ENERGYWORLD – Ahli Tehnik Sipil Air Ir. Selo Adi, menilai pernyataan Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas (Ratas) tentang penurunan tanah di DKI Jakarta, 7,5 – 12 cm per tahun, yang nantinya akan menenggelamkan wilayah Jakarta Utara dengan program reklamasi saling berkaitan, merupakan tindakan membodohi rakyat. Pasalnya, antara penurunan tanah dan reklamasi saling bertolak belakang.
“Apa hubungannya Reklamasi dengan penurunan tanah di permukaan DKI Jakarta? Jangan membodohi rakyat-lah. Dugaan saya bahwa yang ikut RATAS pun juga tidak semuanya mengerti,” terang Adi, melalui pesannya yang diterima ENERGYWORLD, di Jakarta, Jumat (29/4/2016).
Dia menjelaskan, seharusnya Presiden sebagai pimpinan tertinggi harus mengerti terlebih dahulu penyebab penurunan tanah, bukan mengambil kesimpulan dengan reklamasi. (baca juga: Ahli Geologi: Saya Tidak Mengerti Alasan Presiden Jokowi Tentang Reklamasi)
“Penurunan permukaan tanah disuatu wilayah harus diketahui karena apa? Bisa jadi penurunan karena wilayah tersebut mengalami konsolidasi tanah akibat adanya pembebanan bangunan dan penyedotan air tanah secara berlebihan, jadi hal Ini jangan mudah diasumsikan bahwa setiap tahun akan turun 7,5 -12 cm/ tahun secara terus menerus selamanya , tidaklah denikian, karena penurunan itu akan berhenti pada suatu waktu pada saat telah terjadi keseimbangan antara beban bangunan dan daya dukung tanah yg memadat,” terangnya.
Padahal menurut dia, penurunan tersebut justru terjadi adanya tekanan pembebanan bangunan dan adanya aliran air tanah dari darat ke arah laut . Sehingga aktifitas ini membuat penurunan permukaan tanah wilayah Jakarta Utara tidak akan berhenti dan akan berlangsung terus .
“Menurut dugaan saya yang terjadi saat ini diwilayah Jakarta Utara adalah aktifitas kedua-duanya. Sehingga aktifitas penurunan itu sama sekali TIDAK BISA dicegah dengan REKLAMASI, maupun dengan Giant Sea Wall. Bahkan peristiwa yang ke 2 diatas akan menimbulkan MASALAH BARU apabila dibangun Giant Sea Wall. Akan memerlukan biaya maintenance yang besar setiap tahunnya untuk mengeruk kolam besar di teluk Jakarta dan maintenance air kotor dikolam tersebut akibat limbah kotor dari 13 sungai melintas Jakarta membawa matrial erosi dan sampah yang masuk ke teluk Jarkata,” kata Adi.
Sehingga dia memastikan Giant Sea Wall dipastikam tidak dapat memperbaiki penurunan tanah di Jakarta.
“Itulah diperlukan kajian tehnis yang lebih detail dengan melibatkan banyak ahli lintas keilmuan dari berbagai Perguruan Tinggi di Indonesia kalau kita tidak mau melihat potensi bencana lingkungan hidup yang amat mengerikan dimasa mendatang,””tutup Selo Adi. (REZ/rn)