SAATNYA PEMERINTAH MENATA ULANG SUBSIDI SOLAR
Oleh Ferdinand Hutahaean
Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia – EWI
Penerapan subsidi solar flat Rp.1000/liter yang diterapkan pemerintah selama 1 tahun belakangan dinilai tidak efektif dan tidak tepat sasaran. Subsidi solar yang nilainya sekitar Rp. 7 T itu sebagian besar dinikmati oleh pengusaha transportasi dan pemilik kendaraan pribadi berbahan bakar solar yang pada umumnya pemilik kendaraan pribadi tersebut adalah kalangan mampu.
Coba kita lihat setiap hari di stasiun pengisian bahan bakar. Yang membeli solar itu kendaraan-kendaraan besar yang adalah milik pengusaha. Namanya pengusaha kendaraan besar seperti truk tidak mungkin dari kalangan tidak mampu. Dipastikan mereka adalah kalangan mampu yang tidak layak dapat subsidi. Demikian juga jenis kendaraan pribadi yang nilainya ratusan juta rupiah hingga milyaran. Tidak mungkin mereka itu dari kalangan yang layak dapat subsidi. Inilah kesalahan model subsidi yang diterapkan pemerintah. Ada uang trilliunan yang dikucurkan secara cuma-cuma tapi dinikmati oleh kalangan mampu.
Mestinya subsidi itu untuk kalangan tidak mampu dan untuk menopang pertumbuhan ekonomi serta ketahanan ekonomi masyarakat kalangan bawah.Dengan demikian, subsidi yang selama ini dinikmati oleh pihak yang tidak berhak mendapat subsidi harus dihentikan. EWI mendesak pemerintah untuk mencabut subsidi solar dari APBN karena ternyata tidak dinikmati oleh rakyat kalangan bawah, tapi dinikmati oleh kalangan mampu yaitu pengusaha dan pemilik kendaraan pribadi. Dan parahnya, siapa yang makin boros menggunakan bahan bakar, maka dialah yang mendapat subsidi lebih besar. Sehingga subsidi yang harusnya berkeadilan tidak terpenuhi.
Bagaimana mekanisme penyaluran subsidi supaya tidak membuat gejolak ongkos produksi dipasar? Ini mekanisme yang harus diatur oleh pemerintah, ada bentuk lain subsidi yang baik. Kepada kendaraan angkutan dristibusi, lebih baik pemerintah mensubsidinya lewat mekanisme pemotongan pajak kendaraan. Nilainya flat dan sama setiap kendaraan, dengan demikian ada keadilan besaran subsidi yang diterima dan tidak perlu menaikkan ongkos transportasi. Sementara itu kepada masyarakat khususnya masyarakat pasar yang seharusnya mendapat subsidi bisa dilakukan dengan cara membebaskan para pedagang pasar itu dari segala bentuk pungutan dan pajak-pajak yang tidak perlu dipungut. Ini lebih adil, karena semua menerima subsidi yang sama dan berkeadilan.
Maka atas dasar ketidak adilan subsidi bagi masyarakat, kami mendesak pemerintah untuk mengatur mekanisme subsidi yang lebih baik, tepat sasaran dan berkeadilan sosial. Pemerintah tidak perlu kuatir dengan pihak-pihak yang ingin mempolitisir masalah subsidi solar ini. Jika pemerintah mampu menunjukkan mekanisme baru subsidi yang lebih tepat, maka semua bentuk pernyataan yang terkesan atau pura-pura membela rakyat tidak perlu dihiraukan. Banyak yang pura-pura dan seolah-olah membela rakyat karena kehilangan subsidi, padahal sesungguhnya tidak demikian. Makanya pemerintah harus cermat menjelaskan ke publik bahwa subsidi pada produk seperti sekarang tidak mendidik rakyat.
Subsidi produk harus dihentikan dan subsidi harus kepada orang. Subjek subsidinya harus tepat, subjek bergerak bukan produk, karena subsidi pada produk seperti BBM hanya dinikmati oleh kalangan mampu yang punya kendaraan. Sementara masyarakat yang tidak punya kendaraan harus menunggu efek subsidi setelah berputar mulai dari hulu hingga hilir.
Untuk itu, sekali lagi kami menyatakan agar pemerintah memperbaiki mekanisme subsidi solar. Subsidi yang selama ini tidak tepat sasaran harus dicabut dan ditata ulang mekanismenya. Kasihan rakyat yang seharusnya menerima subsidi menjadi tidak menerima karena kesalahan mekanisme.
Jakarta, 15 Desember 2016