ENERGYWORLD – Direktur Lembaga Kajian dan Advokasi Energi dan Sumber Daya Alam (LKA ESDA) AC Rachman menilai Reformasi SKK Migas Mendesak untuk Selamatkan Pendapatan Negara.
“Reformasi sektor hulu minyak dan gas (migas) sangat mendesak untuk menyelamatkan penerimaan negara dari sektor migas, sekaligus menghentikan “kebocoran” pengeluaran dari cost recovery yang membengkak,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Redaksi 19/10.
Tentunya reformasi sektor migas ini menjadi PR besar (pekerjaan rumah) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan dan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar yang baru dilantik.
“Reformasi sektor migas yang sudah mendesak merupakan bagian terpenting dalam kepemimpinan Jonan-Arcandra di Kementerian ESDM. Selain itu, proses pergantian Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi bisa langsung dilaksanakan. Pergantian Kepala SKK Migas bisa langsung diusulkan Menteri ESDM yang baru ke Presidem Jokowi atau Tim Penilai Akhir (TPA), hal ini juga sebagai bentuk tanggung jawab pimpinan SKK Migas atas kegagalan kinerjanya,”tambahnya.
Masih kata AC Rachman bahwa sepanjang tahun 2015 lalu penerimaan migas sebesar 12,86 miliar dolar AS. Angka ini di bawah target yang tertuang dalam APBN 2015 sebesar 14,99 miliar dolar AS. “Pada tahun 2016 ini penerimaan bakal merosot lagi,” ujarnya.
Selain fluktuasi harga minyak mentah dunia, penurunan pemasukan bagi negara paling besar dipengaruhi oleh produksi minyak yang anjlok.
Di samping itu, pemerintah masih harus menanggung biaya operasi yang harus dikembalikan oleh negara atau cost recovery semakin membengkak.
Bahkan, hasil audit BPK baru-baru ini menemukan adanya pembengkakan cost recovery sebesar Rp 2,56 triliun. Karema itu, sepantasnya Kepala SKK Migas harus bisa pertanggungjawabkan biaya cost recovery ini.
Berdasarkan laporan semester I 2016 yang telah diserahkan ke Presiden Joko Widodo, BPK mengungkapkan adanya pembebanan biaya-biaya yang tidak semestinya diperhitungkan dalam cost recovery sebesar Rp 209,88 juta dan 194,25 juta dolar AS atau ekuivalen Rp 2,56 triliun.
“Jadi sudah seharusnya segera mereformasi kinerja sektor hulu migas, mulai dari pergantian Kepala SKK Migas dan membenahi seluruh jajaran manajemen di dalamnya,”tuturnya.
Tidak Ada Kemajuan
Sejak menjabat jadi Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi, tidak terlihat kinerja positifnya. Tidak ada kemajuan dari produksi migas, bahkan lapangan Banyu Urip yang masih bisa ditingkatkan produksinya malah sempat ditahan. Di samping pengembangan ladang migas atau rencana pembangunan (plan of development/PoD) Blok East Natuna dan Blok Masela yang lambat dan penuh persoalan.
“Desakan Penggantian Amien Sunaryadi bukan karena mantan Menteri ESDM Sudirman Said ditendang dari kabinet Kerja Jokowi. Keduanya memang tidak memiliki latar belakang energi dan migas, namun sebagai akuntan lulusan Sekolah Tinggi Akutansi Negara (STAN),” jelasnya.
Dan telah menjadi rahasia umum bahwa Amien Sunaryadi lebih sering melakukan lobby yang dinilai tak baik bagi dunia migas di Indonesia. Mantan pimpinan KPK ini malah hanya sibuk lobby “sana-sini” agar SKK Migas menjadi BUMN Khusus di hulu migas melalui revisi UU No 22 Tahun 2001 tentang Migas hingga kini juga belum selesai.
“Molornya pembahasaan UU ini karena posisi SKK Migas ada di grey area. Ini juga sedikit banyak mengganggu iklim investasi migas nasional. Revisi ini juga menyebabkan wacana dan posisi Pertamina antara sebagai holding atau bukan masih belum jelas karena memang masih pro dan kontra,”tuturnya.
Dengan demikian, reformasi di sektor migas yang diambil pemerintah harus mampu mengenjot kinerja sektor hulu dan hilir migas serta menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif agar investasi di sektor hulu lebih atraktif,” tutup#skknya |ATA/RNZ