ENERGYWORLD – Merebaknya protes dari beberapa wartawan pada acara “Bukber antara Dirut Pertamina dengan Wartawan” pada tanggal 28 Juni 2016 di Pullman Hotel, khususnya soal penolakan meliput terhadap wartawan dari group Energyworld yang kehadirannya sudah mendapat konfirmasi ok setuju dari panitia pelaksana telah memancing komentar Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman dengan kata-kata “Sangat prihatin mendalam atas sikap pejabat Pertamina yang telah melakukan tindakan diskriminatif terhadap tugas beberapa wartawan” , apalagi dilakukan di bulan Ramdhan dengan tema “berbuka bersama”, koq temanya religius tetapi prilakunya pejabatnya bertentangan ya..??
Padahal dia lupa sebagai pejabat BUMN sangat terikat dengan Undang Undang BUMN dan harus taat terhadap asas “Good Corporate Governace” serta aturan di Pertamina soal TKI (Tata Kerja Individu) dan TKO (Tata Kerja Organisasi) serta ada Pedoman Operasi yang melekat pada setiap pekerja dan dinilai dengan standard KPI “Key Performace Index”, selain itu dia harus taat terhdap ketentuan UU nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan UU Pers nomor 40 tahun 1999 yang secara tegas mengatur ancaman pidana selama 2 tahun dan denda sebesar Rp 500 juta terhadap pejabat yang dengan sengaja menghambat tugas jurnalistik dalam melaksanakan tugasnya untuk kepentingan publik.
Dugaan saya bahwa pelarangan liputan kegiatan tersebut merupakan kebijakan dari Wianda yang merupakan atasan langsung dari staff humas yang menghadang Wartawan Energyworld, hal ini didasari dua komentar penting Wianda yang bisa dirujuk, yaitu komentarnya kepada Energyworld “Semua wartawan ok ok saja meliput namun sayang beberapa hanya makan malam tanpa wwcr langsung pulang,” dan “apa yg harus diprihatinkan pak? ” itulah sebahagian kalimat balasan via WA kepada saya pribadi.
Akibatnya beredar kabar bahwa acara tersebut lebih kental bernuansa kepentingan person daripada kepentingan Pertamina sebagai korporasi, sejumlah kalangan menyatakan forum tersebut lebih tepat digunakan oleh Direksi tehnis khususnya oleh Direktur Pemasaran dan Niaga Ahmad Bambang untuk menjelaskan ke publik tentang kesiapan Pertamina dalam menjamin ketersedian BBM dan LPG kepentingan mengamankan kelancaraan perjalanan mudik dan lebaran yang pada saat bersamaan adanya bencana banjir, banjir rob dan tanah longsor ketimbang mendengarkan sikap Dirut Pertamina soal persiapan tender PLTGU Jawa 1 yang pada tgl 13 mei 2016 telah melayang surat protes ke PLN yang telah merubah ketentuan penyediaan sunber energi LNG yang awalnya kewajiban peserta tender IPP menjadi haknya PLN dan adanya rumor intervensi anggota komisaris Pertamina terhadap Direksinya agar tidak usah ngebet pada kegaiatan hilir pembangkit listrik, cukup aktif dihulu saja dan sebagai penyedia energi pembangkit.
Terkait hal tersebut diatas, seharusnya Pertamina lebih berkaca diri dan malu terhadap surat protesnya ke PLN, bukankah Pertamina juga dipertanyakan oleh publik atas kebijakannya kerjasama dengan swasta PT BSM dalam pembangunan terminal LNG di Serang Banten diperkirakan akan beroperasi komersial diawal tahun 2020 dilakukan tanpa melalui proses tender dan berpotensi menggerus pendapatannya yang pasti akibat tidak berfungsinya secara optimal FSRU Nusantara Regas dan FSRU Lampung milik PGN yang hitungan hari juga merupakan akan jadi bagian aset Pertamina disaat Peraturan Pemerintah pembentukan holding BUMN Energi akan ditandantangani oleh Presiden Jokowi.
Terlepas dari banyaknya beredar kabar di media online bahwa acara “bukber di Pullman” lebih kental beraroma pencitraan pribadi Dwi Sucipto yang akan menjadi Menteri pada rencana resuffle kabinet paska lebaran dan untuk Wianda telah dijanjiin akan menjadi Direktur Umum Pertamina karena jasanya dalam mengelola pencitraan di media untuk ibu Rinso, menurut saya tidaklah relevan dibahas, apakah Dwi Sucipto mau jadi Menteri atau Menko dan si Wianda mau jadi Dirum atau bahkan jadi Dirut Pertamina bukanlah persolaan yang penting, karena keinginan mereka sangat wajar dan sah-sah saja, yang penting dan menjadi persoalan saya kritisi adalah proses tata caranya harus penuh etika dan tidak menggunakan cara-cara yang tidak etis termasuk menggunakan fasilitas perusahaan untuk kepentingan pencitraan dirinya, bukan untuk kepentingan korporasi.
Seharusnya mereka harus lebih prihatin dan berempati pada kesulitan yang sekarang dihadapi oleh Pemerintah dalam penerimaan negara dari sektor pajak dan non pajak dalam menopang APBN, sehingga harus mengoreksi APBNP 2016 dengan memotong pengeluaran rutin dan proyek dibeberapa kementerian agar irama pembangunan infrastruktur tetap terjaga, adalah tidak pantas menghambur hamburkan uang perusahaan , apalagi disaat Pertamina gagal mencetak laba lebih baik dari tahun sebelumnya dilaporan keuangannya yang dirilis pada 31 Mei 2016.
Investasi PT BSM mnr JGC yang melakukan EPC nya Senilai sekitar USD 650 juta
Tentu menjadi pertanyaan besar mengapa kegiatan itu tidak dilakukan seperti selalu dilakukan sebelumnya di kantor pusat Pertamina saja untuk langkah penghematan.
Akhirnya diujung bulan Ramadhan yang merupkan bulan penuh ampunan dan penuh barokah, saya hanya bisa menghimbau segeralah bertobat dan kembali kejalan yang lurus dan di Ridhoi Allah SWT agar kembali ke khitah menjaga Pertamina sebagai perusahan publik yang bisa membawa manfaat yang besar bagi bangsa dan negara, bukan bagi person yang menggunakanC sebagai tungganganya.
Mohon maaf lahir bathin , Minal Aizin Wal Faizin.
Jakarta 4 Juli 2016
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia
Yusri Usman