Specialist Madya Busnies Management Dirjen SKK Migas Kementrian ESDM, Azhari Idris di Meulaboh bulan April 2016 telah mengatakan, semua perencanaan tersebut telah ada di pemerintah pusat untuk program jangka panjang dan akan menjadi tugas dari Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA).
“Untuk program jangka panjang nanti sebenarnya ada di Kementrian ESDM. Ini sangat tergantung kemampuan BPMA mendatangkan calon investor melakukan survei dan pengeboran di blok-blok berpotensi. Mudah-mudahan itu bisa terjadi,” kata Azhari seperti dilansir Antara.
Pernyataan tersebut disampaikan usai mengisi kuliah tamu sekaligus sosialisasi tentang kegiatan pengelolaan usaha hulu Migas di Indonesia kepada seratusan mahasiswa Akademi Komunitas Negeri (AKN) Meulaboh di aula setdakab Aceh Barat.
Pada acara tersebut SKK Migas juga menyampaikan terkait kewenangan Pemerintah Aceh untuk kedepannya akan mengelola Migas sendiri setelah ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2015 melalui pembentukan BPMA yang merupakan turunan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Dalam PP tersebut disebutkan bahwa pemerintah pusat dan Pemerintah Aceh melakukan pengelolaan bersama sumber daya alam minyak dan gas bumi, BPMA akan menjadi otoritas sampai kepada mendatangkan investor.
“Ketika sudah ada BPMA secara efektif, maka SKK Migas tidak ada lagi disini, mungkin hanya untuk konsultasi dan membantu itu tetap. Tetapi otoritasnya termasuk penandatangganan kontrak itu adalah BPMA,”jelas Azhari.
Lebih lanjut dijelaskan, posisi saat ini ada 11 blok Migas di Provinsi Aceh serta beberapa temuan yang sudah ada dalam pengembangan bereksploitasi maupun masih eksplorasi, terutama di kawasan Aceh Timur, Aceh Tamiang dan Aceh Utara.
Menurut Azhari, untuk kawasan barat selatan Aceh hingga kini belum ada satupun blok Migas yang dikelola, karena itu diharapkan BPMA dapat bekerja optimal kedepannya mencari calon investor melakukan survey dan pengeboran pada lokasi berpotensi memiliki cadangan Migas.
Pada kesempatan tersebut, ia menjelaskan bahwa setelah Exxon Mobil Oil Indonesia di Aceh berakhir kontrak pada 2018, pemerintah tidak lagi memperpanjang kontrak tersebut dan mengalihkan pengelolaan dan kepemilikan pada PT Pertamina (persero).
“Exxon Mobil itu sebenarya sudah tidak ada lagi di Aceh, karena sudah dialihkan operatornya ke Pertamina, jadi tidak ada lagi perpanjangan kontrak. Saat ini di Aceh ada 11 blok Migas, beberapa temuan baru juga sudah ada dan ini akan dikelola sendiri BPMA,” bebernya.
Azhari yang juga berdarah Aceh ini menyatakan, bahwa untuk Sumber Daya Manusia mengelola sektor Migas di Aceh tidak usah dikhawatirkan, karena banyak putra-putri Aceh sudah berhasil di dalam dan luar negeri berkarir di dunia perminyakan.
Kemudian semua itu bertumpu pada kemampuan BPMA untuk merangkul kembalinya anak-anak Aceh membangun daerahnya mengelola SDA bersama pemerintah, apalagi banyak masyarakat Aceh dibiayai kuliah luar negeri untuk persiapan tersebut.
Azhari memastikan dalam beberapa hari kedepan, Menteri ESDM akan segera mengumumkan kepala badan BPMA yang sebelumnya telah diusulkan tiga orang nama, apabila telah terbentuk defenitif maka kinerja badan tersebut akan menentukan masa depan Aceh dari sektor Migas.
“Ya mudah-mudahan dalam beberapa hari kedepan ini Pak Menteri sudah menunjuk dan kemudian melantik kepala BPMA, setelah itu barulah dibentuk struktural agar dapat bekerja lebih optimal,”haraanya.
Pada acara tersebut turut hadir Kepala Dinas Keteknikan Geologi dan Geofisika Shinta Damayanti, serta Kepala Dinas Hubungan Masyarakat dan Kelembagaan Syaifuddin, Wakil Bupati Aceh Barat Rachmad Fitri HD, Ketua AKN Dr Mursyidin Zakaria, MA serta akademisi dan LSM.
Kini kembali ramai karena Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menemukan adanya cadangan migas yang besar di Simeleu, Nangroe Aceh Darussalam (NAD). Cadangan migas tersebut mencapai 230 miliar barel. Dan mata dunia akan segera memusatkan pandangannya ke NAD. Hal ini setelah ditemukan cadangan migas yang lebih besar dari Arab Saudi.
“Pas raker dengan kami, BPPT membuka potensi migas ini (230 miliar) di Simeleu, Aceh. Kami kaget karena ini lebih tinggi dari cadangan minyak Arab Saudi,” ujarnya saat bicara di Makassar, Kamis (2/11).
Dia menjelaskan, cadangan migas ini merupakan misteri alam. Sebab, munculnya usai peristiwa Tsunami pada 2004 lalu. Menurutnya, saat terjadinya Tsunami maka lempengan-lempengan bumi yang mengandung migas berputar dan masuk ke wilayah Aceh.
“Tsunami bukan hanya berdampak ke kesusahan di Aceh tetapi menjadi berkah ke sektor migas,” jelasnya.
Untuk itu, dia meminta BPPT dan Kementerian ESDM untuk menindaklanjuti temuan ini. Alasannya, cadangan ini harus digarap maksimal, sehingga dapat mendorong peningkatan produksi migas nasional.
“Usai reses atau bulan ini, kita panggil BPPT, ESDM dan Pertamina untuk mengkaji temuan ini lebih lanjut,” tandasnya. Semoga saja ini akan berkah dan benar.