*PENJELASAN MENKUMHAM MEMBUAT HUKUM BUBAR DIREPUBLIK INDONESIA*
Oleh : Ferdinand Hutahaean_
Archandra Gate atau Skandal Tahar yang ternyata telah secara syah memegang pasport Amerika atas penjelasan Mentri Hukum dan Ham Yasona Laoly terus menjadi bola api yang tidak dipadamkan apinya secara benar oleh pemerintah. Pemerintah justru sibuk merancang ketidak jujuran demi ketidak jujuran untuk membenarkan sebuah tindakan yang jelas salah dimata hukum yang berlaku di negara Republik Indonesia. Aneh melihat perilaku rejim ini, bukannya berupaya mamadamkan api malah sibuk mencari dalil pembenaran mengapa api itu membakar.
Fakta bahwa Archandra Tahar adalah pemegang Pasport Amerika atau tercatat sebagai warga negara Amerika telah diangkat dan dilantik presiden menjadi pejabat negara. Sebuah pelanggaran hukum yang secara sadar dilakukan Presiden dan tentu memiliki konsekwensi hukum yang tidak ringan, yaitu *Presiden melanggar UU dan Produk Hukum Kementerian ESDM akan menjadi cacat hukum*. Resiko yang sesungguhnya terlalu mahal dan tidak sebanding dengan kehebatan Archandra Tahar yang katanya orang hebat itu.
Penjelasan Yasona sebagai Menkumham yang menyatakan bahwa meski Archandra Tahar memiliki Pasport Amerika dan menjadi Warga Negara Amerika akan tetapi karena status WNI nya belum dicabut secara formal maka Archandra masih sebagai WNI. Penjelasan yang membubarkan hukum dari seorang menteri hukum. Yasona menteri hukum yang menghancurkan paham hukum. *UU No. 12 Tahun 2006 Pasal 23 huruf a dan Pasal 31 ayat 1 PP nomor 2 tahun 2007 menyatakan dengan jelas bahwa status WNI gugur secara otomatis jika seorang WNI menyatakan sumpah setia kepada bangsa asing*.
Dengan UU dan PP tersebut, Yasona justru tidak boleh melindungi Archandra Tahar dengan berdalih bahwa status WNI Archandra belum dicabut secara formal. *Justru Yasona sebagai Menkumham harus melakukan penegakan UU yaitu dengan menetapkan bahwa Archandra telah kehilangan status WNI dengan terbongkarnya skandal kewarganegaraan yang disembunyikan ini, bukan malah mensiasati hukum agar tidak terjadi penegakan hukum.*
Dengan demikian, rejim ini bisa dikategorikan rejim yang tidak taat hukum. Bahkan rejim ini melakukan standar ganda penegakan hukum. Sore ini sebagaimana diketahui seorang siswi bernama Gloria yang sudah terpilih menjadi seorang peserta Pasukan Pengibar Bendera Pusaka di Istana harus gagal dikukuhkan dengan alasan memiliki dua kewarga negaraan. Gloria infonya ibunya seorang WNI dan ayahnya warga negara prancis. Tentu memang Gloria akan memiliki dwi kewarganegaraan sampai dia berusia 18 tahun untuk menentukan pilihannya apakah akan menjadi WNI atau Prancis. Sungguh sangat perlakuan standar ganda dari pemerintah yang tidak patut.
Jakarta, 15 Agustus 2016