ENERGYWORLD.CO.ID – Pimpinan Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) menggelar Focus Group Discussion di Ropisbak WarunKomando Tebet Jakarta Selatan, (1-8-2018) bertema “Membongkar Akar Permasalahan Pertamina”.
Hadir sebagai narasumber Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman, Perwakilan BUMD Migas Jawa Barat Hermawan, Wakil Ketua Umum PP KAMMI Aza, Presiden FSPPB Arie Gumilar dan Ketua Umum eSPeKaPe Binsar Effendi Hutabarat. Selain itu hadir juga pembina FSPPB dr Ugan Gandar, mahasiswa Universitas Pertamina, dan insan pers.
Membuka sesi FGD Aza El Munadiyan menyampaikan mengenai peran dan tanggung jawab Pertamina yaitu pada penyedia utama BBM di Indonesia. Namun berbagai kebijakan seringkali menghambat kinerja Pertamina. Permasalahan yang ramai akhir-akhir ini adalah penghapusan direktorat gas dan energi terbarukan di Pertamina , kemudian penyediaan kembali BBM Premium dan yang terakhir afa upaya melego aset Pertamina , holding Migas khususnya Pertagas dengan PGN,” papar Aza.
“Niat yang terlihat baik yang dilakukan pemerintah seringkali tidak berdasarkan kajian dan analisis mendalam lebih pada kepentingan politik dan berbagi kue ekonomi. Data menunjukan bahwa neraca perdagangan Indonesia bulan Januari 2018 mengalami defisit sebesar US$ 670 juta dimana faktor penyebabnya dipicu tingginya angka impor terutama komoditas minyak. Data Badan Pusat Statistik (BPS) awal tahun 2018, tingkat impor minyak Indonesia Year-to-Year (YoY) mencapai 26,44%. Selain itu kenaikan impor karena meningkatnya investasi di sektor hulu hingga mencapai US$ 20 miliar atau meningkat dua kali lipat dari tahun sebelumnya dimana mayoritas belanja modal tersebut berasal dari komoditas impor,” papar Aza lebih lanjut.
“Beban keuangan yang besar ini semakin berat dengan rencana penyediaan kembali BBM bersubsidi. PP KAMMI menolak kenaikan harga BBM dan kebijakan subsidi yang seringkali tidak tepat sasaran. Seharusnya jika pemerintah memberikan subsidi BBM dengan memberi aturan pembatasan penggunaan misal hanya dijual pada jalur khusus untuk angkutan umum (pelat kuning), angkutan pedesaan, keperluan pertanian dan nelayan dan sepeda motor agar mudah diawasi,”papar Aza lebih lanjut.
Sementara itu Ketua Umum eSPeKaPe Binsar Effendi Hutabarat memberikan pandangan mengenai gerakan rakyat harus memperjuangkan kedaulatan energi nasional.
“Rakyat harus mendesak DPR untuk selesaikan RUU Migas yang mangkrak, memantau pergantian Plt Dirut Pertamina Nicke Widyawati dengan figur yang profesional dan ahli. Kemudian rakyat harus mengawal gugatan Permen ESDM No. 23 Tahun 2018 di MA, dan awasi proses penyerahan Blok Rokan ke Pertamina tahun 2021, selain itu pemerintah harus memfasilitasi Partisipasi Interest 10 persen untuk Pemda Provinsi Jawa Barat atas Blok ONWJ yang belum terbayarkan oleh Pertamina,” papar Binsar singkat.
Sementara itu Yusri Usman Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia(CERI).
“Pertamina ini sudah kebanyakan beban dan banyak intervensi negatif yang dialaminya , maka untuk mengurangi beban keuangan Pertamina, Pemerintah juga telah sepakat menambah subsidi solar tahun ini menjadi Rp 2.000 per liter. Sedangkan untuk tahun 2019 menjadi maksimum Rp 2.500 per liter,” jelas Yusri.
Disisi lain muncul kebijakan aneh Pemerintah dengan menerbitkan Peraturan Presiden nmr 43 thn 2018 yang merevisi Perpres 191 thn 2014. Mewajibkan Pertamina menyalurkan kembali Premium Ron 88 sebagai penugasan di sekitar 1950 titik SPBU di Jawa dan Bali , selain harganya tidak disubsidi , volumenya ditingkatkan menjadi 12 juta kilo liter, apalagi di pasal 3 ayat 10 dari Perpres 43 itu tidak dijelaskan dengan kongkrit bagaimana menalangi kerugian besar yg akan dialami Pertamina.
“Padahal dengan harga minyak dunia saat ini dan melemahnya rupiah terhadap dolar, maka tak kurang beban yang ditanggung Pertamina perliter bisa menacapai Rp 2000, ini akar masalah yang mendasar mendera Pertamina selain posisi Dirut belum ditetapkan oleh Presiden sudah lebih 3 bulan menambah parahnya kondisi Pertamina,” papar Yusri.
Sedangkan menurut Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu( FSPPB) memaparkan mengenai langkah-langkah yang diambil oleh serikat pekerja.
“PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN/PGAS) merupakan perusahaan terbuka yang 43% sahamnya beredar di pasar. Dari jumlah itu, 18% dipegang investor domestik, dan 82% dipegang oleh investor asing. Sedangkan Pertagas merupakan perusahaan yang sehat dan 100 persen milik rakyat Indonesia namun anehnya bukan Pertagas yang menjadi holding. Ada keanehan disini maka Komisi Pemberantasan Korupsi harus turun tangan terutama pilihan kebijakan akuisisi padahal masih banyak opsi lain yang lebih menguntungkan,”papar Arie.
Hermawan dari perwakilan PT Hulu Migas Jabar juga menyoroti mengenai akuisisi Pertagas. “PGN ini kondisi sahamnya undervalues, kemudian mengakuisisi Pertagas hasilnay value tidak bertambah. Berarti ada masalah dalam pengambilan keputusan bisnis karena market tidak merespon baik akuisisi,” papar Hermawan.
“Pertamina ini perusahaan besar dan strategis seharusnya dikelola dengan baik bukan menjadi sapi perah penguasa,” cetus Hermawan
FGD kemudian berlanjut ke tanya jawab yang disambut meriah oleh peserta. Dalam sesi tanya jawab terlontar pertanyaan kepada pembicara salah satunya mengenai kemampuan Pertamina dalam mengelola dan membiayai blok Rokan dan blok-blok lainnya.
Arie Gumilar Presiden FSPPB menyatakan Pertamina untuk blok Rokan bisa membiayai operasional pengeboran.
” Investasi pembangunan kilang baru membutuhkan dana sekitar sekitar USD 12,5 miliar atau setara Rp. 168,75 triliun. Jika merevitalisasi kilang lama Pertamina membutuhkan investasi sekitar USD 5 miliar atau sebsesar Rp. 67,5 triliun (asumsi USD 1 setara Rp. 13.500). Sedangkan di Rokan yang lokasinya di darat lebih mudah dan menguntungkan bagi Pertamina,” jelas Arie
Diskusi kemudian diakhiri dengan pernyataan dari masing pembicara yang bersepakat akan melakukan langkah strategis tindak FGD. Irawan Malebra M.H selaku moderator kemudian menutup FGD dengan menyerahkan kaos Turn Back Reform KAMMI sebuah gerakan nasional yang ingin mengembalikan reformasi pada jalan yang benar. |HM/EWINDO