ENERGYWORLD.co.id – Merebaknya surat perjanjian jasa konsultasi antara Firma Tridaya Advisory yg dikomandani oleh Erry Riayana Harjapamengkas dgn Inpex Shell Masela yang ditandatangani pada tgl 25 Agustus 2015 telah menghebohkan jagat migas nasional , apalagi dari laporan saran pertimbangan yang dibuat oleh Tridaya Advisory tgl 11 Desember 2015 kepada Inpex Shell blok Masela disarankan antara lain bahwa ” Inpex dan Shell agar berkomunikasi dgn SKKMigas dan Kementerian ESDM ” dan secara tegas menyatakan bahwa ” Kemenko Kemaritiman dan Sumber Daya adalah pihak yang diluar rantai otoritas terkait pembangunan Kilang Masela “, padahal menurut Kepres yg ditandatangani oleh Presiden Jokowi secara struktural kabinet bahwa Kementerian ESDM di bawah koordinasi Kemenko Kemaritiman dan Sumber Daya , sehingga menjadi tanda tanya besar bagi publik mengapa rekomendasi yg dibuat diduga melibatkan Kuntoro Mangkusubroto mantan Menteri ESDM di era Megawati dan ketua UKP4 di era SBY bertentangan dengan ketentuan Peraturan yang berlaku , khususnya hubungan koordinasi antara kementrian.
Sehingga kontroversi yang sudah merebak luas dimasyarakat migas menimbulkan rasa ingin tau ada apa sesungguhnya yang sudah terjadi dan apa kaitan serta hubungan antara Kuntoro Mangkusubroto dengan Ery Riayana Harja Pamengkas dan Sudirman Said.
Berdasarkan rekam jejak pejabat tersebut di atas , terkuak bahwa pertemuan antara Kuntoro Mangkusubrata dengan Erry Riyana Harjapamengkas dimulai thn 1998 di PT Bukit Asam Muara Enim Sumsel.
Kuntoro Mangkusubroto mengawali kariernya di Pemerintah dimulai tahun 1983 sd 1988 sebagai staff ahli Menteri muda UP3DN Ginanjar Kartasasmita yg juga pada tahun 1991 sebagai Menteri Pertambangan telah menandatangani Kontrak Karya dengan PT Freeport Indonesia yang juga menjadi kontroversi pada saat ini dengan kasus ” papa minta saham , berubah menjadi adinda selalu berbaik hati tetap memberikan izin eksport konsentrat terus walaupun melanggar UU Minerba”.
Selanjutnya pada tahun 1988 oleh Ginanjar Kartasasmita ditugaskanlah Kuntoro Mangkusubroto sebagai Dirut PT Bukit Asam , inilah awal pertemuan dengan Erry Riayana Pamengkas saat itu jabatannya sebagai Kapala Divisi Akuntansi.
Kemudian di tahun 1989 Kuntoro Mangkusubroto mendapat tugas baru sebagai Dirut PT Timah dengan memboyong Erry Riyana Harja Pamengkas untuk dijadikan sebagai Direktur Keuangan.
Takalah Kuntoro Mangkusubroto pada tahun 1993 diangkat sebagai Direktur Jendral Pertambangan Umum sd 1997 , sementara posisi Dirut PT Timah ditempati oleh Erry Riayana Harjapamengkas, inilah irisannya.
Pasca Presiden Suharto lengser pada thn 1998 , Kuntoro Mangkusubroto diangkat sebagai Menteri Pertambangan Kabinet Pembangunan 7 dan Kabinet Reformasi Pembangunan dibawah Presiden BJ Habibie , dia adalah Menteri ESDM yg mencatat rekor paling singkat masa jabatannya dari thn 1998 sd 1999.
Sempat diangkat sebagai Dirut PT PLN pada thn 2000 , tetapi dicopot oleh Rizal Ramli yang pada saat itu sebagai Menko Perekonomian merangkap ketua Tim Renegosiasi listrik swasta karena gagal efisiensikan PLN , Kuntoro dianggap gagal digantikan oleh Edy Widiono , karena dia tidak berupaya sungguh sungguh menekan 27 proyek listrik swasta dgn PT PLN yg tertuang dalam Power Purchase Agreement ( PPA) atau Energy Sales Contract (ESC) yg terlalu mahal sekitar US 7 – 9 sen per Kwh , padahal saat itu penjualan listrik swasta di negara negara Asia lainnya hanya berkisar US 3, 5 – 4 sen per Kwh, suatu mark up gila2 an, akhirnya upaya perjuagan yang melelahkan Rizal Ramli dgn Edy Widiono berhasil menurunkan kewajiban Pemerintah dan PLN dari yang seharusnya sekitar USD 8 miliar menjadi USD 3, 5 miliar , bahkan belakangan merebak isu tak sedap soal Kuntoro ini karena diduga ada interest pribadi dan melibatkan mafia listrik dgn memasukan kroninya ATS pebisnis batubara dengan kontrak 20 tahun di Paiton. Sehingga harga kontrak listrik PLN 7 sen $ per kwh.
Pada saat sebagai Menteri ESDM thn 1999 Kuntoro Mangkusubroto pernah meminta bantuan Amerika melalui USAID dalam menggodok UUMigas, yang akhirnya Produk UU Migas nomor 22 thn 2001 yang sangat liberal, dan isi kandungan Undang Undang menjadi signifikan dengan bantuan tehnis dan dana dari USAID sebesar USD 20 juta dalam program Strategic Obyective Grant Agreement /SOGA (Kedubes AS mengeluarkan pernyataan tanggal 29 Agustus 2008 ).
Setelah Kuntoro dicopot dari Dirut PT PLN, kemudian dia masuk menjadi Komisaris utama PT Aquinox Perkapalan Indonesia. Perusahaan milik Moh. Reza Chalid yang belakangan ini rame dituding sebagai mafia migas . PT Aquinox inilah broker penjualan tangker VLCC Pertamina. Sehingga di era mantan presiden Megawati sering dituding mengobral aset negara termasuk VLCC.
Kini Kuntoro Mangkusubroto sudah menjadi Komisaris Utama PT PLN. Setelah gagal masuk bursa Menteri Jokowi.
Tetapi pengaruhnya yang kuat di Bisnis Migas dan Pertambangan mineral bukanlah omongan kosong, jadi dugaan keterlibatan Kuntoro dibalik konsultan Tridaya Adbisory yang terus mendorong pengolahan Blok Gas Masela dengan skema kilang LNG apung dilaut semakin kencang bersama Sudirman Said dan Amin Sunaryadi , Jadi jangan heran kalau publik menduga duga bahwa Sudirman Said bekas juniornya di MTI dan bawahan Kuntoro di BRR Aceh sangat patuh atas saran pertimbangan yang dia berikan , bahkan bisa termasuk di dalam kaitannya izin rekomendasi eksport konsentrat ke PT Freeport Indonesai dan revisi Undang Undang Minerba nomor 4 thn 2009 yang sedang bergulir tenang di komisi 7 DPRRI , sehingga Konsorsium Kuntoro dgn Sudirman Said dan Kuntoro dapat dikatakan episode ” joempa kawan lama”.
(* ditulis oleh Yusri Usman tgl 29 Febuari 2016 untuk EnergyWorld.co.id.