ENERGYWORLD.CO.ID – Isu lama sejak zaman Presiden SBY dan menteri BUMN Dahlan Iskan muncul kembali. Ada sebuah kebijakan holdingisasi BUMN dimama hal tersebut kini menuai penolakan bukan hanya dari Komisi VI DPR, tapi juga dari Komisi XI yerkait keuangan negara serta Komisi VII mengenai penataan badan usaha migas.
Gus Irawan Pasaribu Ketua Komisi VII DPR mengatakan dengan mencaplok PT Perusahaan Gas Negara (PGN) ke dalam PT Pertamina, sama sekali tidak sesuai dengan rencana penataan BUMN migas melalui Revisi UU Migas yang pembahasannya saat ini tengah bergulir di Komisi VII.
“Holding migas itu tidak sesuai dengan bahasan UU Migas, kami maunya memfokuskan kor bisnis BUMN. Pertamina fokus minyak sedangkan PGN fokus bisnis gas. Bukan malah Pertamina mencaplok PGN,” kata Pasaribu Jumat (15/12) dalam laman JPNN.
Anak perusahaan Pertamina yang menjalankan bisnis gas, mesti dileburkan ke dalam PGN supaya tidak mengalami kerugian sebagaimana temuan BPK dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2017.
Dengan penataan semacam itu, DPR berkeyakinan pengawasan terhadap BUMN akan semakin efektif, karena disinyalir cucu perusahaan Pertamina yakni Pertagas Niaga yang merupakan anak dari perusahaan Pertamina Gas (Pertagas) melakukan aksi ‘broker’ hingga membuat harga gas di Medan pada waktu itu menjadi sangat mahal mencapai USD 12,28 per MMBTU. Pertagas harus dilebur ke PGN supaya efisien. Kalau gini semua ambil margin, konsumen yang dirugikan. Jangan semuanya diserahkan ke Pertamina, kayak supermen aja,beber Pasaribu.
“LPG yang diurus pertamina saat ini mengalami kelangkaan. Kalau semua dikasih ke Pertamina, rusak tatakelola migas ini,” tegas Gus Irawan.
Seperti diketahui, Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2017 BPK, menemukan potensi kerugian Pertagas bersumber dari tidak optimalnya bisnis niaga dan transportasi gas perusaaan di sejumlah wilayah, mulai dari Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Jawa Timur dalam periode 2014 hingga semester I 2016.
Sementara pada aspek lain, arus komunikasi Kementerian BUMN dan Komisi VI DPR mengalami hambatan lantaran adanya aksi boikot terhadap Menteri BUMN Rini Soemarno dan sampai kini belum tuntas dan tak ada langkah konkret.
Ditepi lain ada hal yang lucu Direktur Utama Pertamina Hina PGN dalam sebuah acara wisuda mahasiswa IPMI yang termasuk didalamnya ada pegawai PGN yang menyelesaikan program MBA di kampus IPMI miliki Bustanil Arifin itu.
Komentar Dirut Pertamina Elia Massa Manik yang mengecilkan PT PGN Tbk (Persero) dikecam oleh sejumlah kalangan dan sempat ramai di YouTube, sayang link YouTube https://youtu.be/E8AkI8zBcJE itu kini sudah dihapus, namun kami sempat memiliki datanya: Silakan klik dan tonton video berdurasi 2.40 menit dibawah ini.
WhatsApp Video 2017-12-15 at 14.43.31.mp4
Data ini sudah dihapus dari YouTube https://youtu.be/E8AkI8zBcJE per jam 14.19 (Jumat/15/12)
Dalam video YouTube Channel IPMI Campus Live itu di depan wisudawan IPMI International Business School Jakarta kejadianya Rabu (13/12), Massa Manik berkomentar bahwa dirinya tidak berminat terhadap rencana holding migas yang tengah disusun Kementerian BUMN.
“Sekalipun PGN bergabung dengan Pertamina itu tidak akan banyak membantu. Mereka terlalu kecil. Saya dapat menunjuk seorang VP (vice president) untuk mengelola perusahaan itu. Saya tidak sedang bercanda,” katanya dalam bahasa Inggris. Lantas kenapa.
PGN dikucilkan oleh Dirut Pertamina ini, kenapa begitu seorang Dirut BUMN besar “menghina”. Sumber kami di PGN mengatakan tak apa-apa kalau menganggap PGN kecil. “Emang PGN kecil kalau di bandingin pertamina,” kata petinggi di PGN itu yang enggan disebutkan namanya.
Namun kata sumber tadi, komentar Dirut Pertamina itu menurut saya salah kalau bandingin dengan PGN, karena Pertamina sudah dikasih privileg yang besar sekali sejak awal 1970. Harus-nya dia bandingin sama Petronas, dll.
“Nah baru keliatan betapa jalan tempatnya Pertamina dibandingkan Petronas yang dulu belajar ke Indonesia hehehehe,”imbuh sumber tadi.
Jadi blebbb deh maunya apa sih Dirut Pertamina Elia Massa Manik itu kok berseloroh tak pantas. |RNZ/EWINDO