Apakah Mafia Migas Masih Tetap Mengobok-obok Kementerian ESDM?
ENERGYWorldIndonesia – Berdasarkan dokumen “Tanker of Lading” dengan B/L nomor GRK/081/16 tanggal 26 Oktober 2016 yang ditandai tangani oleh Master of MT Danai 8 dengan master captain Sutipons Pongpituck diperoleh data bahwa PT Kimia Yasa beralamat di Cikarang Industrial Estate Bekasi sebagai pengekspor kondensat bernama ” Tuban condensate ” yang berasal dari kilang PT Gasuma Federal Indonesia ( GFI ) Tuban kepada pembeli Petchem International Trading dan Shiping Pte LTD Singapore sebagai penerima kondensat sejumlah 10, 513 . 483 barrels @60 °F , fakta itu memperlihatkan telah terjadi ekspor kondensat , padahal kondensat itu sesungguhnya sangat dibutuhkan oleh Industri dalam negeri sebagai solven atau pelarut pabrik Cat dan Thinner serta pabrik Lem .
Kenyataannya bahwa kondensat yang harusnya untuk kebutuhan industri dalam negeri , akan tetapi selalu dieksport sejak awal tahun 2013 sampai skrng di tahun 2016 atas rekomendasi Dirjen Migas oleh group perusahaan yg terdiri dari 3 perusahaaan dan diduga sebahagian besar sahamnya milik AS di PT Kimia Yasa , PT Laban Raya dan PT Mega Energy Service , dan ketiga perusahaan ini sepanjang masa selalu berusaha kalau bisa semua kondensat produksi dalam negeri itu dapat dieksport ke Singapore , anehnya hampir semua pejabat di Ditjen Migas selalu saja takluk dgn berbagai macam rekayasa canggih alasan yg dibuat , mulai spesifikasi tehnis tidak sesuai untuk kebutuhan industri dalam negeri , dan kalau tidak dieksport akan terjadi ” tank top “di hulu , padahal setelah saya ” crosscheck” dengan pemain sektor industri hilir pengguna kondesat , bahwa semua alasan itu adalah bohong saja dan saya jamin seribu persen semua kondensatnya dapat diserap pasar dalam negeri , sehingga dari fakta itu telah terjadi pelanggaran terhadap UU Migas nomor 22 thn 2001 pasal 11 ayat 3 berbunyi ” Kewajiban pemasokan minyak bumi dan atau gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri ” , dan telah melanggar juga Permendag nomor 3 tahun 2015 ” Minyak dan Gas Bumi sebagaimana disebut pasal 2 dapat diekspor atau import setelah mempertimbangkan kondisi pasokan dan kebutuhan dalam negeri” , sehingga kalau mengacu pada ketentuan Undang Undang dan Peraturan Menteri Perdagangan ( Permendag ) sudah dapat dikatakan telah terjadi pelanggaran berat dilakukan oleh pejabat migas , adapun kerugian lain yg dialami negara dgn dilakukan eksport adalah telah kehilangan pemasukan pajak utk negara , jadi bisa dikatakan kebijakan ini bisa dianggap sebagai perbuatan subersif ekonomi Nasional.
Sehingga kepada badan usaha niaga yang melakukan pelanggaran ini kalau mengacu pada UU Migas nomor 22 tahun 2001 pada pasal 25 adalah Pemerintah dapat menyampaikan teguran berupa tertulis , atau menangguhkan kegiatan , dan sampai tindakan membekukan kegiatan , ataupun mencabut Izin Usaha Niaga sebagaimana dimaksud dalam pasal 23.
Untuk itu dimintakan peran aktif KPK untuk melakukan tindakan pencegahan dan sekaligus melakukan penyidikan atas potensi mengacaukan perekonomian negara , padahal soal dugaan permainan ekspor kondensat ini sdh sering saya laporkan ke Penegak hukum sejak Desember 2013 sd 2015 , khususnya laporan saya terkait ini pada tgl 16 November 2015 kepada KPK.
Jakarta 31 Oktober
Direktur eksekutif CERI Yusri Usman