ENERGYWORLD.CO.ID – Event Gas Indonesia Summit & Exhibition 2018 (GIS 2018), akan digelar pada 1-3 Agustus 2018 nanti. Tema kali ini “Indonesia’s Only Fullstream Natural Gas & LNG Event” adalah pertemuan para pemangku kepentingan di industri gas alam dan gas alam cair (Liquified Natural Gas/ LNG). Mulai dari hulu, pengolahan dan pemurnian, pemasaran dan distribusi, hingga pemanfaatan hilir dan pembangkit tenaga listrik.
“GIS 2018 adalah upaya kolaboratif untuk membuka peluang investasi dan pengembangan industri, khususnya sektor gas alam dan LNG yang dinamis di Indonesia,” kata Vice President DMG Events Gerard Leeuwenburgh pada pertemuan Executive Comitte Gas Indonesia Summit & Exhibition 2018, di Hotel Four Seasons Jakarta, Jumat (16/3).
Beberapa isu menarik akan dibahas dalam kegiatan ini, seperti pemenuhan distribusi permintaan gas alam di Indonesia. Pengembangan infrastruktur gas alam dan LNG di wilayah Indonesia Tengah dan Indonesia Timur, hingga peluang di proyek Indonesian Deepwater Development untuk pasokan gas.
Rencananya, EVENT ini akan menghadirkan 70 pembicara, 400 delegasi, menargetkan 5000 pengunjung dan 70 peserta pameran.
Hadir pada acara tersebut Gas and Power Lead for Asia Mackenzie Edi Saputra mengatakan, kondisi surplus LNG saat ini penyebabnya adalah pasar domestik yang belum mampu menyerap optimal, dari alokasi 6 juta ton perkiraannya hanya bisa terserap hingga 2,8 juta ton.
Sisanya, kata Edi, masih terlalu besar jika dilepas ke pasar spot. Sementara, ada potensi pasar ekspor seperti Jepang dan Korea yang kontraknya diputuskan pemerintah untuk tidak diperpanjang lagi.
“Salah satu langkah yang bisa diambil pemerintah misalnya fleksibel untuk membuka keran ekspor gas [LNG] karena surplus tidak hanya diakibatkan kebutuhan domestik menurun, tapi keputusan pemerintah membatasi ekspor,” kata Edi.
Edi memprediksi ada peningkatan permintaan LNG dari pasar domestik pada tahun ini menjadi 2,8 juta ton.
Jumlah tersebut meningkat sekitar 15% dari realisasi penyerapan tahun lalu sebesar 2,4 juta ton.
Meski begitu, pasokan berlebih harus tetap diantisipasi. Edi memprediksi jumlah produksi LNG tahun ini sekitar 18,5 juta ton. Namun, ada sekitar 3-4 juta ton yang belum ada kepastian penyerapan.
“Yang committed itu untuk pasar ekspor 12,5 juta ton ke pembeli Asia Timur seperti Taiwan dan China. Sisa 6 juta ton, untuk kebutuhan pasar domestik kalau bisa serap 2,8 juta ton, maka ada surplus 3-4 juta ton,” terang Edi.
Jumlah surplus tersebut, kata Edi, terlalu besar untuk diserap pasar spot LNG. Sementara itu untuk produksi LNG, disampaikan dia, masih didominasi dari Blok Bontang sekitar 9 juta ton, lalu Blok Tangguh sebesar 7 juta ton, dan 2,5 juta ton sisanya dari Blok Donggi Senoro.
“Salah satu langkah yang bisa diambil pemerintah misalnya fleksibel untuk membuka keran ekspor gas [LNG] karena surplus tidak hanya diakibatkan kebutuhan domestik menurun, tapi keputusan pemerintah membatasi ekspor,” jelas Edi.
Tahun lalu, lanjut Edi, ada beberapa kontrak eskpor yang berhenti dan pemerintah menolak memperpanjang. Oleh sebab itu, ada kelebihan pasokan LNG. |Edy-EWINDO