Home Ekbiz Corporate JOGMEC Sukses Kembangkan Gas Alam dari Lapisan Es

JOGMEC Sukses Kembangkan Gas Alam dari Lapisan Es

2339
0
dok: jogmec.go.jp

ENERGY – Sebagai negara yang minim sumber daya alam, Jepang terus berusaha mencari sumber energi baru, apalagi pasca insiden Fukushima, banyak reaktor nuklir yang dinonaktifkan. Pasca bencana Tsunami yang merusakkan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima, memang memaksa pemerintah Jepang menghentikan operasional PLTN di penjuru negeri.

Dan sebagai efeknya, biaya energi melonjak karena negeri matahari terbit ini terpaksa membeli bahan bakar fosil yang mahal dari mancanegara. Jepang merupakan pengimpor terbesar LNG di seluruh dunia dan terbesar kedua untuk batu bara. Keberhasilan ini menerbitkan optimisme di tengah krisis energi yang berlangsung.

Sebuah titik terang ditemukan perusahaan nasional ‘Japan Oil, Gas and Metal National Corporation’ (JOGMEC) yang berhasil mengekstraksi gas metana hidrat dari laut dalam dekat semenanjung Atsumi, Prefektur Aichi pada 2013 lalu. Meski ongkos mengembangkan sumber energi baru tersebut masih tinggi, yakni sekitar $30 hingga $60 per juta British thermal unit (BTU). Namun Pemerintah Jepang tetap menjalankannya dan berjanji memakai metana hidrat sebagai salah satu sumber energi utama pada 2023.

Sebuah konsorsium yang dipimpin JOGMEC, kala itu menyatakan telah berhasil mengumpulkan gas metana yang diekstraksi dari zat setengah membeku tersebut. Pihak konsorsium mengklaim usaha ini merupakan percobaan untuk menghasilkan gas dari metana hidrat dari lepas pantai yang pertama di dunia.

Metana Hidrat, bahan bakar fosil, dikenal sebagai ‘es yang bisa dibakar,’ terdiri dari metan padat yang dikelilingi molekul air dan berada di kedalaman 1 kilometer di bawah permukaan laut. Zat berwarna putih ini ketika dibakar menghasilkan nyala pucat dan hanya meninggalkan bekas berupa air. Satu meter kubiknya diperkirakan mengandung berkali lipat volume setara metana dalam bentuk gas.

Tim JOGMEC dengan kapal pengebor laut dalam “Chikyu” telah berhasil mengekstraksi metana hidrat dari kedalaman 300 meter di dasar laut. Teknik menurunkan tekanan tinggi digunakan untuk memisahkan gas dari es yang melingkupi. Gas yang terbebas kemudian dialirkan melalui pipa ke permukaan.

Keberhasilan ini membuka potensi besar, diperkirakan lapisan besar metana hidrat yang mengandung 1,1 triliun meter kubik gas alam-setara dengan konsumsi gas Jepang selama 11 tahun- diperkirakan berada di dasar samudera lepas pantai Pulau Shikoku. Dan menurut peneliti Badan Survei Geologi AS atau USGS, cadangan metana hidrat ini mengandung lebih banyak energi dibandingkan semua temuan sumber minyak dan gas bila digabungkan.

Dan jika Jepang mampu memenuhi janji untuk menghasilkan gas alam secara ekonomis dari cadangan metana hidrat di lepas pantainya, negeri itu dapat merasakan booming gas alam yang menyamai lonjakan akibat fracking di Amerika Utara, ujar Surya Rajan, analis dari IHS CERA.

“Jika mengamati pergeseran besar yang telah dialami oleh industri gas Amerika Utara, kita bisa bertaruh bahwa hal yang sama juga dapat terjadi pada metana hidrat,” ujar Rajan.

Sejumlah pengamat merasa ongkos produksinya bagaimanapun masih terlalu mahal untuk bisa membenarkan proses penambangan metana hidrat. Namun, banyak negara, khususnya di Asia, tengah berencana untuk menjajalnya.

India sedang menimbang untuk mengembangkan cadangan metana hidrat dalam jumlah besar yang ditemukan di lepas pantai Samudera Hindia pada 2006, demikian pernyataan USGS.

Di Amerika, para peneliti mengeksplorasi Teluk Meksiko pada Mei guna memetakan sekitar 6,7 kuadriliun kaki kubik metana hidrat yang diyakini berada di sana. Konsorsium Kepemimpinan Samudra, lembaga swadaya masyarakat beranggotakan para pencari data, kini coba meyakinkan Departemen Energi AS agar mau meminjamkan kapal riset pengeboran.

“Di tingkat internasional, ada banyak pihak yang bekerja di bidang ini. Banyak pemerintah yang terlibat dalam sektor ini, ” ujar Carolyn Ruppel, kepala proyek gas hidrat di USGS. –dsumardi/EWINDO