Home BUMN KPK Bungkam Ada Potensi Korupsi MIGAS dan Infrastruktur?

KPK Bungkam Ada Potensi Korupsi MIGAS dan Infrastruktur?

712
0

ENERGYWORLD – Anggaran terbesar APBN adalah dari Pajak dan MIGAS, sedangkan penggunaan anggaran pembangunan infrastruktur (dana desa 25 Triliun + 40 Triliun pinjaman 3 bank BUMN/BRI,BNI, Bank Mandiri dari China sebesar 40 Triliun) tahun 2015 – Sedangkan dana Desa 46 Triliun di tahun 2016 sudah terserap dan dicairkan. Tapi angka kemiskinan dan pengangguran malah miningkat.

Potensi korupsi di Pajak, MIGAS dan pembangunan infrastruktur dan Perencanaan Pembangunan Reklamasi Teluk Jakarta semestinya menjadi perhatian dan bahan Penyelidikan dan Penyidikan bagi KPK dan Penegak Hukum lainnya. Tapi kenapa KPK bungkam…?

Terhadap masalah semacam ini semestinya DPR/D melaksanakan tugas Pengawasannya, dan sebaiknya partisipasi dan peran serta Rakyat harus diefektifkan untuk mengawasi alokasi penggunaan anggaran dan melaporkan indikasi kebocoran uang Negara.

Jika pembangunan infrastruktur memerlukan kucuran dana yang cukup besar, maka alokasi penggunaan anggaran dimaksud tidak cukup dengan menempatkan perencanaan pendapatan melalui APBN atau memaksakan diri melakui pinjaman asing, kerna potensi mengembalikan uang pinjaman tersebut relatif memerlukan waktu yang lama dan panjang.

Disamping itu dana yang disalurkan di pedesaan relatif berpotensi korupsi dan bisa disalahgunakan tujuan dan peruntukanya.

Sedangkan sistem pengawasan terhadap pengguna anggaran infrastruktur dimaksud harus lebih progresif melibatkan lembaga penegak hukum seperi kepolisian dan KPK. Serta harusnya melibatkan peran serta dan partisipasi Rakyat.

Jika pembangunan infrastruktur memerlukan kucuran dana yang cukup besar, maka alokasi penggunaan anggaran dimaksud tidak cukup dengan menempatkan perencanaan pendapatan melalui APBN atau memaksakan diri melakui pinjaman asing, kerna potensi mengembalikan uang pinjaman tersebut relatif memerlukan waktu yang lama dan panjang.

Disamping itu dana yang disalurkan di pedesaan relatif berpotensi korupsi dan bisa disalahgunakan tujuan dan peruntukanya.

Sedangkan sistem pengawasan terhadap pengguna anggaran infrastruktur dimaksud harus lebih progresif melibatkan lembaga penegak hukum seperi kepolisian dan KPK. Serta harusnya melibatkan peran serta dan partisipasi Rakyat.

-EFFENDI SAMAN, Pengacara senior