ENERGYWORLD – Masih ingatkah kasus rekaman antara MRC, Setnov dan juga MS alias Maroef Syamsuddin yang dulu Presdir Freeport Indonesia? Publik pernah juga dihebohkan dengan sejumlah nama disebut dan kasus ini kini juga menguap tak jelas.
Nama Ketua DPR RI tercatat paling banter dan muncullah “papa minta saham” . Untuk yang terakhir kita tahu kini publik sudah paham.
“Sebahagian publik melihat posisi Setya Novanto saat ini sudah sebagai ketua Parpol berpengaruh dan terlemparnya Sudirman Said dari Menteri ESDM serta Rizal Ramli dari Menko Kemaritiman, bisa jadi kita kedepan adalah akan menyaksikan “episode papa minta saham jilid ke 2,” ungka Yusri Usman Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) kepada ENERGY WORLD INDONESIA (EWINDO) di Jakarta, Sabtu (13/8/2016)
Pemerintah untuk kesekian kali telah menunjukkan ketidakberdayanya kepada korporasi asing yang bernama Freeport Indonesia (FI). Jangankan mensyaratkan FI untuk tunduk terhadap UU Minerba, malah telah mengeluarkan penambahan volume konsentrat untuk dapat diekspor yang dulunya hanya 750.000 MTon naik menjadi 1.1 juta MTon dan sekarang malah dinaikan lagi menjadi 1, 4 juta MTon. Inilah disaat pemerintah kita dikentuti oleh FI.
“Saya paling kecewa atas kebijakan Dirjen Minerba yang telah memberikan rekomendasi ekspor konsentrat kepada PT Freeport, artinya Dirjen Minerba telah melakukan pelanggaran berat terhadap UU Minerba nomor 4 thn 2009 dan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri yang merupakan turunan dari UU Minerba,”tegasnya.
Masih kata Yusri, Padahal Dirjen Minerba pd.tgl 31 Agustus 2015 dengan surat nmr 1507 / 30/ DJB / 2015 yang ditujukan langsung kepada PT FI dengan kesimpulan bahwa PT FI tidak beritikad baik dan bermaksud tidak akan menyelasaikan amandemen Kontrak Karya atau KK dan secara tegas bahwa PT Freeport Indonesia tidak taat terhadap UU nomor 4 tahun 2009 khususnya pasal 169 huruf ( b).
“Belum lagi soal ketidak seriusan PT FI membangun smelter, persoalan divestasi saham sejumlah 10,64% yang ditawarkan senilai USD 1, 7 miliar yang tidak masuk akal tidak tuntas sampai sekarang, sementara menurut hitungan Pemerintah sesuai Permen ESDM nomor 27 thn 2013 nilai yang wajar USD 630 juta juga tidak direspon oleh PT FI pad saat rekomendasi izin eksport dikeluarkan Dirjen Minerba dan termasuk bahwa PT FI wajib menyetorkan jaminan kesungguhan membangun smelter sebesar USD 100 juta,” tegas Yusri.
Baca juga: Kejamnya Freeport “Kentuti” UU Minerba dan Gagal Ujian MenESDM Achandra
Lebih jauh Yusri melnilai jangankan di UU Minerba pasal 112 dan PP nomor 22 tahun 2010 dan PP nomor 23 tahun 2012 dan PP nomor 77 tahun 2014 yang penuh kotroversial, akan tetapi terhadap Kontrak Karya yang telah dicantumkan pada pasal 24 yang sudah dinyatakan dengan tegas bahwa 51% sahamnya PT FI harus dijual kepada pihak nasional Indonesia selambatnya harus sudah terealisasikan pada 30 Desember 2011.
“Fakta tidak terbantahkan bahwa PT FI secara terang benderang dan tegas tidak menghormati baik UU Minerba nomor 4 thn 2009 dan Kontrak Karya serta UU Lingkungan Hidup, dan mereka sudah hampir 50 tahun menguras semua mineral berharga, sehingga sikap tegas Pemerintah yang berkedaulatan mengelola sumber daya alamnya lagi diuji apakah amanah terhadap isi pasal 33 UUD 1945,” urai Yusri.
Sehingga revisi UU Minerba, lanjutnya yang saat ini bergulir di DPR sudah dapat diprediksikan akan banyak terjadi transaksi untuk kepentingan korporasi asing adalah sulit terelakan.-RNZ/Rh