ENERGYWORLDINDONESIA – Setelah berbulan-bulan dihentikan, pemerintah telah memutuskan untuk melanjutkan ekspor batubara ke Filipina. Demikian dikatakan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Transportasi Tonny Budiono, kemarin (30/10/2016), seperti dikutip Reuters.
Pada akhir Juni, pemerintah melakukan moratorium ekspor batubara ke Filipina akibat rawannya situasi kemanan di perairan bagian selatan Filipina. Pelaut Indonesia merupakan sasaran empuk para perompak Filipina. Insiden terbaru terkait penyanderaan ABK Indonesia terjadi pada Juni lalu dimana tujuh pelaut disandera.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi telah menegaskan pemerintah akan terus melakukan moratorium hingga mendapat jaminan keselamatan dari pemerintah Filipina.
Pelaut-pelaut tersebut disandera oleh kelompok teroris, Abu Sayyaf, yang dikabarkan menculik orang-orang asing dan meminta uang tebusan untuk mendapatkan dana.
Beberapa pelaut-pelaut Indonesia telah dilepaskan, namun masih menyandera warga asing lainnya termasuk warga Kanada yang dipenggal beberapa waktu lalu, akibat tidak memberikan uang tebusan.
Namun, izin tersebut hanya diberikan kepada kapal dengan kapasitas tonase 500 keatas. Untuk kapal menengah dan kecil, moratorium tersebut masih diberlakukan oleh pemerintah.
“Untuk keselamatan dan kemanan, semua kapal harus melalui jalur-jalur yang disarankan dan menjauhi perairan di daerah selatan Filipina dan timur Malaysia,” kata Tonny.
Dalam pernyataanya, Tonny mengungkapkan alasan pemberhentian moratorium tersebut akibat ‘menganggu kepentingan Indonesia’. Sejumlah pihak, terutama para pengusaha pelayaran Indonesia juga mengkritik moratorium pemerintah karena mengganggu iklim bisnis pelayaran.
Sebelumnya, batubara Indonesia menguasai 70 persen dari keseluruhan total impor batubara Filipina, yang setara dengan 15 juta ton dengan nilai USD 800 juta pada 2015.
Data dari Departemen Energi Pemerintah Filipina mengungkapkan jumlah kapasitas listrik terpasang mereka pada akhir 2014 mencapai 17.944 Megawatt. Dari total kapasitas itu, batu bara menjadi penyokong utama dengan porsi 31,81 persen.
Akibat meningkatnya situasi di laut Filipina, pemerintah kedua negara telah setuju untuk menggelar patroli bersama, namun hingga saat ini hal tersebut belum dilaksanakan. |RTR/RED