto, saat itu dia bersama teman-temannya menerbitkan buku berjudul “Manajemen Soeharto”. Yang kemudian buku tersebut dilarang beredar pasca bentrokan Mei 1997.
Merasa tertarik dengan dunia politik, Setnov pun mulai bergabung dengan Organisasi Bahumas Kosgoro dan PPK Kosgoro 1957, menjadi anggota Partai Golkar, aktif di kepengurusan KONI serta organisasi kemasyarakatan lainnya. Kini, Setya tak hanya menjadi pengusaha sukses, karena kiprahnya di dunia politik pun kian teruji ketika dia di daulat menjadi Ketua DPR-RI periode 2014-2019.
Belakangan, nama Setya Novanto tengah menjadi sorotan publik. Setelah dirinya dilaporkan ke MKD oleh Menteri ESDM, Sudirman Said, atas dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait proses perpanjangan kontrak karya Freeport.
Sosok Setya Novanto memang seakan tidak pernah lepas dari pertentangan. Bahkan munculnya kontroversi sudah dimulai sejak politikus gaek Partai Golkar itu terpilih menjadi Ketua DPR pada awal Oktober 2014 lalu.
Abraham Samad, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ketika itu, blak-blakan mengungkapkan keprihatinan dan kekecewaannya atas terpilihnya pria yang akrab disapa Setnov itu. Saat itu Abraham secara terbuka menyatakan terpilihnya Setnov sebagai orang nomor satu di parlemen berpotensi mempunyai masalah hukum dan dapat merusak citra DPR sebagai lembaga terhormat.
Tentunya bukan tanpa alasan kalau Abraham menyesalkan terpilihnya Setnov. Sederetan kasus dugaan korupsi pernah memaksa Setnov harus bolak balik menjalani pemeriksaan sebagai saksi. KPK sendiri pernah beberapa kali memeriksa Setnov. Tak hanya KPK, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta juga memintai keterangan Setnov.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie itu pernah diperiksa perkara suap terkait pembangunan lanjutan venue Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII. Tersangkanya dalam kasus itu ada bekas Gubernur Riau Rusli Zainal. Penyidik KPK bahkan pernah menggeledah ruang kerja Setnov pada 19 Maret 2013.
Kasus dugaan korupsi lainnya yang ikut menyeret-nyeret nama Setnov yaitu pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2012. Dalam kasus di proyek Kementerian Dalam Negeri itu nama Setnov disebut oleh bekas Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin.
Nazaruddin ketika itu menyebut ada aliran dana yang mengalir ke sejumlah anggota DPR di antaranya Setya Novanto. Kala itu Setnov yang menjabat sebagai Bendahara Umum Partai Golkar disebut-sebut menerima Rp300 miliar dari proyek besar e-KTP. Nazaruddin waktu itu juga menyebut bahwa salah satu pengedali proyek E-KTP adalah Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR yaitu Setnov.
Jauh sebelumnya, nama Setnov juga sempat berurusan dengan hukum. Pada 2001 silam, Setnov menjadi salah satu saksi di persidangan kasus hak piutang (cassie) PT Bank Bali kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).
Kasus lain yang pernah membawa-bawa nama Setnov yaitu masalah penyelundupan 60 ribu ton beras Vietnam, yang perkaranya ditangani Kejaksaan Agung pada 2005. Serupa dengan di kasus sebelumnya, dia membantah terlibat.
Berikutnya perkara korupsi lain yang sempat memunculkan kembali Setnov di hadapan aparat penegak hukum yaitu dalam kasus dugaan korupsi pemilihan kepala daerah. Setnov pernah hadir dalam sidang dengan terdakwa bekas Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, dalam kasus dugaan korupsi pilkada di sejumlah daerah.
Belum lama ini nama Setnov kembali menjadi sorotan buruk. Bukan dalam perkara dugaan korupsi namun menyangkut pelanggaran etika sebagai ketua Dewan. Pada awal September lalu, Setnov bersama pimpinan DPR lain yaitu Fadli Zon menemui kandidat calon presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Keduanya kemudian diperkarakan ke Majelis Kehormatan Dewan.
Kini, Setnov lagi-lagi menjadi perhatian publik dengan mencuatnya kasus pencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla perihal proses perpanjang masa kontrak Freeport di Indonesia. Dia pun kembali di laporkan ke Majelis Kehormatan Dewan atas dugaan tersebut. Meski menimbulkan pro dan kontra, sebagian kalangan masyarakat masih setia menunggu hasil dari kegaduhan ini.
(bersambung)