Tiga bulan terakhir bangsa kita riuh dan gaduh oleh TA dan AT. Pertama riuh dan gaduh oleh TA (Tax Amnesty) yang memang mengusik logika normal dan menjungkir balikkan logika waras bangsa ini. TA dipaksakan adalah demi memenuhi catatan diatas kertas bahwa defisit APBN tertutup oleh angka – angka yang sesungguhnya tidak lebih dari sebuah ilusi pemikiran atau halusinasi. Tapi apa lacur pemerintah mencoba menutupi ketidak mampuannya? Sesungguhnya tidak, namun menjadi riuh karena upaya itu mengusik ketenangan masyarakat. Secara psikologis, semua lapisan masyarakat resah. Resah bukan karena mereka tidak mau mendukung program pemerintah, namun resah karena mereka tidak paham dan tidak tau harus bagaimana, sementara pemahaman internal aparatur pajakpun belum seragam.
TA telah berhasil membuat kondisi masyarakat untuk bangkit melawan. TA telah berhasil menunjukkan secara gamblang bahwa pemerintah tidak taat azas. Jangan tanya azas apa karena akan menjadi perdebatan. Tetapi penyimpangan rencana TA yang awalnya menyasar dana diluar semakin terlihat riuh ketika Dirjen Pajak mengeluarkan Peraturan Dirjen Pajak.No.11 dan ditambah pernyataan Presiden tentang TA hanya menyasar Wajib Pajak besar, namun barometer dan batasan WP besar tidak jelas hingga kini. Kita tidak ingin bangsa ini runtuh karena masalahnya dicoba diselesaikan dengan cara yang tidak benar. Syukurlah Sri Mulyani muncul membuka semua tabir hitam itu.
AT adalah Archandra Tahar, sang sosok yang saat diangkat menjadi Menteri ESDM ternyata adalah berstatus Warga Negara Amerika. Publik kemudian riuh dan gaduh atas pelanggaran terhadap UU yang terjadi. Dan kemudian Presiden mengambil sikap untuk memberhentikan Archandra Tahar.
Setelah diberhentikan sebulan lalu, hingga kini AT masih jadi topik yang selalu bikin riuh ruang publik. AT masih jadi bahan perbincangan karena pihak-pihak dilingkungan kekuasaan banyak yang masih menginginkan AT diangkat kembali dengan segala macam alasan pembenaran. Bahkan klaim-klaim kehebatan dan prestasi yang semu. Klaim yang tidak bisa dibuktikan secara sahih karena hanya klaim sepihak. Yang ada justru kontrak pekerjaan yang bersangkutan di Pertamina EP kabarnya diputus.
Riuhnya AT ini sebetulnya tidak perlu terjadi andai presiden segera menetapkan menteri ESDM Definitif dan tidak perlu menghabiskan energi untuk berpikir mengangkat kembali AT karena pengangkatan yang pertama sudah tidak taat azas. Dan presiden kita yakini disesatkan oleh kelompok tertentu yang berhasrat tinggi untuk menguasai sektor ESDM. Dan saat ini, kelompok kepentingan ini terus membentuk opini dipublik bahwa AT akan diangkat lagi oleh Presiden. Mereka menekan presiden lewat opini bentukan dipublik. Mereka merasa bisa menekan presiden dengan cara-cara seperti itu. Mereka lupa tentang karakter presiden kita seperti apa. Kami yakin Presiden tidak akan mengangkat AT lagi karena terlalu problematik. Presiden tidak ingin riuh dan gaduh lagi.
TA dan AT sudah mendominasi riuh gaduh republik ini sekitar 3 bulan lamanya. TA dan AT mestinya sekarang dipahami sebagai pesan bagi presiden agar TAAT AZAS dan bukan sebaliknya. Publik akan respek dan menghormati keputusan yang TAAT AZAS, publik akan mendukung presiden yang berpihak kepada bangsa dan menegakkan aturan.
TA dan AT cukup sudah sebagai topik keriuhan…. tinggalkan TA dan AT, mari kita bangun bangsa dengan TAAT AZAS demi Indonesia yang jaya dan bermartabat, berdaulat serta berdikari.
Jakarta, 13/09/2016