Home BUMN eSPeKaPe: Agar Tidak Karam, Pertamina Wajib Dikemudikan Nakhoda Yang Berintegritas

eSPeKaPe: Agar Tidak Karam, Pertamina Wajib Dikemudikan Nakhoda Yang Berintegritas

899
0
Istimewa
Gedung Pertamina /Istimewa

ENERGYWORLD.CO.ID – Menjawab pertanyaan kenapa eSPeKaPe (Solidaritas Pensiunan Karyawan Pertamina) menyarankan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memilih Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero) yang definitif yang profesional dan ahlinya sehingga eSPeKaPe menolak tegas bergulirnya nama Nicke Widyawati sebagai pelaksana tugas (Plt) Dirut Pertamina, nama Amien Sunaryadi sebagai Kepala Satuan Khusus Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), belakangan muncul nama Hanung Budya Yuktyanta sebagai mantan Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina atau mantan Dirut Pertamina Energy Trading Limited (Petral), bukan tanpa alasan yang kuat.

Ketua Umum eSPeKaPe Binsar Effendi Hutabarat dalam keterangannya yang diterima redaksi (5/8/2018), diawali dengan merujuk pidato Presiden Soekarno (Bung Karno) bahwa dunia akan bertekuk lutut kepada siapa yang punya minyak. Indonesia punya minyak dan punya pasar, jadi minyak itu dikuasai penuh oleh orang Indonesia untuk orang Indonesia. Lalu ucap Bung Karno,

“Dari minyak kita ciptakan pasar-pasar dimana orang Indonesia menciptakan kemakmurannya sendiri,” ujar  Binsar Effendi yang Panglima Gerakan Spirit ’66 Bangkit (GS66B).

Ketika masyarakat Pangkalan Brandan Sumatera Utara menuntut pengambilalihan Tambang Minyak Sumatera Utara (TMSU), Bung Karno menyambutnya dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 34 Tahun 1956 dengan pengelolaannya dilakukan oleh sebuah badan hukum yang dibentuk Menteri Perekonomian.

Ketika Bung Karno baru pulang dari kunjungan kenegaraan di Amerika Serikat (AS) tahun 1957, beliau serukan “Jangan dengarkan asing!!”. Sehingga ketika pimpinan Stanvac, Caltex dan Shell mendesak Bung Karno membatalkan UU No 40 Tahun 1960, beliau menolak karena UU yang dibuatnya agar korporasi asing tahu bahwa mereka bekerja di negara ini, harus membagi hasil yang adil kepada bangsa Indonesia. Dengan prinsip berdikarinya inilah kemudian mengantarkan Indonesia menjadi anggota OPEC (organisasi negara-negara penghasil minyak dunia) di tahun 1962.

Pada 10 Desember 1957 memang Pertamina didirikan tapi negara yang baru merdeka 12 tahun, pemerintahannya tidak punya modal sama sekali, padahal usaha migas adalah high cost, high tekhnologi dan high risk. Padahal Pertamina didirikan juga untuk menjadi agent of development, security of supply dan barrier to entry.

“Tak mudah para founding fathers mendirikan Pertamina ditengah sumber daya manusia (SDM) banyak yang tidak suka untuk bekerja di perusahaan migas waktu itu. Di era kami masih aktif, banyak juga kawan sekerja itu jika mau terima gaji cukup membubuhkan cap jempol saja karena memang tuna huruf. Ini berbeda dengan pekerja Pertamina yang sekarang, sudah nyaman dapat upah besar dan berpendidikan tinggi,” ujar Ketua Umum eSPeKaPe.

Menurut Binsar Effendi Hutabarat yang juga Ketua Dewan Penasehat Laskar Merah Putih (LMP), pengabdian pensiunan Pertamina saat aktifnya itu benar-benar melaksanakan amanat konstitusi negara yang termaktub pada Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945. “Sebab itu saat sidang paripurna tingkat IV DPR yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR bidang Korinbang AM Fatwa yang menyetujui Rancangan Undang Undang (RUU) Migas untuk diundangkan, eSPeKaPe menolak tegas. Dan bersama-sama anggota MPR lintas fraksi yang dipimpin DR Dimyati Hartono menyatakan ikut tidak bertanggung jawab jika suatu saat RUU Migas yang diundangkan (UU Migas No 22 Tahun 2001) justru merugikan kepentingan rakyat banyak,” beber Binsar Effendi tandas.

Setelah UU Migas diberlakukan dan status Pertamina dialihkan menjadi perseroan terbatas, Dirut Pertamina sebelumnya yaitu Martiono Hadianto (1998-2000) yang menolak RUU Migas digantikan oleh mantan Dirut Caltex Pasific Indonesia (CPI) Baihaki Hakim yang bersama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro bersikap bergembira ria atas persetujuan RUU Migas diundangkan oleh DPR saat sidang paripurna usai.

Baihaki (2000-2003) diganti Ariffi Nawawi yang akibat kasus pembelian bensin bertimbal dan dugaan menerima gratifikasi oleh Octel Innospec pada Agustus 2004, belum satu tahun, diganti Widya Purnama.

Widya Purnama (2004-2006) kendati cukup berprestasi tapi ganti logo Pertamina dengan logo baru yang oleh KPPU diganjar sanksi denda Rp 1 milyar.

Widya diganti Arie Hermanto Soemarno (2006-2009) menyuburkan mafia migas karena Arie mantan Dirut Petral dan menyetujui Blok Cepu dikelola oleh ExxonMobil.

Arie diganti Karena Agustiawan (2009-2014) namun karena pengusulan investasi atas milik ROC Oil Company Australia pada 2009 tanpa persetujuan Dewan Komisaris Pertamina, kemudian diganti Muhammad Husein (Oktober-November 2014).

Hussein diganti Dwi Soetjipto (2014-2017). Dwi diganti Yenny Andayani (Februari-Maret 2017). Yenny diganti Ellia Massa Manik (2017-2018). Dan Ellia diganti Nicke Widyawati sebagai pelaksana tugas sejak 19 April 2018 sampai sekarang ini.

Dengan demikian ungkap Binsar Effendi, di era pemerintahan Presiden Jokowi sudah ada 5 kali gonta-ganti jabatan dirut defenitif (Dwi dan Ellia) serta plt dirut (Hussein, Yenny dan Nicke). “Dan dari kelima pimpinan Pertamina itu belum ada yang menunjukkan prestasi sesuai amanat konstitusi”.

Atas pertimbangan adanya panggilan demi memenuhi kewajiban dan tanggung jawab moral eSPeKaPe yang merupakan komunitas pensiunan Pertamina yang sebagian sudah bekerja sejak alm Letjen TNI Purn Ibnu Sutowo memimpin Pertamina. Sudah barang tentu sebagai stakeholders yang ikut merintis, membangun dan membesarkan Pertamina seperti sebelum diberlakukannya pUU Migas No 22 Tahun 2001 yang menguburkan UU Pertamina No 8 Tahun 1971, tidak rela Dirut Pertamina yang definitif dipilih asal-asalan meskipun yang menetapkan Dirut Pertamina definitif berdasarkan surat keputusan adalah hak prerogatif Presiden Jokowi dan sebagai Ketua Tim Penilaian Akhir (TPA).

“Dengan segala hormat dan kerendahan hati kami di eSPeKaPe yang pernah menyarankan kepada Presiden Jokowi agar dalam menetapkan Dirut Pertamina yang definitif sebaiknya yang ahlinya dan profesional. Maka guna memperkuat saran terdahulu ijinkan kami, eSPeKaPe, menyatakan bahwa Pertamina wajib dikemudian oleh seorang nakhoda yang berintegritas utuh dan sepenuhnya agar Pertamina tidak karam. Agar seruan Bung Karno dari minyak bisa ciptakan pasar-pasar dimana orang Indonesia menciptakan kemakmurannya sendiri. Mohon Presiden Jokowi juga mempertimbangkan pidato Bung Karno tersebut,” tandasnya. |ATA/EWINDO

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.