ENERGYWORLDINDONESIA – Para pelaku pasar masih menantikan hasil pertemuan dunia di KTT APEC dan organisasi pengekspor minyak, OPEC. Kedua hal itu dinilai penting untuk menentukan arah pasar modal.
Sampai saat ini sejumlah pasar modal di Asia masih belum bisa bangkit. Tren penguatan dolar yang dalam beberapa hari ini terjadi, masih jadi penyebab beberapa pasar di Asia jeblok.
Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang .MIAPJ0000PUS turun 0,1%, mendekati posisi terendah dalam empat bulan. Jepang Nikkei N225 naik 0,3% karena yen terus tergelincir terhadap dolar.
Kemudian, indeks saham Korea Selatan Kospi melemah 0,3%, dan indeks saham Selandia Baru turun 0,2%. Hal yang sama juga terjadi pada, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada awal perdagangan awal pekan dibuka turun 25,75 poin atau 0,50 persen, pada 5144,36. Pelemahan IHSG tergerus pelemahan bursa Wall Street.
Pelemahan itu akan terus terjadi hingga beberapa agenda penting dunia memberikan kejelasan arah kebijakan ekonomi politik.
“Ke depan akan ada agenda-agenda ekonomi politik yang bisa membuat investor tenang, seperti pertemuan OPEC dan kebijakan Trump,” kata Senior Investment Strategist Mitsubishi UFJ Morgan Stanley Efek Norihiro Fujito melansir Reuters, hari ini.
Nilai tukar mata uang di asia juga masih belum bisa keluar dari tekanan. Berdasarkan data perdagangan Reuters, Senin (21/11/2016), dolar AS pagi ini dibuka di Rp 13.425 dibandingkan posisi akhir pekan lalu di Rp 13.406.
Penguatan dolar dalam beberapa hari terakhir ini merupakan yang pertama sejak krisis moneter terjadi di Indonesia pada 1998 silam. Saat itu, dolar menyentuh hingga Rp 15 ribu per dolar AS. |rmn