Home Ekbiz Corporate Jonan akan menurunkan harga jual listrik EBT

Jonan akan menurunkan harga jual listrik EBT

715
0

ENERGY – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kecewa dengan perkembangan proyek pembangkit energi baru terbarukan (EBT) saat ini. Proyek EBT terdiri dari pembangkit geotermal (panas bumi), tenaga surya, pembangkit biomassa dan biogas, serta pembangkit tenaga mini hidro.

Padahal, sejak tahun 2014 sampai tahun 2016, Kementerian ESDM sudah aktif membuat aturan feed in tariff yang memanjakan pengusaha swasta. Tujuannya adalah agar masuk ke proyek EBT tersebut. Tapi pengusaha swasta masih minim membangun proyek EBT.

Menteri ESDM Ignasius Jonan menilai, harga jual listrik dari EBT terlalu mahal, sehingga bisa menyebabkan tarif listrik tidak terjangkau masyarakat. Dia membandingkan tarif listrik dari pembangkit listrik tenaga surya di Uni Emirat Arab.

Dengan kapasitas pembangkit listrik sebesar 200 Megawatt (mw), tarif listrik PLTS di Uni Emirat Arab hanya sebesar US$ 2,42 sen per kWh. Sementara tarif listrik dari EBT di Indonesia paling murah sebesar US$ 4,2 sen per kWh dan bisa mencapai US$ 29 sen per kWh.

Untuk itu, pemerintah akan berusaha agar tarif listrik dari EBT lebih terjangkau. “Pemerintah pasti selaku berusaha untuk menuju least cost (harga yang kompetitif) agar bisa terjangkau. Ini yang harus diperjuangkan,” ucap Jonan.

Menurutnya, jika Arab Saudi dengan lifting minyak 3 juta barel per hari bisa mengembangkan EBT dengan harga yang murah, Indonesia juga bisa. Untuk itu Jonan mengimbau para pengusaha membuat harga jual listrik yang terjangkau.

Jika harga jual listrik EBT terlalu mahal, komitmen mencapai bauran energi EBT sebesar 23% bisa tidak tercapai. Untuk itu Jonan akan mengkaji kembali aturan feed in tariff. Diharapkan pada Januari 2017 sudah ada penetapan feed in tariff baru. “Saya akan minta harga kompetitif, termasuk panas bumi. Harapannya bisa bersaing dengan energi fosil,” ungkap dia.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Rida Mulyana menegaskan, feed in tariff baru yang terbit tahun depan hanya berlaku untuk kontrak baru. Sedangkan independent power producer (IPP) yang telah menandatangani  purchasing power agreement (PPA) tetap berjalan seperti biasa.

“Agar lebih kompetitif bisa memberi subsidi, tetapi jika tidak bisa memberi penangguhan pajak PPN atau PPh selama 6 tahun-8 tahun,” kata dia.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Energi Terbarukan, Halim Kalla bilang, mustahil mencapai tarif listrik EBT sebesar US$ 2,42 sen per kWh. Bagi pengusaha Indonesia, feed in tariff seharusnya di US$ 15 sen per kWh. “Saya rasa US$ 15 sen per kWh  itu affordable. Tiba-tiba berubah dan dianulir,” kata Halim.

Paulus Tjakrawan, Ketua Umum Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia, mengatakan, pernyataan Menteri ESDM cukup mengagetkan bagi pengusaha. Menurutnya, jika pemerintah ingin harga jual listrik EBT kompetitif harus melihat harga terendah yang berlaku di Indonesia, bukan membandingkan dengan negara lain.   |KNT/RNZ

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.