ENERGYWORLD.co.id – “Sudirman Said Gagap Soal Minyak Zatipu Glencore ke Pertamina ISC begitu kira-kira saat Tempo menulis dalam wawancara lengkapnya pada edisi terbaru awal Oktober 2016”
Sudirman Said nampak gagap takkala soal bagaimana dengan kinerja Pertamina ISC dengan adanya suplai minyak “Zatipu” Glencore tidak sesuai spesifikasi dalam kontrak. “Saya sudah tidak mempunyai akses lagi di ESDM , dan paling tidak ada 3 manfaat Petral diselesaikan dan ISC dihidupkan ” begitu tulis Tempo.
Padahal dulu dia mengatakan bahwa pembubaran Petral Energy Service Pte Ltd (Petral) yang salah satu pertimbanganya adalah untuk memutus mata rantai suplai (Intermediat) dan langsung ke NOC, tidak usah ke trader lagi, akan tetapi sekarang dia sudah berubah dan membelanya dengan ucapan baru sebagai “trader besar”, akan tetapi dia lupa soal adanya temuan “audit forensik Kordamentha” bahwa trader besar yang dia sebutkan itu masuk dalam obyek dugaan penyimpangan oleh pihak ketiga.
Seharusnya Sudirman Said sangat mengatahui soal minyak “Sarir Libya” punya potensi bermasalah terkait adanya temuan BPK RI pada periode audit tahun 2006 dan 2008 serta adanya rekomendasi kilang soal ketidakefisienan mengolah minyak “Sarir” telah menggerus keekonomian kilang, karena setelah dia dicopot sebagai SVP ISC pada akhir Maret 2009 oleh Dirut Pertamina Karen Agustiawan, maka pada 2 April 2009, Rusnaedy SVP ISC baru, telah membuat surat ke NOC Libya untuk membatalkan kontrak dengan alasan “perspektif ekonomi” adalah bahasa halusnya “tidak ekonomis” dari dokumen yang sudah terlanjur ditanda tangani oleh Sudirman Said pada tanggal 9 maret 2009 di Hotel Hilton Park Lane London.
Menurut “nota rahasia” Kepala Divisi Perencanaan dan ekonomi Kilang kepada Direktur Pengolahan 19 Oktober 2006 telah terjadi perbedaan kesimpulan dengan nota Kepala Dinas Perencanaan dan Pengadaan Direktorat Pengolahan, anehnya diakhir pemeriksaan pada 24 Desember 2008, Tim auditor BPK RI yang meminta bukti surat tersebut, dijawab bahwa semua data tersebut tidak dapat diberikan oleh pihak Pertamina dengan alasan bahwa dokumentasi yang ada dalam komputer terkena “Virus”….dahsyat..!!
Adapun setelah Fungsi ISC terbentuk pada 27 September 2008 oleh Dirut Pertamina Arie Soemarno, dan untuk jabatan Senior Vice President Sudirman Said dan Vice President Daniel Purba.
Setelah proses audit BPK RI bisa diatasi dan struktur ISC Pertamina sudah berjalan, maka perburuan minyak Sarir dimulai lagi dengan munculnya surat nomor P/ P-025/12/08 tanggal 17 Desember oleh Managing Director Petral Jhon Soemarmo ditujukan kepada Sudirman Said untuk memberitahukan bahwa Petral sudah mendapat kapal dengan jadwal tanggal 6 – 10 Januari 2009 untuk mengangkut minyak Sarir sebanyak 1.000.000 barel tujuan kilang Balikpapan dan aktifitas itu berlangsung sampai dengan Febuari 2009.
Perburuan minyak Sarir ini sempat terhenti, ketika posisi Direktur Utama Pertamina diambil alih oleh Karen Agustiawan dari Arie Soemarno pada tanggal 5 Febuary 2009.
Sehingga kalau membaca lengkap seluruh testimoni Sudirman Said di Majalah Tempo, 3 Oktober 2016, bisa jadi terkuaknya kasus “Minyak Sesat Sarir – Mesla yang terbalik prosentasi percampurannya “adalah bagian ujung dari buah tercopotnya Sudirman Said dari kursi panas Menteri ESDM yang merupakan hasil pertarungan antara “Clan Arie Soemarno dengan clan M Reza Chalid”, seperti yang pernah diucapkan oleh Efendi Simbolon pada acara ILC TV One pada 18 November 2015 dengan Judul “Audit Forensik Petral dan papa minta saham Freeport”.
Kalau begini ceritanya, maka pada akhirnya Publik kedepan akan terus menyaksikan Pertamina akan menjadi medan pertempuran antara clan Moh Reza Chalid lawan Clan Arie Soemarno, seperti pertandingan Partai “Zatapi versus Zatipu”.
Jakarta 3 Oktober 2016
Yusri Usman
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI)