Home BUMN Pakar Kehumasan: Kalau Pejabat Humas Mendua Melanggar Etika

Pakar Kehumasan: Kalau Pejabat Humas Mendua Melanggar Etika

3708
0
Dian Umar, Pakar Humas dan Strategi Komunkasi
ENERGYWORLD – Kasus pejabat tinggi humas BUMN Pertamina yang mendua dalam posisinya sebagai humas juga di kementerian BUMN mendapat tanggapan dari pakar Kehumasan senior Dian Anggraeni Umar atau biasa disapa Dian Umar.
Seharusnya seorang bekerja sebagai Vice President (VP) Komunikasi atau  (PR) dan tiba-tiba dia kerja juga untuk kementrian separo waktunya dibagi separonya lagi di BUMN itu langgar etika kehumasan apalagi sudah satu tahun mengelola Public Relation Kementerian yang notabene memang atasan dari BUMN temat dia bernaung.
 
“Secara etika sih tidak boleh apalagi posisinya sudah tinggi di BUMN, ya…melanggar,” ujar Dian Umar Executive Director at Holistic Reputation Advisory kepada EnergyWorld (5/7)
Lantas solusinya bagaimana?
“Ya harus pilih salah satu, kalau yang minta menteri dan mendua ya Menterinya yang tidak tahu aturan,” tegas Master Trainer di Kementerian Komunikasi dan Informatika RI
Harusnya menolak juga kan humas itu?
“Humas harus menjaga kerahasiaan perusahaan atau instansi tempat dia bekerja. Kalau dia bekerja di dua organisasi bagaimana mungkin hal ini bisa dijaga. Bisa terjadi conflict issues,”ujar pengajar Universitas Multimedia Nusantara.
Masih kata Dian, Humas ketika menjadi jubir, positioningnya akan membingungkan meskpiun kalau dia kerja hidden gayanya  dan suka rela.
“Tetap saja…conflict issue akan ada, meskipun dia tidak muncul. Karena Kementerian itu regulator sementara perusahaan operator,” jelas Dian Umar Master Communication Management dari Universitas Indonesia ini.

Sebelumnya Vice President Communication PT Pertamina (Persero) Wianda Pusponegoro, akhirnya mengakui jika selama ini tak hanya bekerja di PT Pertamina, melainkan ikut berkecimbung di dalam kehumasan Kementerian Badan Usaha Milik Negara, untuk membantu Menteri Rini Soemarno (Rinso).

 “Saya tidak rangkap jabatan. Tugas utama saya tetap sebagai humas Pertamina. Untuk BUMN saya bantu semaksimal saya bisa,” jelas Wianda saat dikomfirmasi Energyworld, Selasa (5/7/2016).
Sebelumnya Pengamat Ekonomi Konstitusi Defiyan Cori maraknya kabar pejabat di perusahaan Badan Usaha Miliki Negara (BUMN) yang merangkap jabatan atau memiliki profesi lebih dari satu, dinilai, sudah melakukan pelanggaran atas konstitusi, terutama dalam hal pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi semua. Seperti yang diamanatkan dalam Pasal 27 ayat 2 UUD 1945.
“Pada dasarnya rangkap jabatan di bidang profesi apapun di Kementerian atau lembaga publik manapun jelas akan menimbulkan konflik kepentingan dan menurunkan kualitas profesionalisme,” katanya pada Energyworld, yang ditulis Senin (4/7/2016).
Defiyan Cori juga mengatakan, rangkap jabatan pejabat di perusahaan BUMN juga telah merusak rasa kemanusiaan yang adil dan beradab serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, seperti pada sila-sila yang terdapat dalam Pancasila.
“Untuk itulah harus ada pembagian peran dan fungsi yang jelas dalam setiap profesi. Jika alasan kekurangan dana untuk membiayai setiap individu yang menjadi pejabat publik yang selama ini diungkapkan pemerintah, tentu tidaklah  bisa dijadikan alasan untuk adanya rangkap jabatan, terlebih itu terjadi pada profesi akademisi yang seharusnya bisa memberikan peran-peran eksekutor pada para mantan mahasiswanya yang memang dididik untuk itu, tidak lah elok seorang dosen atau akademisi merangkap jabatan sementara pada posisi yang lain, mereka juga ditempatkan sebagai penjaga moral dan etik bangsa yang harus jadi teladan, disamping itu aspek penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan juga butuh akademisi yang fokus, apabila terlibat di jabatan publik maka tentu akan terlibat konflik kepentingan,” tuturnya.
Sementara itu Direktur Umum Dwi Daryoto dan Wisnutoro sebagai atasan langsung Wianda  yang dimintai komentarnya atas kasus ini sejak lebaran pertama sudah dihubungi namun belum ada jawaban sama sekali sampai tulisan ini diturunkan. RED/RKO/rnz