ENERGYWORLDINDONESIA, ENERGYWORLD.CO.ID – Bahwa ada kabar akan dibentuknya holding BUMN tambang sangatlah mengherankan dan juga membuat tak habis pikir. Kami di Tim Energy World Indonesia (EWINDO) melihat bahwa ini harusnya dilakukan penuh pertimbangan yang matang dan pemikiran panjang. Harus ada kajian dan sejumlah hal yang terbuka sifatnya dan menguntungkan untuk bangsa demi kepentingan rakyat seutuhnya.
Baiklah kita sampaikan kenapa kami di EWINDO heran dan tak habis pikir. Kerena sejumlah hal diluar nalar yang umum. Alasannya karena tiga BUMN ini sudah melantai di bursa efek artinya sudah Terbuka atawa Tbk dan punya reputasi dan kinerja “lumayan” jika belum dikatakan baik dan tentunya secara akurasi korporasi ini jelas ada catatannya. Minimal bisa di tengok dari annual report mereka yang selalu tercatat dalam data BEI.
Ketika BUMN (PT Aneka Tambang (ANTAM), PT Timah, dan PT Bukit Asam (PTBA) kenapa bisa dan akan dilebur dan “harus” digabungkan dengan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) sebuah BUMN yang bergerak di bidang peleburan Aluminium dan belum Tbk. Inalum akan menguasi semua persero karena ketiga BUMN tadi harus berada di bawah Inalum. Ini jelas absurd. Dikatakan absurd karena ada peran yang dimatikan dari negara dalam hal ini pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) karena keduanya tak bisa mengawasi kembali tiga BUMN itu.
Pandangan Pengamat Hukum Sumber Daya Alam dari Universitas Tarumanegara, Ahmad Redi menjelaskan dengan dihapusnya status persero pada tiga BUMN yang tergabung dalam holding tambang maka upaya intervensi pemerintah dan pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan berkurang. Di mana ketentuan ini telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.
“Walaupun dalam keterangannya pemerintah mengklaim negara masih memiliki peran dalam pengawasan, tapi jelas upaya tadi tidak akan bisa secara langsung atau bakal bertingkat. Ini karena kepemilikan saham Antam, Timah, dan Bukit Asam akan berada di bawah Inalum lantaran status persero mereka telah dihapus,” kata Redi (16/11/17).
Alasan kedua dari Redi adalah masalah yang juga berpotensi muncul di dalam pembentukan BUMN pertambangan ialah masuknya sejumlah kepentingan seiring dengan perubahan status tiga BUMN. Dengan tidak lagi menjadi BUMN, kata dia, manajemen Antam, Timah, dan Bukit Asam tidak memiliki kewajiban dan tanggungjawab yang langsung terhadap pemerintah dan DPR.
“Ini akan menjadi lahan baru dan memunculkan praktik mafia pertambangan baru. Padahal saat ini pengawasan dan kinerja tiga BUMN tadi terbilang ketat karena diawasi pemerintah, DPR dan investor karena ketiganya adalah emiten,” kata Redi.
Masalah ketiga yang juga berpotensi timbul akibat pelaksanaan konsep BUMN pertambangan berangkat dari menurunnya kontrol rakyat terhadap kinerja dan posisi keuangan tiga BUMN. Di mana penurunan kontrol merupakan dampak negatif dari berkurangnya fungsi pengawasan DPR.
“Contohnya pemberian PMN yang dulu bisa langsung diawasi oleh DPR dan rakyat karena ketiga BUMN masih berstatus persero. Tapi kalau persero dihapus, kita tidak akan bisa mengawasi langsung. Bahkan kalau Inalum mau menjual saham Antam, Timah, dan PTBA ke asing pun tidak harus mendapatkan izin dari DPR kalau persero mereka dihapus,” katanya.
Hal senada dengan kacamata lainnya Pengamat Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr Fahmy Radhi mengatakan bahwa Pembentukan Holding BUMN Tambang merupakan keniscayaan.
Selain itu, kata Fahmy kedekatan Budi dengan Menteri BUMN Rini Soemarno akan menimbulkan syak wasangka bahwa Rini berkepentingan menguasai dan mengendalikan BUMN Holding.
“Seperti yang terjadi saat ini contoh terjadi di Pertamina,” ujarnya.
Pendapat keras disampaikan Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia Ferdinand Hutaehan mengatakan
“Jika tidak ingin pemerintah disebut melanggar UU, pemerintah sebaiknya dan harusnya membatalkan penghapusan status perseroan di 3 BUMN Tambang ke Inalum,” ujarnya.
Secara prinsip, pembentukan holding itu bagus, bisa mengurangi beban keuangan dan beban pengeluaran, yang penting tidak hanya sekadar menggabungkan tapi tidak merobah skema opetasional.
“Pembentukan holding BUMN tambang yang sekarang sedang akan dilakukan oleh pemerintah patut dipertanyakan. Pasalnya, pemerintah menghilangkan status BUMN dari 3 BUMN kemudian saham kelas B nya dilepas. Ini yang aneh, mengapa status BUMN nya dihapus? Bukankah itu melanggar UU Keuangan dan UU BUMN? penghapusan tanpa persetujuan DPR itu tidak sah,” bebernya.
Ferdinand juga mengatakan selain tidak sah, penghapusan itu berdampak kepada nilai aset dan saham penerintah yang ada di bumn tersebut. Dampaknya bisa merugikan keuangan negara dan mengurangi pendapatan negara. “Makanya haris dikaji dulu dengan kompeherensif, pemerintah jangan asal bertindak semaunya. Jangan mengedepankan kekuasaan, semua ada aturan,”jelasnya.
Kasus Seperti PGN dan Pertagas
Kasus peleburan tiga BUMN Tamabang dan akan disatukan dnegan Inalum sebenarnya mirip dengan kasus PGN harus dilebur dengan Pertagas. Pesamaannya adalah sebuah perusahaan Tbk. suruh diambil oelh perusahaan yang belum terbuka. PGN adalah yang sudah listing di bursa, sedang Pertagas adalah anak usaha Pertamina. Namun hingga kini dua perusahaan pelat merah dalam industri gas nasional, rupanya mulai memperlihatkan tingkat persaingan mereka. Ego kedua perusahaan milik negara tersebut pun kerap terlihat yang kabarnya untuk meningkatkan pangsa pasar mereka di dalam negeri.
Lagi-lagi cerita ini adanya di Kementrian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), kembali berencana untuk menyatukan atau mensinergikan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk dan PT Pertamina Gas (Pertagas). Menurut Menteri BUMN, Rini M Soemarno. Pada dasarnya menurut Rini, rencana penyatuan PGN dan Pertagas merupakan salah satu hal yang diharapkan oleh Presiden Joko Widodo. Rini mengatakan, bahwa Presiden Jokowi, mengharapkan adanya efisiensi dalam pengelolaan aset.
“Kalau PGN-Pertagas, investasi jangan dobel-dobel, terutama infrastruktr gas, yaitu pipa-pipanya. Sebelumnya sudah terjadi, sudah ada pipa gas PGN, Pertamina membuat sendiri. Sudah ada Pertagas, lalu PGN membuat sendiri,” kata Rini, pada 30 November 2015 di lansir Energyworld.co.id.
Rini mengharapkan, bahwa aktivitas semacam itu tidak kembali terulang. Oleh sebab itu, infrastruktur gas akan disatukan. Dan kemungkinan besar, kata Rini, PGN akan memegang semua infrastruktur gas. Selain itu, Rini juga menyoroti pentingnya memperhatikan aset-aset terkait gas. Pasalnya, aset-aset gas beragam, termasuk investasi pada pipa-pipa, produksi, sumur gas, dan proses gas.
“Ini kan aset yang harus kita perhatikan dengan baik. Kekuatannya di mana. PGN kuat di infrastruktur sebenarnya, karena juga masuk ritel, ke rumah-rumah. Ini kami inginkan infrastruktur pendistribusiannya akan kita fokuskan ke PGN. Kita akan analisa secara keuangan dan secara menyeluruh,” ungkap Rini.
Rini menambahkan, bahwa rencana penyatuan PGN dan Pertagas membutuhkan waktu yang tidak lama. Meski begitu Rini mengaku, ada sedikit kesulitan untuk mensinergikan kedua perusahaan BUMN tersebut. Namun dia tetap optimis, bahwa dengan duduk bersama maka jalan tengah untuk mewujudkan kerja sama kana semakin terbuka lebar.
Direktur Utama PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), Hendi Prio waktu, pun mengaku pasrah dengan rencana pemerintah untuk melebur perusahaan gas yang dipimpinnya dengan Pertagas. Untuk itu, ia menyerahkan keputusan akhir merger tersebut kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno selaku perwakilan pemerintah, yang merupakan pemilik saham mayoritas (56,96 persen).
“Kami akan ikut arahan dari pemegang saham (mayoritas), pemerintah. Kami serahkan ke BUMN,” ujar Hendi Prio di Hotel Darmawangsa, dilansir EnergyWorld.co.id 15 Desember 2015.
Sementara itu, Analis Pusat Kajian Energi Indonesia (PUSKEINDO) Hermana HMT, menjelaskan bahwa pada masa pemerintahan Soesilo Bambang Yudoyono (SBY), terdapat isu bahwa penyatuan kedua perusahaan pelat merah ini sudah terjadi pada pertengahan 2014 lalu. Dimana menurutnya, pemerintah (Kementerian BUMN) ketika itu, telah resmi menggabungkan Pertagas ke dalam PGN pada 7 Mei 2014 lalu.
“Namun isu ini sangat tertutup dan sangat mengejutkan. BUMN yang pada saat itu di pimpin Dahlan Iskan, rupanya telah menyetujui agar PGN mengambil alih seluruh saham Pertagas. Namun pengambil alihan tersebut selain dalam rangka untuk meningkatkan kinerja, juga bisa jadi ada sebuah rencana di balik itu, menjelang Pilpres pada Juli 2014 lalu. Hingga saat ini isu tersebut masih menjadi rahasia dan belum transparan, bahkan belum banyak yang berani bicara,” jelas Hermana.
Dalam konteks terbaru kasus rencana 3 BUMN Tambang apakah pemerintah melihat bahwa salah satu dari perusahaan tersebut telah ada yang gagal ata ada dalam keuntungan bisnis yang dimainkan?
“Sebegitu mendesakkah kondisi saat ini sehingga harus melacurkan 3 BUMN Tambang? Kalau melihat kasus merger Pertagas dan PGN, sesungguhnya yang menjadi penyebab menurut saya lebih dilatar belakangi oleh politisasi saat itu mau pilpres. Sedangkan Kasus 3 BUMN Tambang bisa jadi adanya mafia yang mendorong ke sehingga 3 BUMN ini kalau digabung akan ada yang untung, dan bermain bisnis alih pungsi,” kata Hermana.
Akhirnya colotehan Nanik Deyang Sudari bisa jadi benar yang menjadi viral bahwa Sungguh aneh perusahaan yang super sehat dipaksa melebur dan merger dengan perusahaan yang belum Tbk.
Dimana -mana yang terjadi perusahaan yang sudah listed biasanya yang menjadi lead, ini justru tiga perusahaan listed harus menjadi anak perusahaan perusahaan yang belum listed. SIAPA BERMAIN??? Kemana DPR , kemana LSM , wahai para wartawan dimana nurani kalian atas bakal lenyapnya tiga BUMN tambang legendaris ini?, tulis Nanik.
dan benar kemapa ya mereka ini ada TIGA BUMN TAMBANG “DILACURKAN”? |TIM RED EWINDO