ENERGYWORLD – Pada tgl 16 maret 2016 malam ada suasana yang tidak biasa terjadi dilingkungan SKK Migas, sejumlah petinggi di SKK Migas mendadak bertanya ada suasana darurat atau “emergency” apa? Sehingga Kepala SKK Migas mendadak pukul 21.00 Wib tanpa melalui Humas SKKMigas seperti lazimnya tiba-tiba mengundang para Wartawan untuk memberikan pesan penting ke publik, sehingga menurut sumber di lingkungan ring satu tersebut bahwa peran Humas SKK Migas diambil alih oleh ajudan untuk menghubungi para wartawan agar pesan sangat penting yang akan disampaikan oleh Kepala SKK Migas harus segera dipublikasikan sebagai pengetahuan umum, ternyata pesan penting tersebut yang disampaikan langsung oleh pada 11 Maret 201, Setelah mendapat surat resmi dari Inpex Corporation perihal rencana pengurangan karyawan alias pemutusan hubungan kerja (PHK) sebanyak 40% pegawainya di Blok Masela dari sekitar total karyawan 375 orang, begitu juga dengan Shell sebagai patner Inpex akan melakukan hal yang sama dari sekitar 50 personilnya yang ada di Jakarta, Kuala Lumpur dan Belanda.
Namun demikian masih menurut 2 operator Blok Masela tersebut masih berharap persetujuaan mengenai Blok Masela dapat segera diberikan.
Akan tetapi menurut Amin Sunaryadi bahwa proyek tersebut akan tetap molor walaupun pemerintah mengambil keputusan sesuai dengan proposal Inpex dengan skema pembangunan kilang di laut atau FLNG.
Jadi dia mengatakan bahwa keputusan akhir investasi / Final Investment Decision ( FID ) yang semula ditargetkan dapat dilakukan pada tahun 2018 bisa mundur menjadi sampai 2020 dan semula rencana mulai berproduksinya pada tahun 2024 bisa menjadi operasi produksinya pada tahun 2026 , dengan total investasi USD 25 miliar yang ada didepan mata malah harus mundur dan menyayangkan dgn terpkasa masyarakat Maluku harus akan tertunda menerima manfaatnya dari proyek tersebut .
Padahal sejumlah proyek FLNG diseluruh dunia juga mengalami penundaan akibat rendahnya harga jual LNG saat ini , adapun FLNG yang ditunda adalah FLNG 2 Petronas Malaysia , Scaarborough , Browse dan Bonaparte di Australia , Exxeller Energy di Puerto Rico , Pre Salt Brazil , Pasific Rubiales di Kolombia dan FLNG di Norwegia.
Sedangkan menurut para ahli diseluruh dunia bahwa proyek LNG dibangun baru akan menguntungkan bila harga minyak berada dinkisaran USD 80 – 90/bbls , dan faktanya saat ini harga minyak masih berada dibawah USD 40/bbls , sehingga kalau ada pihak pihak yang mendesak utk segera membangun FLNG saat ini perlu dipertanyakan maksud dan tujuannya itu untuk kepentingan siapa.
Kalau lebih dalam melihat realitas yang ada dengan sebegitu mendesaknya Papa Amin mengeluarkan pernyataan pers pada malam tersebut menjadi pertanyaan besar publik bahwa siapa yang telah mendesak beliau disaat suasana pasar yang tidak tepat untuk melakukan investasi yang ujungnya dibayarkan oleh rakyat melalui mekanisme “cost recovory” , apakah belum kapok pengalaman SKKMigas pada tahun anggaran 2015 telah menombok sekitar Rp 14 triliun dibayarkan kepada sejumlah KKKS.
Sehingga persoalan yang dikemukakan secara khusus oleh Papa Amin perihal ancaman PHK , nilai Investasi sebesar USD 25 miliar didepan mata akan hilang berpotensi “lay off”, terlihat hampir sama modusnya pada kasus “papa minta saham “bahwa ada nilai investasi USD 18 miliar, PHK masal dan akan collaps APBN apabila kepada PT Freeport Indonesia tidak berikan kepastian perpanjangan operasi produksi pasca tahun 2021 dan izin eksport konsentrat yang melanggar UU Minerba.
Sehingga publik semakin penasaran sesungguhnya ingin tau siapa siih yang selalu mengintervesi pejabat pejabat disektor energi selama ini?
Apakah investor asing alias cukong cukongkah, atau pihak konsultan Inpex kah? atau pihak pihak Istanakah? Elit elit politik kah atau pihak manaaa?
Saya yakin rakyat sudah tau dan sedang terus mengamatinya siapa siapa yang kerja..kerja..kerja hanya untuk kepentingan asing atau rakyatnya.
Jakarta 18 Maret 2016
Yusri Usman
Direktur eksekutif
Center of Energy and Resources Indonesia