ENERGYWORLD – Maraknya kabar pejabat di perusahaan Badan Usaha Miliki Negara (BUMN) yang merangkap jabatan atau memiliki profesi lebih dari satu, dinilai Pengamat Ekonomi Konstitusi Defiyan Cori, sudah melakukan pelanggaran atas konstitusi, terutama dalam hal pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi semua. Seperti yang diamanatkan dalam Pasal 27 ayat 2 UUD 1945.
“Pada dasarnya rangkap jabatan di bidang profesi apapun di Kementerian atau lembaga publik manapun jelas akan menimbulkan konflik kepentingan dan menurunkan kualitas profesionalisme,” katanya pada Energyworld, yang ditulis Senin (4/7/2016).
Lebih lanjut dia menerangkan, dalam konteks rangkap jabatan di BUMN, maka pelanggaran atas konstitusi juga semakin bertambah pada pasal yang lain. Hal itu dikarenakan konteks ekonomi untuk kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia atau istilah ekonomi makro-nya yaitu pertumbuhan ekonomi dalam skala nasional atau pembagian manfaat ekonomi.
“Dalam skala mikro perusahaan tidak menetes ke bawah (trickle down effect) atau hanya dinikmati oleh segelintir pejabat publik yang merangkap jabatan tersebut, maka dalam konteks ini konflik kepentingan (vested interest) sudah masuk dalam kategori aspek ekonomi dan politik,” terang Defiyan.
Apalagi jika rangkap jabatan, terangnya, terjadi pada aspek fungsional dalam struktur organisasi perusahaan, yaitu pada posisi direksi tapi juga sekaligus menjadi komisaris, jelas ini hanya ada pada usaha skala mikro rumah tangga dan sebagian usaha kecil, sekalipun itu diperankan pada perusahaan yang berbeda akan sulit menjustifikasi posisi saat berhadapan dengan pihak ketiga atau dalam konteks terjadinya perselisihan internal dalam organisasi perusahaan.
“Konflik kepentingan tentu akan semakin tajam karena status ganda fungsi dan profesi yang disandang seseorang,” terangnya lagi.
Selain itu, rangkap jabatan pejabat di perusahaan BUMN juga telah merusak rasa kemanusiaan yang adil dan beradab serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, seperti pada sila-sila yang terdapat dalam Pancasila.
“Untuk itulah harus ada pembagian peran dan fungsi yang jelas dalam setiap profesi. Jika alasan kekurangan dana untuk membiayai setiap individu yang menjadi pejabat publik yang selama ini diungkapkan pemerintah, tentu tidaklah bisa dijadikan alasan untuk adanya rangkap jabatan, terlebih itu terjadi pada profesi akademisi yang seharusnya bisa memberikan peran-peran eksekutor pada para mantan mahasiswanya yang memang dididik untuk itu, tidak lah elok seorang dosen atau akademisi merangkap jabatan sementara pada posisi yang lain, mereka juga ditempatkan sebagai penjaga moral dan etik bangsa yang harus jadi teladan, disamping itu aspek penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan juga butuh akademisi yang fokus, apabila terlibat di jabatan publik maka tentu akan terlibat konflik kepentingan,” tutupnya. RED/RKO