ENERGYWORLD.CO.ID – PERNYATAAN SIKAP KELUARGA MAHASISWA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG TENTANG POLEMIK NAIK DAN JATUHNYA MENTERI ENERGI SUMBER DAYA MINERAL (ESDM)
Dengan Nama Tuhan yang Maha Esa, Salam Ganesha! Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat Indonesia!
Pada Senin, 15 Agustus 2016 terjadi suatu peristiwa penting yang berhasil menorehkan sejarah dalam pemerintahan Indonesia. Malam hari di tanggal tersebut Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, menyebutkan bahwa Arcandra Tahar resmi diberhentikan (dengan hormat) dari jabatannya sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan otomatis menyandang gelar orang paling cepat yang menduduki kursi menteri, yaitu selama dua puluh hari sejak dilantik. Dua hari sebelum “prosesi” penurunan itu, beredar isu melalui beragam media bahwa terdapat indikasi lulusan program doktoral di Universitas Texas A&M ini memiliki dwikewarganegaraan antara Indonesia dan Amerika. Sontak saja Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, mengambil langkah berani untuk segera menurunkan beliau walaupun masa abdinya masih sangat singkat.
Mantan Walikota Solo itu pun memberikan jabatan pelaksana tugas (Plt.) di kementerian tersebut kepada Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya, Luhut Binsar Panjaitan. Perubahan taktis ini menyebabkan polemik timbul di berbagai kalangan masyarakat. Hal ini terbukti dari ramainya opini publik baik kontra maupun pro yang lalu lalang di media elektronik dan media cetak.
Dari obrolan kecil masyarakat pinggir stasiun sampai mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan HAM melalui rubrik opini salah satu koran harian bersimbol penunjuk arah turut ambil suara merangkai kata.
Naik dan turunnya Arcandra Tahar sebagai Menteri ESDM harus diulik lebih dalam karena bermuatan politik yang sarat akan kepentingan dan dapat berujung pada kontraproduktifnya kementerian ini sehingga mengakibatkan redamnya semangat pembenahan pengelolaan sektor energi dan sumber daya mineral.
Dari Reshuffle hingga Penunjukkan Plt. Menteri ESDM: Membuka Tabir Kepentingan yang Tersembunyi
Pemilihan menteri merupakan hak prerogatif presiden sebagai pembantunya di sektor yang lebih spesifik. Latar belakang seorang menteri sangat lah krusial karena dapat memengaruhi langkah kebijakan yang akan diambil. Kekosongan kursi Menteri ESDM pascaturunnya Arcandra Tahar memaksa Presiden Jokowi untuk memilih seorang pelaksana tugas sebagai fungsionaris sementara. Posisi ini ditetapkan untuk mengganti menteri definitif yang berhalangan tetap dan memiliki kewenangan mengambil keputusan dan/atau tindakan selain keputusan dan/atau tindakan yang bersifat strategis pada perubahan status hukum pada aspek kepegawaian
Presiden memandatkan jabatan ini kepada Luhut Binsar Panjaitan yang juga sedang memangku posisi Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya sebagai induk dari kementerian ESDM. Ini artinya, beliau memegang fungsi koordinasi antarkementerian strategis ditambah peran fungsional di sektor energi dan pertambangan. Lengkap sudah. Peran seorang menteri yang cukup mengikat sektor di bawahnya melalui peraturan yang dikeluarkan dapat menyebabkan timbul peluang kekuasaan berlebihan. Hal ini dapat berujung pada abundant power abuse apalagi di sektor strategis seperti kemaritiman, perhubungan, pariwisata, energi dan sumber daya alam. Padahal kekuasaan sebaiknya tidak diberikan kepada orang yang sama untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa
Kondisi ini diperparah oleh latar belakang Luhut sendiri yang tergolong sebagai seorang businessman di bidang energi dan pertambangan. Melalui unit usaha kelompok bernama PT Toba Sejahtera Group, Luhut Panjaitan mengelola enam belas anak perusahaan di bawahnya
Batubara, minyak, gas, dan listrik menjadi komoditas utama dalam siklus ekonomi di bawah perusahaan besutan Luhut ini. Terlebih lagi nama Luhut Binsar Pandjaitan pernah dicatut pada berbagai kasus seperti Panama Papers, april lalu; dan Papa Minta Saham, akhir 2015 lalu.
Masih berada pada ingatan kita bahwa Jokowi membawa konsep pembangkit listrik 35000 MegaWatt selama periode kepengurusannya dan juga pemerintah dulu telah mencanangkan kebijakan diversifikasi energi melalui Perpres No. 5 tahun 2006 yang menyebutkan bahwa batubara menjadi komoditas utama energi dengan sumbangan 33% dari total energi nasional.
Lalu pertanyaannya ke mana kah proyek-proyek ini akan berlabuh? Dengan kekuasaan yang berlebihan dan kepemilikan sumber daya pribadi yang ada di sektor tersebut, membuat pemilik Institut Teknologi DEL sangat berpotensi untuk memegang jabatan tanpa adanya semangat pembenahan pengelolaan energi dan sumber daya mineral untuk kepentingan rakyat melainkan berpotensi besar memanfaatkan hal tersebut untuk keuntungan diri atau kelompok semata.
Energi dan sumber daya alam sebagai salah satu potensi andalan rakyat Indonesia harus lah dipimpin oleh orang yang kredibel dan paham betul kondisi eksisting di lapangan serta memiliki kemampuan manajerial dan pertimbangan yang matang. Selain itu, diperlukan pula keberanian untuk menghadapi campur aduk kepentingan di sektor ini. Selain memungkinkan timbulnya penyalahgunaan kekuasaan akibat penumpukan wewenang, penunjukkan Menteri Koordinator menjadi pelaksana tugas Menteri ESDM jelas melanggar pasal 23 UU No. 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang menyatakan bahwa seorang menteri dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundangan.
Dalam hal ini Pelaksana Tugas Menteri ialah jabatan setingkat menteri, yang merupakan pejabat negara menurut Pasal 122 butir (j) UU No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, meski tidak secara definitif, dan tidak secara otomatis menggugurkan jabatan definitif yang bersangkutan sebelum menjabat menjadi Plt. Sehingga penunjukkan posisi Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya menjadi Pelaksana Tugas Menteri ESDM tidak sesuai dengan Pasal 34 ayat (2) UU No. 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang menyatakan bahwa hanya pejabat pemerintahan yang memenuhi persyaratan dapat diangkat menjadi Pelaksana Tugas, sedangkan Pasal 23 UU No. 39 tahun 2008 menegaskan bahwa menteri tidak dapat menjabat rangkap sebagai pejabat negara lainnya.
Terlepas baik atau buruk, perubahan pasti menimbulkan dampak. Perubahan yang begitu cepat di kementerian ESDM menimbulkan instabilitas kepengurusan sehingga akan menyebabkan kerja yang kontraproduktif.
Jangankan berpikir untuk membuat dan menjalankan roadmap nasionalisasi seluruh blok migas maupun tambang, adaptasi terhadap perombakan pejabat beserta pola pikirnya yang baru saja sudah memakan waktu panjang. Semakin lama Presiden Jokowi mencari pengganti Luhut selaku pelaksana tugas, maka akan semakin lama pula kementerian ini untuk menjalankan fungsinya secara optimal.
Oleh karena itu, diperlukan peningkatan akselerasi pencarian pofsisi menteri yang kredibel dan memiliki latar belakang jelas serta memiliki semangat pembenahan sektor energi dan sumber daya mineral berlandaskan kerakyatan.
Teka-teki Pengambilan Keputusan: Pencopotan Jabatan alih-alih Pewarganegaraan
Belum jelasnya alasan resmi penurunan Arcandra Tahar menimbulkan banyak pendapat. Sebagian kecil berpendapat ini hanya lah “permainan” kepentingan elit politik. Mayoritas mengatakan hal tersebut terjadi karena kewarganegaraan ganda yang dipegang oleh beliau.
Padahal jika ditelaah, untuk kasus ini sesuai dengan UU No. 12 tahun 2006 tentang Kewaganegaraan, seorang warga negara Indonesia yang sudah kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia dapat memperoleh kewarganegaraannya lagi dengan melalui proses pewarganegaraan .
Berarti sesungguhnya Presiden Jokowi memiliki opsi untuk melanjutkan jabatan Arcandra Tahar berdasarkan proses dan prosedur yang terdapat pada Undang-undang tersebut. Namun, pertanyaannya adalah kenapa dalam kasus ini, presiden yang terhormat lebih memilih opsi pemberhentian? Bukan mendesak untuk mengurus proses pewarganegaraan. Jika jawabannya untuk menghindari perdebatan dan desakan publik maka menandakan alasan reshuffle menteri Sudirman Said dengan Arcandra Tahar tidak memiliki alasan yang kuat untuk dilakukan.
Semakin lama pemerintah mengemukakan alasan utama beserta buktinya dalam penurunan menteri ESDM terakhir akan semakin berkembang opini publik yang beragam disertai tambahan informasi lain yang tidak jelas asal muasalnya.
Justru sebaliknya, tindakan seperti inilah (pemberhentian dengan alasan yang simpang siur) yang menimbulkan pertanyaan dari masyarakat. Kebijakan 20 Hari Penuh Kontroversi: Dari Penunjukkan Pejabat Struktural hingga Perpanjangan Izin Ekspor Dalam masa jabatannya yang hanya dua puluh hari, Arcandra Tahar membuat kebijakan seperti penunjukan dan pelantikan pejabat struktural serta perpanjangan izin ekspor konsentrat PT Freeport Indonesia tepatnya pada tanggal 8 Agustus 2016.
Sesuai dengan UU No. 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, konsentrat harus dimurnikan di dalam negeri sampai kadar tertentu untuk meningkatkan nilai tambah. Undang-undang ini membawa semangat hilirisasi melalui peningkatan nilai tambah pemurnian komoditas yang dicita-citakan dalam pengelolaan pertambangan. Walaupun di tataran undang-undang berkata demikian, Peraturan Menteri ESDM No. 5 tahun 2016 malah membahas tentang tata cara dan persyaratan pemberian rekomendasi pelaksanaan penjualan mineral ke luar negeri hasil pengolahan.
Selain itu, Peraturan Menteri ESDM No. 8 tahun 2015 juga membahas mengenai izin rekomendasi ekspor konsentrat dengan kadar dan jumlah tertentu di dalam peraturan peralihan. Peraturan yang berada di bawah undang-undang ini kabarnya menjadi peraturan yang menggiring keinginan perusahaan untuk mempercepat pembangunan smelter atau fasilitas pemurnian, namun dengan cara memberikan keringanan pelarangan ekspor melalui mekanisme rekomendasi surat izin. Peraturan ini dipakai bersama-sama untuk melanggar perundangan di atasnya karena semangat hilirisasi yang diimpikan pada tataran kebijakan legislatif tidak mampu ditransfer ke dalam kebijakan eksekutif walaupun di sisi lain Peraturan Menteri ESDM ini juga suatu strategi mendorong pengadaan tempat pemurnian.
Turunnya menteri ESDM terakhir memberikan gambaran telah terjadinya pelanggaran atau ketidaksesuaian terhadap peraturan perundang-undangan yang tidak diketahui secara jelas oleh publik dan tidak diinformasikan dengan baik oleh pemerintah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa selama menjabat sebagai menteri, segala kebijakan, keputusan, dan sikap politik diambil dalam keadaan dimana menteri tersebut masih dinyatakan berkewarganegaraan ganda (apabila memang benar demikian, bertentangan dengan Pasal 22 ayat (2) UU No. 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara).
Maka, sudah sewajarnya apabila kebijakan yang ada turut ditinjau ulang atau bahkan turut dibatalkan juga bersamaan dengan turunnya orang yang mengeluarkan kebijakan. Hal ini menjadi bentuk pertanggungjawaban orang yang bersangkutan karena masa jabatannya sebagai menteri patut dianulir akibat persyaratan seorang menteri yang mewajibkan berkewarganegaraan Indonesia.
Dari uraian besar di atas, Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung sebagai salah satu lembaga yang menginginkan pembenahan di sektor energi dan sumber daya mineral menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Menolak Menteri Koordinator Maritim dan Sumberdaya, Luhut Binsar Panjaitan sebagai pelaksana tugas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral karena melanggar UU No. 39 tahun 2008 dan memungkinkan terjadinya penyalahgunaan wewenang serta mendesak Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, untuk mencari pengganti Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral yang nasionalis dan kredibel secepatnya.
2. Menuntut pemerintah untuk memaparkan alasan sejelas-jelasnya kepada masyarakat, beserta bukti alasan pemilihan penurunan Arcandra Tahar sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
3. Mendesak pemerintah untuk meninjau ulang dan mencabut kebijakan yang dilakukan oleh Arcandra Tahar selama dua puluh hari masa abdinya sebagai Menteri Energi Sumber Daya Mineral terutama izin perpanjangan ekspor konsentrat dan pengangkatan pejabat-pejabat di kementerian.
4. Mendesak pemerintah untuk melakukan pencabutan terhadap beberapa pasal Peraturan Menteri ESDM No. 8 tahun 2015 dan No. 5 tahun 2016 yang bertentangan dengan semangat hilirisasi pada hierarki hukum yang lebih tinggi yakni UU No. 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.
Bandung, 18 Agustus 2016
Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung
Untuk Tuhan,
Bangsa, dan Almamater
Merdeka!
Merdeka!
Merdeka!
Muhammad Mahardhika Zein
Presiden KM ITB 2016
Baca juga KM ITB Tolak Luhut Plt MenESDM
-AMK/EWINDO