Home Business Mengapa Komandan Sembunyi dan Buang Badan di Blok Masela?

Mengapa Komandan Sembunyi dan Buang Badan di Blok Masela?

1091
0

ENERGYWORLD – Merebaknya komentar Pak JK diruang publik soal kekisruhan antara pembantu Presiden soal blok Masela bahwa ada menteri pandai-pandaian menambah nama di kementerian dengan ” sumber daya ” yang tidak sesuai dengan nomenklatur yang sudah ditentukan, sesungguhnya apa yang dilakukannya hanya ingin menggeser inti persoalan yang sangat esensial selalu dikritisi oleh Rizal Ramli soal ketidakwajaran program pembangunan daya listrik 35.000 MW dalam 5 tahun dan sikap kementerian ESDM dalam menghadapi prilaku PT Freeport Indonesia yg secara sah dan meyakinkan tidak mempunyai itikad baik terhadap peraturan dan perundangan udangan di negara kita termasuk isi kontrak karya maupun UU Minerba nomor 4 thn 2009 sesuai surat Dirjen Minerba tgl 31 Agustus 2015, dan bahkan sempat kepala staff komandan berkomentar bahwa kebijakan Sudirman Said sudah sangat benar dalam membuat surat tgl 7 Oktober 2015 kepada PT Freeport Indonesia dgn “alasan bisa colaps APBN kita kalau tidak mendukung PT Freeport Indonesia”, akan tetapi faktanya yang kita saksikan ternyata bahwa PT Freeport Mc Moran yang benar akan kolaps dan anehnya tetap diberikan kemudahan eksport konsentrat tanpa memberikan tambahan jaminan sejumlah uang USD 400 juta untuk keseriusan membangun smelter.

Maka kalau kita (baca ” Jokowi dikunci Johan & Teten dianggap jadi corong kelompok pro skema LNG di laut , Rakyat Merdeka 5/3/2016) serta ada wacana pihak pihak yang ingin memaksakan kehendak atas kemauan investor yang nantinya akan dibayar oleh negara dengan mekanisme “cost recovery” bahwa pembangunan kilang LNG di blok Masela dengan skema laut.

Kalau kita mau jujur dan fair bahwa sesungguhnya sikap kritis Rizal Ramli yang ingin semua kegiatan pengelolaan sumber daya alam itu benar-benar memberikan penghasilan yang sebesar besarnya untuk negara agar bisa memakmurkan rakyatnya , bukan untuk kepentingan orang asing dan cukong-cukong dibelakangnya, dengan sistematis membangun argumentasi dengan menggunakan media-media besar secara masiv dengan perhitungan yang secara tekhnis dan ekonomis telah diungkap ke ruang publik untik melawan kelompok kelompok yang seolah olah bicara kepentingan rakyat akan tetapi faktanya dapat diduga hanyalah untuk kepentingan investor.

Faktanya organisasi Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (IPERINDO) pada  4 maret oleh Ketum dan sekjennya Ihksan Mahyudin menyatakan bahwa SKkMigas akan memesan kapal “floating procesing unit” berbobot 39,800 DWT dengnn ukuran panjang 32,2 meter dan lebar 32, 2 utk kedalaman 8 meter saja lebih percaya memesan dari galangan kapal diluar negeri daripada galangan kapal didalam negeri (Kompas 4 Maret 2016 ), nah kalau sudah begini bagaimana mungkin nanti kandungan lokal dan pengusahaan bidang industri kemaritiman bisa ikut berpatisipasi di blok Masela apabila dengan skema laut..ini seperti istilah ”Jauh api dari panggangnya alias hanya akan jadi penonton yang abadi di blok Masela”.
Sehingga komentar pak JK soal ini bisa dianggap oleh publik seperti “buruk rupa cermin dibelah ” .

Seharusnya pak JK lebih mengkritisi temuan yang terungkap atas saran dan pertimbangan yang dibuat oleh konsultan Tridaya Advisory yg dikomandoi oleh mantan pejabat negara (Erry Riyana Harjapemengkas dan Kuntoro Mangkusubroto) yang secara nyata dan sah telah memberikan saran kepada Inpex Masela untuk melawan negara dgn melanggar Peraturan Presiden nomor 10 thn 2015.

Kalau kita cerdas melihat irisannya mulai dari “Papa minta saham dan Joempa Kawan lama di blok Masela dan Papa bingung di Blok Masela” sampai saat sekarang akan terlihat jelas benang merahnya peran mereka pada setiap kebijakan kementerian ESDM terhadap sektor energi, patut diduga ada pengaruh dari mantan-mantan staff komandan juga yang ikut dulu dalam membuatan Kontrak Karya PT Freeport 1991 dan membidangi lahirnya UU Migas nomor 22 thn 2001 yang hasilnya saat ini kita saksikan nyata bahwa import minyak kita jadi sekitar 900.000 barrel perhari dan biaya penerimaan negara dari sektor migas PNBP hanya sebesar USD 12, 86 miliar dengan pengeluaran utk biaya eksplorasi & produksi thn 2015 dengan mekanisme “cost recovery” sebesar USD 13 , 9 miliar alias ” bandar tekor sebesar USD 1, 04 miliar (info SKKMigas Amin Sunaryadi ), dan terjadi juga dalam kasus soal Blok Mahakam, kasus Petral , infrastruktur pembangkit listrik 35.000 MW, revitalisasi dan pembangunan kilang serta infrastruktur migas lainnya, Tambang Emas Freeport dan terakhir merebak pada kekisruhan status skema laut atau darat gas lapangan abadi akan dikelolanya .

Sudah seharusnyalah komandan yang sejati tidak boleh lama bersembunyi melihat pertempuran antara sesama panglima perangnya dari sektor barat dengn sektor timur yang diikuti panglima sagoe-nya, supaya rakyat tidak semakin bingung kenapa komandannya terlalu lama bersembunyi di blok Masela , sehingga tidak menimbulkan sak wasangka bahwa Komandan kita ini hanya bisanya perang kota saja dan tidak biasa dan berani perang dilaut dan di pantai daratan..
Sementara para panglima perang akan terus bertempur karena sudah menganggap bahwa Komandan tidak paham soal perang dilaut dengan perang di darat, mungkin hanya sedikit paham perang di kota, sehingga memunculkan hulubalang-hulubalang yang berkomentar disekitar komandan.
Janganlah sampai Jendral Naga Bonar yang akan berteriak “apa kata dunia..”

Jakarta 5 Maret 2016
Yusri Usman
Direktur eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI)