Utang negara di bawah pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla terus membengkak dalam beberapa tahun belakangan. Jika pada 2014 lalu nilai utang negara mencapai Rp 2.608,80 triliun, maka utang pemerintah RI hingga Mei 2017 melonjak jadi Rp 3.672 triliun. Berarti dalam tiga tahun ini utang pemerintah membengkak Rp 1000 triliun.
Dalam APBN 2018 yang baru saja disahkan, pemerintah menetapkan defisit mencapai 2,19 persen terhadap PDB. Defisit anggaran ini mengalami penurunan dari Rp362,9 triliun pada outlook tahun 2017 menjadi Rp325,9 triliun dalam tahun 2018.
Karena itu, salah satu prioritas anggaran pemerintah saat ini yaitu membayar utang negara tersebut.
Hal inilah yang banyak disesalkan para ekonom dan pengamat, karena anggaran itu tidak digunakan untuk membangun kualitas sumber daya manusia atau untuk kepentingan lainnya.
Sementara di pihak lain, para pengusaha mengeluhkan melemahnya daya beli masyarakat sehingga membuat usaha mereka terancam gulung tikar.
Kebijakan pengetatan anggaran dan pajak yang dilakukan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati dinilai sebagai salah satu faktor pendorong hal tersebut.
Salah satu tokoh yang mengkritisi kebijakan pengetatan anggaran oleh Sri Mulyani itu yakni ekonom senior Rizal Ramli. Mantan Menteri Koordinator Perekonomian di awal era reformasi itu mengeritik pemotongan anggaran yang besar untuk sektor sosial, dan bukan untuk pembayaran pokok dan bunga utang.
“Satu-satunya pos anggaran yang tidak diubah, pos pembayaran pokok dan bunga utang. Yang lain semuanya bisa dipotong, jelas sekali ke mana kesetiannya,” tulis Rizal Ramli dalam laman Facebooknya, beberapa waktu lalu.
Ia menegaskan, sebetulnya banyak cara inovatif untuk mengurangi utang. Rizal Ramli menyebut kasus utang negara yang pernah ia tangani tanpa harus menumpuk lebih banyak utang atau “gali lubang tutup lubang”.
Misalnya di tahun 2000 silam, ia menyepakati “Debt for Nature Swap” dengan Jerman. Saat itu, ratusan juta dolar AS utang Indonesia dihapus dan ditukar dengan konservasi hutan.
Selain itu, pada 2001, Rizal Ramli juga mengatur “Debt Swap” dengan Kuwait.
“Utang mahal ditukar dengan utang bunga rendah. Kuwait saking gembiranya berhadiah gratis flyover Pasopati di Bandung,” katanya.