Home BUMN Pertamina Terjepit Diantara Gajah Dibelakang Tender PLTGU Java Muara Tawar

Pertamina Terjepit Diantara Gajah Dibelakang Tender PLTGU Java Muara Tawar

1899
0
Gedung Pertamina /EWINDO

ENERGYW0RLD – Sesuai Request For Proposal ( RFP) dari PLN yang dibuat oleh konsultan Ernst & Young sebagai kuasa PLN untuk melelang pekerjaan PLTGU Java, dengan rencana titik serah listrik bisa dilakukan di dua titik, yaitu Muara Tawar dan Cibatu Baru (dekat dengan Cilamaya).

Dua titik serah ini dengan mempertimbangkan efisien pembangunan PLTGU.
Peluang lokasi ini yang sangat menguntungkan bagi konsorsium Pertamina adalah bisa menggunakan Cilamaya untuk membangun PLTGU-nya, sedangkan bagi peserta yang lain bisa membangun PLTGU tersebut di dekat Muara Tawar harus dengan cara mereklamasi pantai Muara Tawar.

Namun demikian, reklamasi tersebut termasuk dalam biaya proyek investasi, sehingga ketentuan ini membuat peserta lain tidak akan bisa bersaing dengan Pertamina yang tentu saja akan jauh lebih murah dan lebih cepat membangunya dibandingkan peserta yang lain, yaitu mampu menyelesaikan CoD (commerce operation date) pada tahun 2019 atau bahkan bisa lebih cepat dari jadwal proyek, sementara pesaing yang lain seperti konsorsium Mitsubishi dan Rukun Raharja, Adaro dan Sembcorp, Medco dan Nebras dan lainnya baru mampu status komersialnya /COD paling cepat tahun 2020 dengan biaya yang jauh lebih mahal.

Keunggulan Pertamina inilah yang kemudian ditakuti oleh peserta yang lain sebagai kompetitornya, sehingga mereka melakukan segala cara yang tidak etis denga memperalat Kementerian BUMN melalui salah seorang komisarisnya untuk memaksa Pertamina untuk mundur dari keikutsertaannya dalam proyek ini yang rencana batas penawarannya dilakukan pada 25 juli 2016.

Adapun operasi yang dilakukan untuk menekan direksi Pertamina dimulai dengan adanya perintah lisan dari salah satu anggota Komisaris Pertamina, agar Pertamina tidak usah terlibat di bisnis power, sehingga harus mundur dari peserta tender PLTGU Java 1.

Anehnya sang komisaris tersebut menyatakan perintah itu atas arahan Menteri BUMN. Padahal Pertamina melalui keputusan BoD (Board of Director) sudah memutuskan untuk tetap maju tender Java 1, meski RFP dari PLN direvisi ditengah jalan dengan tidak memasukkan LNG suplai sebagai kewajiban pemenang tender IPP yang dikenal dengan istilah “lockin”, tetapi energi priemer gas disediakan oleh PLN dan sudah dapat jaminan suplai LNG dari Tangguh, lucunya kebijakan PLN sebagai BUMN adalah untuk menutup peluang Pertamina yg bisa lebih murah menawar dalam tender PLTGU ini.

Padahal kesiapan Pertamina dalam tender PLTGU Java 1 sangat baik untuk kepentingan korporasi dan PLN lebih murah membeli listriknya dan tentu rakyat juga yang akan diuntungkan akibat efisiensi ini, karena selain sudah memiliki tanah dan sudah ada jaminan suplai LNG yg lebih murah.

Sehingga tanah milik Pertamina di Cilamaya sangat strategis untuk menjadi tempat membangun PLTGU IPP-nya, karena tidak perlu melakukan reklamasi laut di Muara Tawar, dan pekerjaan reklamasi laut di Muara Tawar itu selain akan menambah biaya juga akan memperlambat waktu COD selama setahun. Pertamina dan mitranya Marubeni mampu melakukan COD pd tahun 2019, tetapi peserta tender lain sebagai kompetitornya baru bisa komersial /COD paling cepat pd tahun 2020.

Arahan yg merugikan di atas, patut diduga direkayasa oleh pesaing Pertamina dalam tender Java 1 dg ber KKN dengan salah satu Komisaris Pertamina .
Mundurnya Pertamina dari Java 1 bukan hanya merugikan Pertamina, tetapi juga merugikan negara, karena harus melakukan reklamasi dan keterlambatan COD 1 tahun.

Melihat cara tender yang dilakukan oleh pihak PLN yang rawan diintervensi kekuatan cukong ini akan membuat harga investasi dan harga beli listrik oleh PLN akan semakin mahal dan rakyat juga sebagai korban membayar tarif listrik per Kwh akan jadi mahal.

Sementara itu staff ahli Menteri ESDM Said Didu berkomentar keras, bahwa PLN memang sekarang sangat rawan intervensi bahkan sudah merasa di atas regulator.
“Ada lebih 1.000 trilyun rupiah yang jadi rebutan di PLN,” ujar Didu.

Masih kata Didu, contohnya hal yang sama dialami PT. Bukit Asam adalah dengan cara PLN menolak kabel HVDC agar PLTU mulut tambang PTBA tdk jadi, dan tentu yang bangun adalah pihak tertentu di Jawa. “PLN bahkan berani menolak RUPTL,”tegas Didu.

Ditepi lain Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman menyatakan sangat prihatin atas kentalnya intervensi kekuasaan dalam program listrik 35.000 MW yang akan berpotensi mangkrak, sehingga Presiden Jokowi harus segera turun tangan membenahi kekisruhan ini. “Agar publik bisa percaya bahwa program ini bukan hanya program bagi hasil sesama pendukung presiden atas balas jasa pada saat Pilpres 2014 dan persiapan Pilpres 2019,”ujar Yusri tegas. -aeme/ewindo