*) Ditulis oleh: Michael Goff – Gasification Technology Manager & Habibie Razak – Energy Practitioner and Oil & Gas Project Manager Black & Veatch untuk ENERGYWORLD.co.id
ENERGYWORLD.co.id – Limbah padat perkotaan (Municipal Solid Waste/MSW) yang dihasilkan dari peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan ekonomi menjadi masalah pelik bagi setiap kota berkembang.
Di Indonesia, masalah ini sudah menjadi prioritas nasional seiring dengan pertumbuhan populasi yang tinggi. Indonesia memiliki penduduk sekitar 257 juta penduduk pada tahun 2015, dengan lebih dari separuhnya (53%) tinggal di daerah perkotaan.
Sekali Dayung, Dua Pulau Terlampaui
Sebagai tambahan dari berbagai tindakan yang telah dilakukan pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah limbah ini, proses gasifikasi memberikan kesempatan untuk mengkonversi sampah perkotaaan menjadi gas sintetis (syngas) dan memprosesnya menjadi produk downstream yang memiliki nilai tambah.
Proses gasifikasi adalah konversi bahan organik padat, seperti MSW dan biomassa menjadi syngas melalui pemanasan. Proses gasifikasi biomassa, seperti batang jagung, sekam, dan bonggol jagung, serta produk-produk limbah pertanian lainnya dapat menghasilkan berbagai bahan baku bahan bakar sintetis. Setelah proses gasifikasi biomassa untuk menghasilkan syngas dilakukan, biomassa tersebut diubah melalui proses katalisasi menjadi produk downstream yang memiliki nilai tambah sehingga dihasilkan bahan bakar transportasi seperti etanol, diesel dan bahan bakar pesawat.
Dengan ukuran pengilangan gasifikasi biomassa yang lebih kecil dibandingkan pengilangan gasifikasi batubara atau petroleum coke (produk turunan padat yang mengandung karbon tinggi) yang digunakan pada industri listrik, kimia, pupuk dan penyulingan pada umumnya, maka pembangunannya pun lebih murah serta membutuhkan lahan yang lebih kecil. Pabrik gasifikasi biomassa skala kecil dapat memproses 25-200 ton bahan baku per hari, atau seperlima dari volume sampah yang dihasilkan di Kota Makassar, dan hanya memakan tempat kurang dari 10 acres (4.05 hektar).
Realisasi
Di Amerika Serikat, kemajuan dalam pengembangan biofuel pesawat dan membantu industri penerbangan untuk mengurangi emisi karbon tengah mencapai momentumnya. Terbukti pada tahap percobaan yang didukung lembaga pemerintah A.S., Fulcrum Bioenergy sudah membangun pabrik gasifikasi pertamanya di Nevada yang akan menjadi pabrik gasifikasi skala komersial pertama di dunia. Para pelaku industri utama seperti American Airlines, United Airlines, dan Cathay Pacific telah melakukan investasi ekuitas yang signifikan dalam biofuel pesawat dan secara aktif terlibat dalam pengembangan teknologi ini.
Ambisi untuk menerapkan teknologi ini tidak hanya terbatas di wilayah Amerika Serikat, di Indonesia dan berbagai wilayah sudah terdapat kesepakatan-kesepakatan yang memungkinkan pengembangan teknologi ini[2]. Pabrik gasifikasi di Nevada didesain berdasarkan teknologi yang telah dipatenkan dari tiga perusahaan utama: Vecoplan, ThermoChem Recovery International, Inc (TRI) dan Emerging Fuel Technology (EFT). Bersama-sama, teknologi pengolahan ini mampu memilah sampah menjadi pelet organik yang seragam, menggasifikasi material yang ada dan kemudian mengubah limbah menjadi cairan sintetis yang bernilai tambah.
Black & Veatch telah merancang dan membangun pembangkit listrik, pengolahan gas dan fasilitas infrastruktur lainnya di Indonesia selama lebih dari empat puluh tahun. Berdasarkan perjanjian kerjasama yang komprehensif dengan EFT, Black & Veatch dapat menduplikasi proyek Nevada di Indonesia, dengan menggunakan tim lokal yang mumpuni dalam melakukan rekayasa, pengadaan dan konstruksi fasilitas tersebut, serta menggunakan lisensi teknologi dari Vecoplan, TRI dan EFT.
Sistem reaktor/katalis dari Advanced Fixed Bed (AFB) Fischer-Tropsch EXT yang dipatenkan EFT dapat diterapkan dalam pembuatan gas sintesis yang hampir semua bahan bakunya berbasis karbon. Teknologi pemberi nilai tambah ini dapat menghasilkan produk yang sangat beragam mulai dari minyak mentah sintetis yang dapat dipompa hingga minyak dasar kualitas tinggi Grup III +, serta berbagai bahan bakar transportasi. Black & Veatch juga telah mengidentifikasi penghematan biaya dan efisiensi dengan menggabungkan pengolahan gas yang sudah dipatenkan (PRICO-C2®, PRICO-NGL® , dan LPG-PLUS ™) dan LNG PRICO® berbasis teknologi dengan platform EFT.
Salah satu pabrik percontohan saat ini tengah mengkonversi MSW menjadi bahan bakar pesawat. Pabrik percontohan TRI telah beroperasi lebih dari 1.200 jam dengan per harinya mampu menggasifikasi 4 ton MSW tersortir dan berukuran seragam untuk mengasilkan cairan FT yang cocok untuk meningkatkan bahan bakar pesawat terbarukan.
Perusahaan yang potensial untuk memanfaatkan bahan bakar pesawat ini di Indonesia mencakup PT Angkasa Pura, yang merupakan perusahaan milik negara dalam mengkoordinasikan semua urusan logisitik maskapai penerbangan di seluruh negeri.
Meskipun proses gasifikasi ini mampu mengkonversi lebih dari 200 ton sampah/hari untuk menghasilkan 700 barel bahan bakar pesawat per harinya, studi ekonomi secara mendalam perlu dilakukan untuk memahami bagaimana investasi permodalan sebaiknya dilakukan, biaya operasi, serta keuntungan investasinya.
Kedepannya, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perindustrian, Energi dan Sumber Daya Mineral dan departemen terkait lainnya dapat mempertimbangkan untuk bermitra dengan investor dan pemegang lisensi teknologi untuk memfasilitasi diskusi dengan para walikota. Simposium atau seminar terkait teknologi biomassa/gasifikasi MSW dapat diselenggarakan secara rutin untuk memperkaya pengetahuan dan wawasan bagi pebisnis, industri dan pemerintah baik dari aspek teknis maupun aspek keekonomian dari investasi. (WAW)