ENERGY – Aturan Relaksasi Ekspor Mineral Diduga Mal Administrasi dan akhirnya Koalisi masyarakat sipil melaporkan dugaan mal (cacat) administrasi terhadap proses pembuatan peraturan perundang-undangan terkait relaksasi ekspor mineral ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI).
Juru bicara koalisi, Ahmad Redi mengatakan PP 1/2017 itu belum ada penyampaian resmi dari Menteri ESDM Ignatius Jonan kepada Presiden. “Penelurusan kami hanya ada surat dari Arcandra Tahar (Wamen ESDM) ke Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, yang isinya menyampaikan draf naskah revisi PP untuk dikoordinasikan oleh Menko Perekonomian,” kata Ahmad saat audiensi ke Ombudsman, Jakarta, Senin (23/1/).
Peraturan yang dimaksud Peraturan Pemerintah (PP) No. 1 tahun 2017 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Redi menuturkan dua peraturan turunan PP tersebut yakni, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 5 tahun 2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri, serta Permen ESDM No. 6 tahun 2017 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Pelaksanaan Penjualan Mineral Ke Luar Negeri Hasil Pengolahan dan Pemurnian.
Saat ini pihaknya menduga ada cacat dalam proses penyusunan peraturan relaksasi mineral. Hal ini Mengacu Undang-Undang No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, sebuah regulasi seharusnya melalui proses perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengundangan, dan penyebarluasan. “PP dikeluarkan, beberapa jam kemudian Permen ESDM keluar, tidak mungkin ada hak masyarakat (berpartisipasi),” ujarnya.
Menurutnya, regulasi dua Permen ESDM itu belum melibatkan partisipasi publik harusnya dibuka ke publik. Dikatakannya, laporan gugatan mal administrasi ini bagian dari pelaporan gugatan ke Mahkamah Agung (MA). “Fakta-fakta ini nantinya didapatkan Ombudsman dapat memperkuat gugatan ke MA,”ujar Dosen Hukum Tarumaneraga ini.|ATA