Home Ekbiz Apakah Mafia Migas Sudah Kembali bermanuver Di kementerian ESDM ?

Apakah Mafia Migas Sudah Kembali bermanuver Di kementerian ESDM ?

1009
0
Yusri Usman/ist

” Apakah Mafia Migas Sudah Kembali bermanuver Di kementerian ESDM ? ”
Tata kelola migas Nasional sepertinya semakin hari koq semakin tidak jelas saja , pasalnya disaat sekarang semua kebutuhan migas kita lebih banyak import daripada ekspornya , baik minyak mentah , BBM , LPG dan kondensatnya dan lainya , kata Yusri Usman.

Faktanya sekitar tanggal 26 oktober 2016 Yusri dikagetkan adanya eksport kondensat oleh Perusahaan yang mempunyai izin niaga , yaitu melakukan eksport kondensat berasal dari PT Gasuma Federal Indonesia (GFI) Tuban , normaliter diduga memeroleh rekomendasi dari Ditjen Migas Kementerian ESDM untuk melakukan ekspor kondensat.

Adanya izin dan rekomendasi ekspor kondensat tersebut disinyalir telah melanggar UU No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) dan Peraturan Menteri Perdagangan ( Menperdag) nomor 3 tahun 2015 yang direvisi dari Permendag nomor 42 tahun 2009 dirancang khususnya untuk mencegah mafia migas.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari sumber berita , kargo pertama ekspor kondensat telah dilakukan pada Rabu (26/10) lalu.

Adapun periode ekspor biasanya hingga akhir tahun atau per kuartal. Satu kali izin ekspor kerap digunakan untuk tiga hingga empat lifting kondensat. Tujuan ekspor kondensat tersebut diduga ke Singapura dan Thailand dengan menggunakan kapal MT Danai 8 , kapal ini dari dulu sering digunakan untuk kepentingan Kernell Oil sebelum Rudi Rubiandini kena OTT KPK.

Diminta pendapatnya, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman berkomentar, dirinya juga telah mendengar informasi tersebut.

Bahkan, lanjut dia, diduga ada perusahaan bernama2 PT Kimia Yasa dan PT Laban Raya Samodra yang bertugas mengurus izin ekspor kondensat dari produk PT GFI tersebut , kalau informasi ini benar , dialah pemain lama .

Anehnya kebutuhan kondensat dalam negeri masih sangat kekurangan, kenapa ini malah diekspor. Rekomendasi yang akan dikeluarkan Ditjen Migas berpotensi melanggar UU Migas dan Permendag serta potensi hilangnya pemasukan negara dari pajaknya ,” kata dia ketika dihubungi melalui telepon selularnya, Sabtu (29/10).

Yusri menjelaskan, kabar yang diperoleh, ekspor kargo kondensat tersebut melalui Pelabuhan Dovechem Maspion Terminal (DMT) di Gresik yang dikelola PT Dovechem Maspion Terminal , dan posisi kapal hari sabtu siang masih diseputaran pulau Madura.

PT GFI diketahui selama ini memproduksi elpiji sebanyak 50 ton dan kondensat 450 barel per hari (bph), serta produksi gas sebanyak 14 MMscfd. Perseroan memeroleh sumber flare gas dari JOB PetroChina.

Menurut Yusri, ekspor kondensat yang dilakukan PT GFI sangat ironis , di tengah banyak industri Cat , thiner dan Lem di Indonesia yang membutuhkan kondensat sebagai pelarut dengan spesifikasi yang sesuai yang dihasilkan oleh PT GFI.

“Kebutuhannya mencapai 2.000 barel perhari (bph) . Jadi industri pengguna kondensat sebagai solven atau pelarut masih kurang sekitar per harinya 1.000 bpd. Nah apakah ini tidak dikatakan gila kalau dipaksakan ekspor?” tegasnya.

Di satu sisi, imbuh dia, kondensat yang diproduksi PT GFI itu tidak pernah digunakan oleh kilang TPPI yang ” mogas mode”. Bahkan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk pun tidak bisa menggunakan langsung kondensat dari PT GFI , terkecuali diblending terlebih dahulu dengan kondensat ringan yang mereka import selama ini.

“Jadi sangat keliru besar misalnya jika Chandra Asri yang dijadikan referensi oleh Ditjen Migas , karena mereka sudah punya kontrak jangka panjang dengan produsen kondensat di Timur Tengah,” dan apakah Direktorat Kimia Dasar Kementerian Perindustrian dimintakan pendapatnya sebagai penanggung sektor industri , ujar dia.

Yusri kembali berkomentar, selama ini kilang milik Chandra Asri diketahui hanya bisa menerima kondensat dari PT Perta-Samtan Gas (PSG) dan PT Media Karya Sentosa (MKS) yang ada di Gresik.

“Itu pun tidak lebih dari lima persen kebutuhan kilang Chandra Asri yang per harinya membutuhkan pasokan kondensat hingga 40 ribu bph, import mereka bisa mencapai 1.8 juta metric ton ( mtn) pertahunnya ” katanya.

Dikonfirmasi terpisah, Dirjen Migas IGN Wiratmaja Puja mengatakan, Ditjen Migas diakui memang telah mengeluarkan rekomendasi ekspor kondensat untuk kuartal kedua tahun ini.

“Dalam pemrosesan permohonan rekomendasi ekspor kondensat Q2-2016 telah dilaksanakan rapat pembahasan bersama produsen dan pengguna besar kondensat,” kata dia melalui pesan WhatsApp Messenger, Jumat (28/10) malam.

Menurut Wiratmaja, dalam rapat, PT Chandra Asri menyampaikan bahwa kebutuhan bahan baku untuk kilangnya telah terpenuhi hingga setahun ke depan.

“Dan melalui surat, pengguna besar lainnya yaitu TPPI menyampaikan bahwa spesifikasi kondensat dari PT Gasuma Federal Indonesia tidak sesuai dengan kebutuhan TPPI,” jelas dia.

Atas penjelasan Dirjen Migas , malah menurut Yusri bahwa Dirjen Migas telah menerima informasi yang ” menyesatkan alias ngawuur ” dari bawahannya , saya berani jamin 1000 % kondensat itu dapat diserap industri lokal , dan secara tegas dia menyatakan bahwa kondensat yang berasal dari PT GFI ini termasuk berkualitas rendah karena mengandung sulfur agak tinggi dan berwarna kekuningan , memang sudah dapat dipastikan juga sejak jaman ” kuda makan besi ” tidak sesuai dengan kebutuhan spesifikasi kilang PT TPPI Tuban dan Kilang PT Chandra Asri Cilegon.

Padahal pada saat tgl 24 Oktober 2016 dari komunikasi saya soal rencana akan adanya eksport kondensat itu melalui media ” WhatsApp” ( WA) dengan Dirjen Migas adalah sebagai berikut kalimatnya ” sejak TPPI operasi , kita tidak lagi memberikan rekomendasi eksport kondensat, terimakasih infonya, Saya akan check kebawah , krn bisa saja diselip2kan , terimakasih infonya , saya sangat menghargai info info seperti ini , supaya bisa menata negara dengan baik ” tutup Dirjen Migas.

Akan tetapi setelah saya WA kembali kepada Dirjen Migas siang tanggal 28 oktober bahwa menginformasikan telah terjadi loading eksport kondensat di Tuban , Dirjen Migas hanya membaca WA saya , tetapi tidak menjawabnya , setelah saya desak akan melaporkan ke KPK , barulah jam 18.01 WIB dijawab hanya dengan simbol gambar yang saya juga tidak paham apa artinya , hanya dalam hati saya mengerutu aneh Dirjen Migas ini.

Yusri Usman menyatakan jangan jangan publik tentu akan membacanya kebijakan eksport kondensat itu bagian kerja mafia migas.

Adapu modus permainan seperti ini sudah beberapa kali saya laporkan ke kejaksaan Agung pada Desember 2013 dan Juli 2015 dan terakhir ke KPK pada 16 November 2015 , faktanya saat itu semua kondensat itu bisa diserap oleh pasar industri dalam negeri , nah kalau sekarang di eksport lagi tentu ada dugaan permainan kongkalikong lagi , maka kita tidak boleh putus asa melibasnya kembali dan bahkan tidak tertutup kemungkinan kasus eksport ini juga akan saya laporkan kembali ke KPK , karena dugaan permainan modus seperti ini sudah tidak dapat dibenarkan lagi, tutup Yusri dengan ketusnya .

Sebagai informasi bahwa adapun produsen hilir Kondensat di Indonesia sangat terbatas , seperti PT Gasuma Federal Indonesia dgn volume produksi sebesar 450 barel perhari (bph ) , PT Media Karya Sentosa sebesar 700 bph (sejak kasus OTT di KPK tahun 2015 sudah tidak produksi) , PT. Odira Energy Persada sebesar 300 bph (sementara waktu tidak produksi karena masalah utang piutang) , PT Sumber Daya Kelola sebesar 100 bph dan PT Surya Eka Perkasa Tbk sebesar 450 bph , serta
PT Perta-Samtan Gas sebesar 800-1.000 bph (semua produksinya masuk kilang Pertamina Plaju) ,
PT Pupuk Sriwidjaja sebesar 70-100 bph , serta terakhir PSC
Santos hanya berproduksi sebesar 50- 150 bph saja.

Jakarta 30 Oktober 2016
CERI – Yusri Usman .

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.