ENERGYWORLD – PT Indonesia Coal Resources (ICR), anak perusahaan PT Aneka Tambang (ANTAM) konon sangat gigih dalam menggenjot ekspansi batubara. Tato Miraza, Direktur Utama PT ANTAM yang saat itu masih menjabat mengatakan, perusahaan akan terus memacu ekspansi pertambangan batubara dan mendorong peningkatan produksi batubara ICR yang hingga tahun 2012, produksinya sudah sebanyak 608.000 ton.
“Tahun ini, kami berharap produksinya bisa 1 juta ton,” ucap Tato beberapa tahun yang lalu melalui beberapa media.
Tambang ICR yang berada di Sarolangun, Jambi, diharapkan akan memenuhi target produksi tersebut. Tambang yang terhitung baru dalam portofolio ANTAM ini diakuisisi pada Januari 2011 senilai Rp 92,5 miliar. Tambang ini memiliki cadangan batubara sebanyak 8,25 juta ton. Dari sisi kualitas, batubara tambang Sarolangun memiliki kalori rata-rata sekitar 5.300 hingga 5.500 kilo kalori per kg.
Prestasi ICR kabarnya terus menanjak sampai pada tahun berikutnya anak perusahaan yang tumbuh dengan pesat ini hendak kembali mencetak prestasi.
Bersama PT CTSP, PT TMI, dan M. TOBA, ICR membuat kesepakatan jual beli lahan seluas 400ha dengan harga sebesar Rp92,5 miliar. Konon rencananya lahan tersebut sebagai perluasan pekerjaan batubara.
Namun, salah satu sumber yang dilansir dilaman KlikAnggaran menyampaikan bahwa dalam perjalanan ditemukan data geologis, lahan tersebut tidak ada. Keberadaan lahan yang hanya seluas 201 ha dan tidak sesuai dengan perjanjian jual beli yang ada pun tidak dapat dikerjakan karena kandungan kalori batubara rendah dan lokasi tambang sangat jauh dari jetty/pelabuhan (jarak sekitar 160km).
Hal ini menuai proses panjang, sampai pada ditemukannya fakta baru bahwa lahan yang diperjualbelikan itu pun adalah lahan yang sudah dibebaskan.
Berkaitan dengan hal itu, Pengamat Kebijakan Migas, Yusri Usman, memberi catatan bahwa sudah menjadi pengetahuan umum setiap pembelian prospek usaha oleh sebuah anak perusahaan BUMN rawan terjadi praktek kongkalikong. Artinya, dalam proses waktu akan membuktikan bahwa BUMN itu merugi. Bisa karena kualitas batubaranya dan luasan potensi, serta total cadangan yang bisa diproduksi tidak sesuai dari tawaran semula dan diragukan hasil due diligent oleh anak perusahaan Antam.
“Sebaiknya ini dilaporkan saja ke penegak hukum (KPK, Kejagung, dan Polri). Ini kebijakan aneh, kenapa bisa membeli lahan tanpa dilakukan proses yang wajar, seperti Feasibility Study dengan kajian analisa resiko bisnis. Secara kasat mata saya sudah dapat simpulkan, dalam proses ini dugaan korupsi sangat terang benderang,” ujar Yusri. RKO/Migasnesia