ENERGYWORLD – Rupanya pemanik jurnalis EnergyWorld Indonesia (EWINDO) dilarang masuk dalam acara buka puasa PT PERTAMINA di Pullman Hotel (29/6/2016), dimana saat itu Staff Humas Pertamina tidak membolehkan masuk di acara itu diduga kuat akibat Laporan Majalah EWINDO edisi Mei 2016, yang mengangkat PERTAMINA DALAM PUSARAN PENYAMUN, padahal jurnalis EWINDO sudah konfirmasi. Baca lengkapnya http://energyworld.co.id/2016/07/02/hai-pertamina-kenapa-jurnalis-kami-anda-tolak-meliput/
Dilarang masuk dalam acara buka puasa PT PERTAMINA setelah kami telisik kami mendapatkan dari sumber kami bahwa Majalah EWINDO edisi Mei 2016 tercatat media yang “diawasi”. Dan berujung jurnalis kami tidak boleh masuk meliput. Ini juga mungkin karena kami juga akan mewawancarai Dirut PERTAMINA dimana soal tender baca: http://energyworld.co.id/2016/05/03/dirut-pertamina-diduga-berbohong-soal-proses-tender-isc/ dan baca: http://energyworld.co.id/2016/06/25/pertamina-terjepit-diantara-gajah-dibelakang-tender-pltgu-java-muara-tawar/
Namun pemantik ini akhirnya melebar dan kami ingin sampaikan ke pembaca bahwa Laporan Utama majalah edisi Media ini dengan ini kami angkat secara berseri agar semua terang benderang. Silakan juga kalau akan membaca majalah edisi Mei 2016 bisa Anda dapat majalahnya di toko buku terkemuka di Indonesia dan agen media.
Dan perlu kami sampaikan juga bahwa kami bukan media abal-abal. Media kami bukan sekadar online tapi ada media cetaknya, itu ingin kami sampaikan secara tegas karena ada teror ke jurnalis kami lewat saluran telepon Senin (11/07/2016) malam agar jangan bikin panas dan harus meredam pemberitaan kasus buka puasa itu. Sayangnya sang penelpon itu tak berani menyebut nama dan sambungan kontaknya tak dikenal alias private number. Bagi kami ini sebuah teror. Dan kami tidak terima teror ini. Inilah bentuk intimidasi yang akan mengancam nilai jurnalisme kami. Catat kami tidak akan diam.
Dan baiklah untuk hal itu tetap jadi bahasan khusus namun sesuai janji kami inilah serial PERTAMINA DALAM PUSARAN PENYAMUN
Mimpi World Class pertamina (Bagian I)
Apapun dalihnya, berita mundurnya Karen dari kursi panas Pertamina cepat tersebar luas. Spekulasi pun bermunculan. Maklum, Karen mundur di saat sebagian kalangan menilai ia cukup berhasil memimpin Pertamina. Menjadi tanda tanya, sebab Karen melepas jabatan di saat isu korupsi di industri migas tengah santer-santernya, pasca kasus Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini.
Seharusnya Karen menjabat sebagai Direktur Pertamina sampai 2018. Karen dilantik sebagai direktur hulu pada 5 Maret 2008. Kemudian, pada 5 Februari 2009 dilantik sebagai Direktur Utama sehingga masa jabatannya sebagai anggota direksi untuk periode 5 tahun berakhir pada 4 Maret 2014.
Pada 5 Maret 2013, Pemegang Saham kemudian memutuskan memperpanjang masa jabatan Karen untuk periode 5 tahun kedua sampai 2018, namun jabatan kedua Karen tidak sampai tuntas.
Bagi beberapa kalangan, Karen dianggap sukses memimpin Pertamina. Selama enam tahun memimpin Pertamina sejak dilantik pada 5 Februari 2009, Karen membawa Pertamina ke peringkat 122 perusahaan kelas internasional versi Fortune Global. Karen juga pernah didapuk sebagai CEO ke-6 dari 50 perempuan paling berpengaruh di dunia 2012 di majalah itu.
Di bawah kepemimpinan Karen, aset Pertamina naik dua kali lipat menjadi Rp 616 triliun pada 2013. Laba perusahaan juga naik dua kali lipat menjadi Rp 37,5 triliun pada 2013. Penjualan juga naik rata-rata 15 persen per tahun.
Kendati, tentu saja, cerita negatif juga muncul. Misalnya, tentang target produksi minyak dan gas Pertamina yang kerap tidak memenuhi target sesuai patokan APBN dan work plan & budget. Rapor merah lainnya adalah lonjakan kewajiban yang terlalu membebani perusahaan migas terbesar di Indonesia tersebut.
Karen pernah membuat berita cukup heboh ketika menjelang tutup tahun 2013 lalu mengumumkan sejumlah akuisisi blok migas yang cukup kontroversial. Pengumuman itu bersamaan dengan mulai hangatnya pesta Pemilihan Umum 2014. Dalam sepekan di bulan November 2013, Pertamina mengumumkan telah mengakuisisi sejumlah blok minyak di luar negeri.
Pertama, perusahaan migas plat merah tersebut telah menuntaskan proses akuisisi ConocoPhilips Algeria Ltd, anak perusahaan ConocoPhilips (NYSE:COP) yang menguasai Blok 405a di Aljazair. Dalam aksi korporasi itu, perusahaan minyak pelat merah tersebut merogoh kocek hingga US$ 1,75 miliar atau sekitar Rp 19,2 triliun pada kurs Rp 11.000 per US$.
Kedua, Pertamina telah tuntas membeli 10% hak partisipasi di ExxonMobil Iraq Limited, anak usaha perusahaan migas asal AS Exxon Mobil, yang menguasai Blok West Qurna I di Irak. Pembelian melalui anak usahanya PT Pertamina Irak Eksplorasi Produksi. ExxonMobil tetap sebagai kontraktor utama dengan menguasai 25% hak partisipasi di West Qurna I.
Ketiga, Pertamina mendapat tugas dari Kementerian ESDM meneruskan kontrak pengelolaan Blok Siak, Riau, setelah pemerintah memutuskan tidak memperpanjang kontrak PT Chevron Pacific Indonesia.
Keempat, Pertamina mengakuisisi anak usaha Hess di Indonesia yang masing-masing menguasai dua blok migas sekaligus, yakni 75% hak partisipasi di Blok Pangkah, dan 23% hak partisipasi di Blok Natuna Sea A. Untuk akuisisi dua blok ini, Pertamina menggandeng PTTEP Netherlands Holding Cooperatie U.A, anak perusahaan PTTEP. Total nilai transaksi sekitar US$ 1,3 miliar atau setara Rp 14,3 triliun (kurs Rp 11.000 per US$).
Bila ditotal, nilai seluruh akuisisi tersebut mendapai puluhan triliun rupiah. Saat itu Pertamina berdalih, sejumlah akuisisi itu adalah satu dari sekian banyak langkah Pertamina untuk mengejar target produksi 2,2 juta barel perhari pada 2025.
Sepekan setelah itu, pada Senin, 9 Desember 2013, Pertamina mengumumkan pembangunan ground breaking proyek gedung Pertamina Energy Tower di Kawasan Rasuna Episentrum, Kuningan, Jakarta Selatan. Gedung 99 lantai dengan ketinggian 530 meter itu digadang-gadang akan menjadi representasi transformasi Pertamina menjadi World Class Energy Company sekaligus menjadi salah satu landmark baru Ibu Kota.
Gedung dengan nama Pertamina Energy Tower ditargetkan selesai dibangun pada tahun 2020. Pertamina mengaku masih menghitung kebutuhan total gedung tersebut, namun ditaksir mencapai triliun rupiah. Gedung ini direncanakan akan menjadi bangunan tertinggi ketiga di dunia setelah Burj Khalifa, Dubai, setinggi 829 meter dan Abraj Al-Bait di Saudi Arabia setinggi 601 meter, disusul gedung Taipei 101 di Taiwan setinggi 509 meter. Nantinya, gedung Pertamina Tower akan menyalip Taipei 101. Untuk diketahui, biaya pembangunan gedung Taipei 101 senilai US$ 1,76 miliar atau setara Rp 19,3 triliun pada kurs Rp 11.000 per US$.
Dari sejumlah pengumuman beruntun mengejutkan itu, akuisisi dua blok luar negeri yang paling membetot perhatian: akuisisi di Algeria dan Irak. Khusus dari Blok di Aljazair (Algeria), dari nilai akusisi US$ 1,75 miliar itu, Pertamina optimistis bisa ada tambahan produksi minyak 23.000 bph.
Pertamina mengklaim, dengan akuisisi blok minyak di Aljazair, Pertamina mendapat tambahan produksi 20.000 barel per hari. -Bersambung
-TIM/EWINDO