ENERGYWORLDINDONESIA – Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir mengakui pernah melakukan pertemuan dengan Johannes Budisutrisno Kotjo, salah satu tersangka dalam kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1.
“Oh iya, kan kebetulan pak Kotjo pengusaha,” ujar Sofyan usai menjalani pemeriksaan selama enam jam di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (28/9).
Namun, bos perusahaan setrum tersebut membantah pertemuan untuk membahas soal penunjukan langsung Blackgold Natural Resources Limited milik Kotjo sebagai konsorsium penggarap proyek yang berlokasi di Penarap, Riau, itu.
“Soal penunjukan langsung itu untuk anak perusahaan,” katanya.
Mengenai pertemuannya dengan tersangka Eni Maulani Saragih dan Dirut Pertamina Nicke Widyawati saat masih sebagai Direktur Pengadaan Strategis 1 PLN, Sofyan tidak membantahnya. Namun ia mengatakan pertemuan tersebut hanya mengenai proyek, tidak lebih dari itu.
“Oh enggak itu. Kalau pembicaraan itu hanya pembicaraan teknis. Enggak ada yang serius (soal suap),” jelas Sofyan.
Nama Sofyan disebut-sebut berperan dalam meloloskan Blackgold. Dalam rekaman CCTV yang disita KPK dari sejumlah lokasi, mantan Dirut Bank BRI itu melakukan beberapa pertemuan dengan Idrus Marham, Eni Saragih, dan Kotjo.
Sementara itu Penyidik KPK mengonfirmasi dugaan aliran dana dalam proyek PLTU Riau-1 saat memeriksa Dirut PT PLN Sofyan Basir. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, penyidik juga menanyakan proses pembahasan dan pengambilan keputusan untuk menunjuk Blackgold Natural Resources.
“Saksi Sofyan Basir pada pokoknya diperiksa tentang 3 hal, yaitu proses pembahasan dan pengambilan keputusan proyek PLTU Riau-1, pertemuan-pertemuan yang diketahui ataupun dihadiri oleh saksi dengan pihak lain dan tersangka, dan pengetahuan saksi tentang informasi aliran dana terkait proyek PLTU Riau-1,” kata Febri, Jumat (28/9) sore.
Penyidik juga memeriksa Dirjen Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Rosa Vivien Ratnawati. Penyidik juga menanyakan soal aliran dana proyek beranggaran 900 juta dolar AS itu.
“Saksi Rosa Vivien didalami terkait pengetahuannya tentang dugaan aliran dana. Selain itu juga ditanya tentang perizinan pengelolaan limbah B3,” Febri menambahkan.
Rosa, seusai menjalani pemeriksaan, mengatakan ia hanya ditanya soal tugas pokok dan fungsinya sebagai Dirjen PSLB3. “Karena saya Dirjen Pengelolaan Limbah B3, maka saya ditanyakan tentang mekanisme dan pengelolaan limbah B3,” katanya.
Sehari sebelumnya Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih tersangkaproyek PLTU Riau-1 mengakui kerap melakukan pertemuan dengan Dirut PT PLN Sofyan Basyir dan Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati. Nicke saat itu menjabat Direktur Pengadaan Strategis 1 PLN.
Pertemuan membahas penunjukan langsung Blackgold Natural Resources untuk menggarap proyek PLTU Riau-1. Namun Eni enggan mengungkapkan secara detil pertemuan tersebut, ia sudah menyampaikan semuanya pada penyidik KPK.
“Mereka memang mitra saya. Tapi kalau soal melobi, paling nggak kami memang sering ketemu. Sudah saya jelaskan ke penyidik bahwa ada pertemuan dengan pak Sofyan, dan ibu Nicke,” ujar Eni di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (27/9).
Saat ini, istri Bupati Temanggung Muhammad Al Khadziq itu tengah mengajukan diri sebagai pengungkap aib alias Justice Collaborator (JC). Ia akan kooperatif sebagai syarat agar JC yang diajukannya diterima KPK.
“Saya sudah janji untuk kooperatif, jadi awal perjalanan sejak saya ditugaskan (mengawal PLTU) sampai saya di sini (tersangka). Semua perjalanan itu sudah saya sampaikan ke penyidik. Terang benderang. Mudah-mudahan tidak ada yang lupa,” ujar Eni.
Eni Maulani Saragih juga tak memedulikan bantahan Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto tentang pertemuan membahas proyek PLTU Riau-1 di kediaman Airlangga. Dalam pertemuan itu, dihadiri Eni, Idrus Marham, Airlangga, Melchias Markus Mekeng, dan bos Blackgold Natural Recourses Limited, Johannes B. Kotjo.
“Kalau membantah tidak apa-apa, tetapi pertemuan itu terjadi dan ada,” kata Eni, usai menjalani pemeriksaan di kantor KPK, Jakarta, Rabu, 26 September 2018.
Semua isi pembicaraan dalam pertemuan di rumah Airlangga, katanya, sudah disampaikan kepada KPK. Eni bersedia bekerja sama dengan KPK agar lembaga antirasuah itu mudah mengusut semua yang terlibat kasus proyek PLTU Riau-1.
Pernyataan Eni ini terkait bantahan Menteri Perindustrian Airlangga yang juga Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dimana mengklarifikasi sejumlah hal terkait pemberitaan salah satu media yang menyebutkan adanya dugaan keterlibatan sejumlah petinggi Golkar, termasuk dirinya dalam proyek PLTU Riau-1.
Saat ini kasus dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Saya tidak pernah sekalipun terlibat proyek PLTU Riau-1 yang menjadi pokok berita dan opini media tersebut,” kata Airlangga dalam pernyataan resminya di DPP Golkar, Jakarta, Rabu (26/9/2018).
Di sisi lain, Airlangga mengakui pernah ada pertemuan antara dirinya, dan tiga tersangka kasus ini, yaitu mantan Sekjen Golkar Idrus Marham, Wakil Ketua Komisi VII DPR Fraksi Golkar Eni Maulani Saragih, dan salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo Kendati demikian, kata Airlangga, pertemuan itu hanya terjadi satu kali pada tanggal 17 Januari 2018, beberapa hari setelah Idrus Marham dilantik sebagai Menteri Sosial.
Dia mengklaim, pertemuan itu juga tidak membahas proyek PLTU Riau-1. “Beliau (Idrus) datang bersilaturahim ke rumah saya. Namun tanpa sepengetahuan atau persetujuan saya sebelumnya, saudara Idrus Marham ternyata ditemani oleh saudara Johannes Kotjo dan saudari Eni Saragih,” kata dia.
Ia juga mengaku tak pernah memerintahkan atau meminta kader-kadernya untuk mencari pendanaan dari sumber-sumber yang ilegal demi mendukung kegiatan partai. “Pendanaan Partai Golkar telah terprogram dan saya tidak pernah memerintahkan atau meminta kader-kader Partai Golkar atau siapapun untuk mencari dana yang tidak benar, atau melanggar hukum, untuk kepentingan atau kegiatan Partai Golkar,” ujar dia.
Eni Saragih mengungkapkan bahwa dalam pertemuannya itu untuk membicarakan proyek pembangunan PLTU Riau-1, agar bisa dikerjakan oleh perusahaan Blackgold yang sahamnya dimiliki Johannes B Kotjo.
Dalam pengakuan Eni Saragih sebelumnya mengatakan pernah beberapa kali bertemu dengan Dirut PLN Sofyan Basir, Direktur Pengadaan Strategis 1 PLN Nicke Widyawati yang saat ini menjadi Direktur Utama PT Pertamina (Persero), dan Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN Supangkat Iwan Santosa.
Eni Saragih mengungkapkan bahwa dalam pertemuannya itu untuk membicarakan proyek pembangunan PLTU Riau-1, agar bisa dikerjakan oleh perusahaan Blackgold yang sahamnya dimiliki Johannes B Kotjo.
Eni Saragih juga pernah menyebutkan jika Dirut PLN Sofyan Basir ikut menerima uang suap yang Eni terima dari Kotjo terkait proyek pembangunan PLTU Riau-1. Pengakuan Eni habis bertemu Sofyan Basir disampaikan oleh Sekjen DPP Partai Golkar Idrus Marham yang mantan Menteri Sosial dengan menyatakan bahwa nanti pembagiannya sama-sama dari besaran komisi yang Eni terima dari Kotjo.
Penangkapan Eni dan Kotjo oleh tim penindakan KPK pada 13 Juli 2018. Dalam perkembangannya oleh penyelidikan KPK nama Nicke Widyawati dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Eni dan Idrus Marham. Nicke Widyawati saat ini adalah Dirut Pertamina, otomatis kendati kasusnya terkait proyek pembangunan PLTU Riau-1, nama baik Pertamina dipastikan terkena getahnya. Apalagi sempat dua kali Nicke mangkir, praktis getah keburukan untuk Pertamina tidak terhindarkan di ruang publik.
Ketua Umum Solidaritas Pensiunan Karyawan Pertamina (eSPeKaPe) Binsar Effendi dalam rilisnya kepada pers (28/9/2018) memastikan bahwa nama besar Pertamina telah tergerus oleh dugaan keterlibatan Nicke dalam kasus proyek pembangunan PLTU Riau-1, sebab saat ini Nicke adalah Dirut Pertamina.
“Anehnya sampai saat ini KPK belum juga menetapkan status tersangka terhadap direksi PLN. Baik Sofyan Basir maupun Nicke dan Supangkat merupakan pihak yang punya hajat dan berpotensi bisa menyalahgunakan kewenangannya dalam menjalankan proyek pembangunan PLTU Riau-1 yang berpotensi merugikan negara”, kata Binsar Effendi
Pengakuan lain Dirut PJB Investasi Gunawan Yudi Hariyanto soal konsorsium proyek PLTU Riau-1 yang juga diperiksa KPK mengaku.
“Terhadap saksi Gunawan, didalami bagaimana proses pembahasan di konsorsium terkait proyek PLTU Riau-1,” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (27/9/2018).
Gunawan diperiksa hari ini sebagai saksi untuk tersangka Idrus Marham. Dia tak banyak berbicara tentang materi pemeriksaannya.
“Masih sama, seperti kemarin,” ucapnya setelah diperiksa KPK.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih dan Johannes Kotjo sebagai tersangka. Eni diduga menerima keseluruhan Rp 4,5 miliar dari Johannes untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1.
KPK juga mengamankan Rp 500 juta yang diduga merupakan pemberian keempat saat melakukan tangkap tangan terhadap Eni. Pemberian pertama Eni diduga pada Desember 2017 sebesar Rp 2 miliar, pemberian kedua pada Maret 2018 sebesar Rp 2 miliar, dan pemberian ketiga 8 Juni 2018 sebesar Rp 300 juta. Ada dugaan pemberian tersebut melalui staf dan keluarga Eni.
Setelah melakukan pengembangan, KPK menetapkan Idrus Marham sebagai tersangka. Idrus diduga menerima janji USD 1,5 juta terkait proyek PLTU Riau-1. Jadi Pengakuan di Kasus Suap Proyek PLTU Riau-1, akankah Jujurlah……! Atau masih jauh panggang sama api kasus ini mengenai orang-orang yang ada dalam perlindungan yang takut tersentuh?
|TIM ENERGY WORLD – ATA/RNZ