ENERGYW0RLD – Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa ( RUPSLB ) Pertamina tgl 3 Febuari 2017 di Jakarta yang agendanya oleh pemegang saham Pemerintah diwakili pejabat Kementerian BUMN adalah selain mencopot Dirut Dwi Sucipto dgn Wadirut Ahmad Bambang, seketika juga telah mengangkat Plt Dirut Pertamina Yeni Handayani untuk masa 30 hari , selain itu juga telah memutuskan sepakat juga menghilangkan jabatan Wadirut dalam struktur organisasi Pertamina , sehingga dengan dihapusnya jabatan Wadirut dari struktur organisasi, maka dapat dikatakan secara sah dan meyakinkan menurut saya bahwa Meneg BUMN dengan Dewan Komisaris Pertamina secara tegas telah “mengakui salah membuat kebijakan perubahan struktur organisasi diusulkan oleh Dewan Komisaris Pertamina pada tgl 8 Agustus 2016 kepada Menteri BUMN dan telah disetujui pada tgl 20 oktober 2016 ” .
Padahal atas kebijakan dewan komisaris Pertamina tersebut , sudah berulang saya protes , yaitu :
1. Pada tgl 10 agustus 2016 , silahkan baca link media ekplorasi tgl 10 Agustus 2016 “Kudeta Merangkak di Pertamina” .
2. Pada tgl 1 November 2016 ” Pertamina terancam Hancur Akibat Agenda Rini Soemarno ” silahkan baca media Citizenjournlism.online .
3. Pada tgl.26 Desember 2016 ” matahari kembar di Pertamina ” silahkan baca di media Eksplorasi .
4. pada tgl 17 januari 2017 ” Kilang Pertamina Berjatuhan , kompentensi Direktur Pengolahan Dipertanyakan” ,silahkan baca media Ekplorasi tgl 17 Januari 2017 .
Sehingga apa yang sudah diprediksi sejak tgl 10 Agustus 2016 ternyata dalam proses waktu menjadi kenyataan pada akhirnya, dan anehnya lagi usulan Dewan Komisaris Pertamina saat itu dibuat secara tidak lazim dan terkesan hanya dengan alasannya untuk meningkatkan kinerja perusahaan menghadapi tantangan kedepan dan rencana pembentukan holding migas , dan terlebih lucu usulan perubahan struktur tersebut tidak dibahas bersama dengan Dewan Direksi Pertamina ( BOD ) dan telah disetujui oleh Meneg BUMN pada tgl 20 Oktober 2016, sehingga alasan Menteri BUMN mecopot Dirut dan Wadirut Pertamina yang tidak akur dalam menjalankan roda perusahaan telah disimpulkan sebagai kegagalan mengelola Pertamina adalah keliru dan bentuk cuci tangan Rini Soemarno.
Padahal persoalan kegagalan ini terjadi setelah perubahan struktur organisasi perusahaan dan.perubahan anggaran dasar perseroan yang telah memberikan kewenangan berlebihan kepada Wadirut itu adalah merupakan tanggungjawab renteng oleh Dewan komisaris Pertamina dengan Menteri BUMN Rini Soemarno .
Sehingga mohon kiranya Presiden sebaiknya menugaskan Penegak Hukum ( KPK ,Kejaksaan Agung dan Polri ), BPK dan Menteri Keuangan untuk melakukan audit forensik atas kebijakan ngawur tersebut telah nyata merugikan negara ( 5 kilang Pertamina total berhenti beroperasi tanpa direncankan terhitung tgl 2 Desember 2016 sd 15 Januari 2017 yang telah mengakibatkan Pertamina terpaksa mengimport solar dipasar spot dengar harga lebih mahal daripada pengadaan terencana di ISC , dan telah kehilangan margin kilang akibat stop beroperasi serta adanya potensi membayar klaim penundaan / ” demurage loading” kapal pemasok minyak mentah di tangki kilang ) , diharapkan juga untuk meninjau juga posisi Menteri BUMN dan jajaran komisaris Pertamina yang telah gagal dan salah membuat kebijakan dalam menata dan mengendalikan BOD Pertamina selama ini , khususnya terhadap sdri Rini Soemarno dan Tanri Abeng dkk.
Mengingat Menteri BUMN Rini Soemarno sebagai pembantu Presiden dan selalu menyatakan kebijakannya atas restu Presiden, maka kekeliruan yANg dilakukan oleh Rini Soemarno terhadap Pertamina harus dituntaskan agar publik tidak salah membaca kengawuran ini atas persetujuan Presiden.
Jakarta 4 Feb 2017
Yusri Usman – CERI