ENERGYWORLD – Kinerja Pertamina sejak 2015 dibawah pimpinan Dwi Soetjipto, masih sangat mengkhawatirkan. Hal itu terlihat dari laporan keuangan PT Pertamina (Persero) pada kuartal ketiga 2015 (non auditeed).
Pada kuartal ketiga menunjukkan aset Pertamina sebesar US$46,38 miliar atau setara Rp623,23 triliun jika dikalikan dengan kurs Rp13.437. Namun, jika kita lihat nilai aset tersebut, justru mengalami penurunan, yakni sebesar US$3,97 miliar atau Rp53,41 triliun, jikan dibandingkan dengan priode 2014, yakni sebesar US$50,35 miliar atau Rp676,64 triliun.
Jika kita lihat di periode tersebut, bahwa liabilitas alias utang yang harus dilunasi Pertamina mencapai US$27,33 miliar atau Rp367,19 triliun. Memang liabilitas pada periode itu mengalami penurunan sebesar US$4,21 miliar atau Rp56,63 triliun dibanding 2014 yang angkaUS$31,54 miliar atau Rp423,82 triliun.
Kemudian pada periode kuartal ketiga 2015, komposisi rasio antara liabilitas dengan aset milik Pertamina mencapai 58,92 persen. Dengan cacatan kewajiban Pertamina atau yang dikenal utang yang harus diselesaikan. Bahkan dengan angka tersebut tergolong besar. Sedangkan liabilitas jangka pendek yang harus diselesaikan Pertamina sebesar US$9,81 miliar atau Rp131,85 triliun, dengan rincian pinjaman jangka pendek (US$2 miliar), utang usaha (US$2,49 miliar), utang pemerintah-bagian lancar (US$972,66 juta), dan pajak lain-lain (US$509,12 juta).
Kemudian, beban masih harus dibayar (US$1,77 miliar), utang jangka panjang-bagian lancar (US$933,68 juta), utang lain-lain (US$1 miliar), dan pendapatan tangguhan-bagian lancar (US$138,22 juta).
Sementara, utang jangka panjang yang mesti dibayar perseroan sebesar US$17,51 miliar atau Rp235,34 triliun. Terdiri atas, utang pemerintah-dikurangi bagian lancar (US$131,17 juta), utang pajak tangguhan (USD2,45 miliar), dan utang jangka panjang-dikurangi bagian lancar (USD2,63 miliar).
Lalu utang obligasi sebanyak (US$8,68 miliar), utang imbalan kerja karyawan (US$1,66 miliar), provisi pembongkaran dan restorasi (US$1,67 miliar), pendapatan tangguhan-dikurangi bagian lancar (US$223,76 juta), dan utang jangka panjang lain-lain (US$69,95 juta).
Dengan jumlah begitu banyak, membuat Perseroan semakin di bawah. Ada yang lebih mengkhawatirkan lagi, yakni besarnya rasio utang terhadap aset ternyata tidak sebanding dengan rasio antara laba kotor terhadap aset yang hanya 8,34 persen.
Sehingga kuartal ketiga 2015, Pertamina hanya bisa meraup laba kotor sebesar US$3,87 miliar atau Rp52 triliun. Laba kotor perseroan merosot dibanding 2014, yakni US$5,37 miliar atau Rp72,19 triliun. Sehingga dapat kita simpulkan, kepemimpinan berjalan dari Dwi belum dapat mendobrak dan meningkatkan Pertamina dari 2014. -red/za