ENERGYWORLD – Seiring dengan terbentuknya momentum untuk program kelistrikan 35,000 MW, tantangan bagi pemerintah Indonesia selanjutnya adalah bagaimana mengintegrasikan dan meningkatkan penggunaan berbagai sumber energy terbarukan. Dengan bertambahnya sumber energy terbarukan berupa tenaga surya, panas bumi, tenaga air dan limbah bio, sektor pekerjaan utilitas (fasilitas umum) harus mempercepat usaha untuk mengintegrasikan beragam sumber energi tersebut.
Indonesia baru saja meresmikan pembangkit listrik tenaga surya terbesar di Kupang dan mendorong pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi di daerah ‘Cincin Api’. Indonesia juga tengah mengusahakan elektrifikasi di 1.000 pulau melalui pengembangan energy terbarukan dengan proyek percontohan di Nusa Tenggara Timur. Di lapangan, situasi seperti ini dapat menimbulkan berbagai tantangan karena meningatkan jumlah tenaga surya, tempat penyimpanan dan teknologi pendistribusian energi lainnya.
“Tantangan logistic untuk memasok bahan bakar fosil – batubara, solar atau gas – di daerah-daerah terpencil di Indonesia mengharuskan penyertaan berbagai sumber terbarukan seperti tenaga surya, angin, gas, hidro mini dan panas bumi,” ujar Tariq Aziz, Director of Power Generations Services untuk Black & Veatch in South Asia. “Keberhasilan integrasi, bagaimanapun juga, membutuhkan perencanaan terinci dan pemahaman mendalam atas tekonologi baru dan bagaimana dampaknya pada jaringan listrik.”
Laporan hasil penelitian (white paper) menyoroti adanya kebutuhan baik bagi sektor public maupun swasta untuk mengantisipasi bagaimana meningkatan penetrasi dari sumber daya pendistribusian energi (DER – distributed energy resources) akan berdampak pada jaringan listrik. Black & Veatch bekerja sama dengan berbagai utilitas di Amerika Serikat untuk merumuskan kembali pendekatan terhadap perencanaan proyek. Ke-lima proses yang dijabarkan dalam laporan tersebut, yang dibuat bersama Solar Electric Power Association (SEPA), memungkinkan utilitas untuk menetapkan dan mengikuti perkembangan teknologi pendistribusian.
Model perencanaan yang baru mencakup: Memperagakan dampak pendistribusian jaringan DERs, Menyatukan perubahan pengaturan dan laju kedalam proses perencanaan dan Memformulasikan strategi bisnis atas integrasi DER – termasuk bila ada perubahan pada pengoperasian utilitas dan struktur organisasi.
Laporan penelitian juga menemukan bahwa perencanaan proaktif memiliki manfaat bagi utilitas yang menghadapi penetrasi DER yang meningkat. Hal ini memungkinkan utilitas listrik untuk merampingkan penyebaran DER dan mempertahankan keandalannya. Bahkan mereka dapat memanfaatkan berbagai peluang baru akibat perubahan pasar. (WAW)