*MENTERI ESDM MESTI FOKUS OPTIMALISASI DAN AGENDA PEMBERANTASAN MAFIA*
_Oleh : Ferdinand Hutahaean_
_Dir. Eksekutif Energy Watch Indonesia_
Presiden Jokowi dengan hak perogratifnya telah kembali merombak kabinetnya minggu lalu. Salah satu yang paling menjadi sorotan publik adalah penggantian menteri ESDM dari Sudirman Said ke Archandra Tahar yang selama 20 tahun hidup di negeri orang nun jauh di Amerika sana dan bekerja di sebuah perusahaan bernama Petroneer yang spesialisasi teknologi kilang pengolahan off shore.
Periode waktu yang cukup lama Archandra Tahar bermukim di Amerika sedikit banyak pasti membuat beliau butuh waktu untuk menguasai seluk beluk sektor energi, mineral dan sumber daya mineral bangsa ini secara utuh. Tidak menguasai peta lapangan dan sangat mungkin belum mengidentifikasi siapa saja yang menjadi bagian dari praktek kemafiaan disektor ini. Archandra mungkin saja hanya orang baik yang hendak dimamfaatkan kekuatan tertentu.
Pemerintahan Jokowi sejak awal kabinet terus berupaya berbenah di sektor migas dan sumber daya mineral lainnya. *Sektor ini adalah salah satu sektor penyumbang APBN terbesar dan sekaligus sektor yang kehilangan potensi pendapatan negaranya juga paling besar*. Hal itu terjadi karena semrawutnya tata kelola dan juga banyaknya mafia yang bermain merampok secara legal maupun ilegal kekayaan negara. Justru perang dengan para mafia inilah yang harus terus dilakukan oleh pak Tahar. Membenahi tata kelola dan tata niaga sektor ini adalah prioritas utama. Tidak perlu bermimpi muluk-muluk merasa akan mendongkrak angka lifting atau angka cadangan migas dengan menggunakan teknologi canggih, terutama teknologi eksplorasi dilaut dalam. Itu nanti prioritas kedua.
Pak Tahar lebih baik fokus dulu pada penataan yang ada. Optimalisasi yang kita miliki termasuk exploitasi sumur tua dengan teknologi. Jika itu bisa dilakukan maka akan ada peningkatan signifikan pemasukan negara dari sektor ini. Baru kemudian berburu di laut dalam menemukan cadangan baru. Pak Tahar jangan lupa, merosotnya harga minyak membuat explorasi laut dalam jadi tidak ekonomis dan tidak menarik. *Ditambah lagi kenyataan bahwa negara kita bukan lagi tujuan investasi perusahaan besar sektor migas harus jadi pertimbangan*.
Pak Tahar juga harus serius pada pemberantasan mafia. Ilegal mining dan mafia migas adalah musuh utama. Maka harus dilawan dengan orang yang bukan bagian masalah. Informasi yang beredar bahwa Pak Tahar mengangkat 4 orang staff khusus patut dipertanyakan motif dan visinya. Nama Johannes Widjanarko salah satu nama yang tidak layak karena tercoreng kasus suap Rudi Rubiandini dan sudah pernah diberhentikan dari jabatannya. Kemudian nama Prahoro Nurtjahyo kolega Archandra di Petroneer Amerika juga kurang pantas karena terkesan kolutif mengingat yang bersangkutan sama-sama bekerja di Petroneer dan tentu tidak mengenal Indonesia secara baik. Ketiga adanya rencana mengangkat Dharmo menggantikan Amin Sunaryadi kepala SKK Migas. *Kami kuatir pak Tahar malah mematikan pemberantasan mafia dan malah mengangkat para kelompok mafia mengurus sektor ini. Ini tentu tidak kita inginkan terjadi*.
Daripada pak Tahar menimbulkan kontroversi, lebih baik berhenti menggunakan staff khusus atau staff ahli. Tingkat Dirjen dan direktur di kementrian ESDM adalah orang-orang hebat dan mampu. Lebih baik pak Mentri memberdayakan mereka karena mereka mengerti kondisi. Pak Menteri tinggal berupaya menjaga integritas bawahannya dan mengawal perubahan kultur kerja yang sudah dimulai penduhulunya pak Sudirman Said. *Jangan menciptakan polemik dan berkolaborasi dengan kelompok mafia dan gerombolan skandal papa minta saham*.
Terlalu banyak masalah yang belum terselesaikan, dan tidak mungkin bisa selesai jika tidak ditangani orang yang tepat dan cara benar. *Pemberian ijin ekspor konsentrat kepada PT Freeport yang melanggar UU MINERBA juga harus segera dievaluasi*. Jangan biarkan pelanggaran ini terus terjadi tapi disisi lain bahwa kita takut melanggar UU MINERBA jika membahas nasib kontrak karya Freeport.
Jakarta, 11 Agustus 2016