ENERGYWORLD.co.id – Serasehan penggiat kedaulatan energi untuk anak negeri yang dilangsungkan di Dermaga Cafe sungai Musi Palembang pada 12 Maret 2016 berlangsung sangat meriah.
Dihadiri hampir 600 orang dari berbagai kelompok masyarakat, dan sejumlah kampus ditanah air, Bahkan sejumlah BEM dari Medan, BEM universitas di Lampung Riau ,Jakarta ,Jawa Barat , Makasar, .Jatim dan aktivis penggiat peduli energi Ampera, hadir juga sejumlah pengamat energi nasional seperti Marwan Batubara, Ugan Gandar sebagai Presiden FSPPB (Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu), Faisal Yusra Yusuf sebagai Presiden KSPMI (Konfederasi Serikat Pekerja Migas Indonesia) Prof Djuardi SH (ahli hukum ekonomi dari Unhas), Salamun Daeng dari Yayasan Pendidikan Bung Karno dan Cholik ( ketua IPNU) Prof Ir Daniel Rosyid Ph .D ( Ahli bid kemaritiman ITS), Agung Marsudi Susanto GMPK (Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi) Riau dan Ferdinand Hutahaean dari Energy Wacth Indonesia (EWI), Enny Sri Hartati dari INDEF dan Yusri Usman dari CERI.
Apa hasil dari pertemuan ini?
Point penting dalam pertemuan tersebut bahwa kita semua komponen ingin revisi UU Migas untuk kepentingan mensejahterakan rakyat sesuai pesan konstitusi UUD 1945 pasal 33 ayat 2 dan 3 negara dan harus berdaulat ,penguasaannya oleh negara dan perusahaan negara lah diberikan hak prioritas utama dalam pengelolaan energi di negara kita , karena sejarah telah membuktikan produk UU Migas nomor 22 thn 2001 yang proses dibuatnya diprakasai waktu itu oleh Menteri ESDM Kuntoro Mangkusubroto, fakta ini dapat ditemukan pada ” archie” di kantor Kedubes Amerika di Jakarta, pada 29 Agustus 2008.
Kedubes AS telah mengeluarkan pernyataaan bahwa keterbilatan USAID apa yang disebut sebagai proses reformasi sektor energi yang menjadi produk UU Migas nomor 22 tahun 2001,
Adapun prosesnya diawali adanya permintaan dari Kuntoro Mangkusubroto sebagai Menteri ESDM ke USAID untuk membantu Pemerintah Imdomesia dalam mereview draft UU Migas, dalam kesepakatan perjanjian yg dibuat oleh Pemerintah Indonesia dengan USAID dalam perjanjian ” Strategic Obyective Grant Agreement ” (SOGA), dalam dokumen tersebut Kedubes AS mengakui bahwa upaya meloloskan UU Migas tidaklah mudah dalam proses pembahasannya antara Pemerintah dengan Parlemen di DPR, dan adapun bantuan dana oleh USAID sebesar USD 20 juta saat itu.
Yusri Usman menyebut bahwa patut diduga digunakan sebagi pelicin di DPR utk memuluskan konsep UU Migas nmr 22 thn 2001 yang sangat liberal dan mengkerdilkan fungsi perusahaan negara yaitu Pertamina, faktanya sejak diberlakukan UUMigas nmr 22 thn 2001 ternyata lifting migas kita hancur alias turun drastis yg dari awalnya sempat mencapai 1, 6 juta BOPD dan saat ini tidak bisa mencapai 800,000 BOPD,” ujar Yusri.
Ada juga, kata Yusri informasi yang dirilis terakhir oleh kepala SKK Migas pada 5 Januari 2016 bahwa SKKMigas dalam realisasi anggarannyan untnk tahun 2015 adalah sudah membayar semua “cost recovery” untnk seluruh KKKS sebesar USD 13,9 miliar dan hanya mendapat “revenue” yaitu ( PNBP/ Penerimaan Negara Bukan Pajak ) sebesar USD 12, 86 miliar dan negara menombok biaya sebesar USD 1,04 miliar kepada KKK, jadi menurut Yusri Usman kalau sudah begini untuk apalagi dipertahankan lembaga SKK Migas ini. “Keberadaannya bukan membantu negara malah menjadi beban negara, apalagi banyak kasus korupsi luar biasa yg terungkap sejak lembaga tersebut masih bernama BPMigas yang telah dibatalkan oleh produk hukum Makamah Konstitusi pada 13 November 2012, adapun kasus korupsi yang menonjol adalah kasus penjualan kondensat bagian negara kepada TPPI yang potensi kerugian negara mencapai 37 triliun ,kasus Kernel Oil oleh Rudi Rubiandini dalam tender kondesat dan minyak mentah pada Agustus 2013,” jelas Yusri.
Yusri juga menambahkan bagaimana juga dengan keterangan Barullah Akbar dari BPK RI pada thn 2013 akhir mengeluarkan pernyataan di media bahwa ada dugaan korupsi sewa Wisma Mulia untuk kantor SKK Migas pada Djoko Chandra dan FSO Joko Tole yang katanya kerugian negaranya bisa lebih besar dari kasus Century, hal inilah yg pertanyaan besar mengapa penegak hukum masih tidak menyidik kasus ini,” tegas Yusri Usman dengan penuh tanda tanya.
Sementara komsumsi BBM kita hari ini sudah mencapai 1,6 juta BOPD , sehingga kita mengimport minyak mentah dan produk BBM sudah mencapai sekitar 900.000 BOPD..sungguh ironis memang , sementara Ibu Eny dari INDEF menegaskan jangan sampai Anugrah ALLAH SWT berupa sumber daya a lam yang melimpah akan menjadikan kutukan bagi bangsa kita. Sementara Ferdinand Hutahean dari EWI bersikap keras dgn kelihatannya banyak pemimpin dan pejabat pejabat kita ini ” sesat pikir ” kecuali Pak Habibie dan Bung Karno yang sangat komit dan konsekwen terhadap ideologi Trisakti dan Nawacitanya.(RNZ/EWINDO)