Home Ekbiz Corporate TAMBANG EMAS POBOYA, Bom Waktu di Palu (Bagian VII)

TAMBANG EMAS POBOYA, Bom Waktu di Palu (Bagian VII)

1079
0
Limbah tambang

ENERGYWORLD – Dalam hal ini pemerintah daerah harusnya dapat menerapkan aturan yang jelas dan tegas agar masyarakat sekitar bisa memahami akan pentingnya menghargai lingkungan.

Pemerintah daerah lewat struktur aparatur ke bawah terus mengawasi dan mengatur masyarakatnya agar bisa sedini mungkin masalah yang timbul dapat di atasi, dengan pendekatan yang baik ke dalam masyarakat penambang, tentu dengan sosialisasi aktif baik langsung atau pun tidak langsung dalam bentuk edukasi yang baik dengan melibatkan lembaga – lembaga khusus/ akademisi yang berkompeten dan tahu persis akan permasalahannya.

Kurangnya transparansi dalam proses perizinan Proses perizinan di Indonesia sangat berisiko menimbulkan korupsi, di mana suap sering dibayar untuk mengeluarkan izin tanpa mengikuti prosedur.

Modus suap di antaranya adalah untuk mengubah zonasi dari suatu daerah untuk memungkinkan dilakukannya konversi, dan untuk memberikan izin yang melanggar rencana tata ruang.

Kurangnya transparansi juga membatasi kemampuan kelompok masyarakat sipil untuk berpartisipasi dalam pemantauan penggunaan lahan dan alokasi lahan. Informasi tentang aplikasi lisensi, dan lahan yang dialokasikan untuk diberikan izin juga tidak tersedia untuk umum.

Kurangnya kejelasan kebijakan lahan. Berbagai kementerian yang ada di pemerintah (yaitu kehutanan, pertanian, energi dan sumber daya mineral) sering memiliki kebijakan yang berbeda atau bertentangan penggunaan lahan, termasuk proses untuk mendapatkan izin. Tak jarang, hal ini telah menyebabkan dua atau lebih izin yang diberikan tumpang tindih untuk bagian yang sama dari tanah.

Desentralisasi memberikan kewenangan perizinan lahan kepada pemerintah kabupaten tanpa adanya kewajiban untuk mempertahankan jasa ekosistem. Banyak kasus pemberian izin hanya untuk memperoleh kas PAD dan pada akhirnya menimbulkan freerider (pihak lain yang hanya coba cari untung).

Karena pendapatan yang menguntungkan dari pemberian izin, telah menyebabkan beberapa pemerintah kabupaten telah mengalokasikan hingga 50 persen dari tanah mereka untuk lisensi ekstraksi di wilayah administrasinya. Menangani tumpang tindih izin dan operasi ilegal akan memerlukan tinjauan terhadap alokasi lisensi, dan diperlukan upaya transparansi dalam proses perizinan. (BERSAMBUNG)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.