PT Pertamina (Persero) tengah berduka, sejak mengalami kekosongan Direktur Utama (Dirut) selama 4 bulan, kini memiliki Dirut baru namun bermasalah. Pada saat yang sama kinerja Pertamina tergerus oleh zaman.
Apakah ini periode salah urus Pertamina yang paling parah? Atau justru situasi salah urus ini masih harus tergelincir ke titik nadir yang paling dalam? Mengingat harga minyak dunia sudah menyentuh level US$85 per barel, yang siap menambah parah luka Pertamina.
Dirut Pertamina Elia Massa Manik pada 20 Agustus dipecat oleh Menteri BUMN Rini Soemarno. Baru pada 29 Agustus, Pertamina memiliki Dirut baru, celakanya sepekan setelah menjadi Dirut, Nicke langsung masuk jerat perkara suap PLTU Riau-1.
Berpotensi jadi tersangka
Kabiro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan setidaknya sudah dua kali memanggil Nicke, namun wanita berparas ayu ini tak pernah hadir. Nicke tidak hadir pada pemanggilan Senin (3/9) dan pemeriksaannya dijadwalkan ulang pada Kamis (13/9). KPK memiliki satu kesempatan lagi untuk memanggil Nicke dalam kapasitas sebagai saksi atas terdakwa Johannes Koco.
Artinya, KPK punya satu kesempatan terakhir untuk melakukan pemanggilan paksa atas Dirut Pertamina tersebut.
Sementara ada cerita lucu dan aneh dalam dakwaan Jaksa penuntut KPK atas kasus suap pembangunan PLTU Riau-1, yakni hilangnya nama Nicke dalam dakwaan Jaksa KPK. Hal tersebut terungkap ketika majelis hakim Tipikor membaca dakwaan Johanes Koco pada sidang awal pada hari Kamis (4/10) di PN Tipikor Jakarta.
Didalam dakwaan lengkap dibacakan majelis hakim disebutkan bahwa dari sembilan pertemuan sejak awal 2016 antara Dirut PLN Sofyan Basyir dengan berbagai pihak terkait, termasuk dengan Setya Novanto dan lainnya. Johanes Koco dan Eni Maulani Saragih dari komisi VII DPR Fraksi Golkar serta Idrus Marham mantan Mensos dan mantan sekjen partai Golkar, namun anehnya tidak satupun dalam pertemuan itu menyebutkan adanya kehadiran Nicke Widyawati sebagai direktur Perencanaan Strategis 1 yang membawahi divisi RUPTL (Rencana Umum Pengadaan Tenaga Listrik) tahun 2016 – 2024.
Malah nama Supangkat Iwan Santoso sebagai Direktur Perencaan Strategis 2 yang membawahi Divisi IPP (Independent Power Producer) disebut sebut hadir dan aktif berdiskusi.
Padahal baik menurut keterangan Sofyan Basyir, Eni Saragih diberbagai kesempatan dikutip media selalu menyebut adanya kehadiran Nicke dalam membahas PLTU Riau-1 dan pembangkit lainnya dalam pertemuan didalam dan luar negeri. Bahkan bisa jadi dari bukti lainnya, contoh seperti rekaman CCTV diberbagai tempat dan bukti rekaman sadapan pembicaraan bila ada.
Apalagi kalau dirunut dari sejak awalnya pendekatan Johanes Koco sebagai CEO Blackgold Natural Resources ke Setya Novanto diawal tahun 2016 berkeinginan mengambil proyek PLTU Jawa 3, namun karena sudah ada “juragannya“, maka Setya Novanto telah menugasi Eni Saragih mengawal untuk memuluskan niat tersebut dengan membuka komunikasi intensif ke direksi PLN, khususnya dengan Dirut PLN Sofyan Basyir dan direksi terkait.
Ternyata pada proses penyidikan terungkap adanya aliran dana sebesar Rp 4 ,7 miliar sudah diterima oleh Eni Saragih dkk, dari janji kepada Setnov sebesar US$6 juta dan Idrus Marham US$1,5 juta. Bahkan senilai Rp700 juta sudah dikembalikan ke KPK oleh Wasekjen Golkar Sarmuji dan Eni Saragih Rp500 juta.
Malah sempat disebut sebut sebagian dana tersebut diduga digunakan untuk Munaslub partai Golkar pada awal desember 2017 yang telah mengantarkan Airlangga Hartato sebagai ketua umum.
Selain itu harus dipahami bahwa setiap nominasi proyek pembangkit itu bisa masuk dalam RUPTL untuk bisa dilaksanakan dengan skema EPC (Engineering Procurement Contraction) atau IPP penetapannya adalah kewenangan divisi RUPTL dibawah tanggung jawab Direktur Perencaan Strategis 1. Sesuai bagan organisasi PT PLN yang kemudian pelaksananaan proyeknya berpayungkan Peraturan Presiden Nomor 4 thn 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan.
Sehingga tak salah sebagian publik merasa aneh dan tanda tanya besar apakah ada upaya pihak pihak tertentu yang punya kekuatan besar telah bisa mengintervensi KPK agar nama Nicke hilang dalam dakwaan para terdakwa yang sudah disidangkan dan terdakwa lain nya yang akan disidangkan.
Oleh karena itu dakwaan terhadap Eni Saragih dan Idrus Marham menjadi menarik diamati, apakah nama Nicke akan disebut atau hilang sama sekali peranan nya.
“Mudah-mudahan penyidik KPK bisa lebih jujur mengungkap fakta-fakta yang ada agar rakyat semakin percaya terhadap kinerja KPK,” ungkap Yusri Usman, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI).
Kinerja jatuh
Bak ayam kehilangan induk, dengan komplikasi masalah yang dihadapi, kinerja Pertamina pun terpuruk sejatuh-jatuhnya. Pada semester I-2018, laba bersih Pertamina hampir mencapai Rp5 triliun, jumlah itu hanya 15,63% dari target yang ditetapkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2018 sebesar Rp32 triliun.
Laba bersih Pertamina pada Semester I-2017 tercatat sebesar US$1,4 miliar atau ekuivalen dengan Rp21 triliun. Dengan demikian laba bersih Pertamina pada semester I-2018 turun 76,20% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno menyatakan rendahnya laba Pertamina karena harga minyak mentah naik. Kompensasi ke hilir menjadi tidak cukup.
Oleh karena itu, menurut dia, ada rencana target laba Pertamina pada tahun ini akan direvisi. Namun, angka revisi itu belum ditentukan. Salah satu pertimbangan dalam revisi itu, ialah dampak Permen ESDM Nomor 40 Tahun 2018, yang mengisntruksikan kenaikan subsidi solar dari Rp500 per liter menjadi maksimal Rp2000 per liter. Aturan itu diundangkan sejak 21 Agustus 2018.
Dalam APBN 2018, pemerintah menganggarkan subsidi BBM hanya Rp500 per liter dengan volume distribusi mencapai 15,62 kilo liter (Kl). Besaran subsidi itu ditetapkan dengan asumsi kurs rupiah pada level Rp13.800 per dolar AS dan ICP US$48 per barel. Asumsi tersebut berbeda jauh dari kondisi saat ini ketika rupiah terus melemah hingga level hampir Rp15.000 per dolar AS dan harga minyak yang mencapai US$85 per barel.
Pertamina sekarang tengah dilanda kinerja buruk, pada saat yang sama Dirut Pertamina tengah diintip oleh KPK. Celakanya situasi global tidak menguntungkan, harga minyak dunia menembus level US$85 per barel, nilai tukar rupiah terpuruk di level Rp15.000. Lengkaplah ujian yang dihadapi Pertamina.
Melihat situasi yang ada, tampaknya Pertamina tahun ini memang tengah berduka. Berada dalam periode salah urus yang serius. Semoga ada jalan keluar yang elok buat Pertamina, sekaligus buat bangsa ini.|NSN/RED