ENERGYWORLDINDONESIA – Sikap tegas kesimpulan rapat komisi VII DPR pada rabu 17/10/2018 terkait rencana divestasi 51 % saham PT Freeport Indonesia ( PT FI ) dgn Ditjen Minerba KESDM , PT Inalum , PT Freeport Indonesia menuai pujian Yusri Usman Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia.
Pasalnya point utama kesimpulannya adalah PT Inalum dilarang membayar nilai participacing interest Rio Tinto dan dan saham Freeport Mac Moran ( FCX ) senilai USD 3.85 miliar sebelum PT FI menyelesaikan kewajiban nya terkait temuan BPK RI tahun 2017 atas kerugian negara senilai USD 13 ,592 ,299,294 setara sekitar Rp 205 Triliun (nilai tukar Rp 15.100) akibat kerusakan ekosistem lingkungan daerah tambang dan menggunakan kawasan hutan lindung secara ilegal.
“Padahal pembayaran senilai USD 3,8 miliar oleh PT Inalum ke PTFI agar bisa menguasai 51% saham PT FI itu juga akan diperoleh dari pinjaman konsorsium bank bank diluar negeri , dan mereka mensyaratkan juga akan mengucurkan sejumlah dana tersebut setelah persoalan isue lingkungan di areal tambang PT FI dianggap beres alias ” clear & clean” oleh otoritas di Indonesia, kata Yusri kepada Redaksi di Jakarta 19 Oktober 2018.
Meskipun PT FI bisa menyelesaikan kewajiban kerugian negara tersebut , ternyata PT FI dalam menambang dibawah tanah belum memiliki izin AMDAL dari komisi pusat , hal ini bisa menjadi persolan serius bahwa PT FI diduga menambang secara ilegal selama ini.
Asal tau saja menurut Yusri setelah PT FI menambang di Gresberg open pit selama ini dan akan berakhir ditahun 2019 , ada 5 blok tambang dibawah tanah yang sudah digarap oleh PT FI adalah Deep Ore Zone ( DOZ ) , Deep Mill Level Zone ( DMLZ) , Big Gosan , Gresberg Block Cave ( GBC) dan Kucing liar.
Sehingga dlm kasus soal isue lingkungan bisa mengakibatkan PT Inalum gagal memeroleh pinjaman dari konsorsium bank bank di luar negeri , maka dapat dikatakan bukan kesalahan dipihak PT Inalum , seharusnya KESDM cq Ditjen Minerba yang sangat bertanggungjwab dalam mengawasi proses penambangan yg tidak mengikuti kaidah kaidah UU nmr 41 tentang Kehutanan terkait kawasan hutan , juga soal pengelolaan lingkungan yang benar sesuai UU nmr 32 thn 2009 Lingkungan Hidup dan diatur juga didalam UU minerba nmr 4 thn 2009 , kan setiap tahun PTFI harus mengajukan RKAB ( Rencana Kerja Anggaran Biaya ) kepada Ditjen Minerba , seharusnya inilah pintu kontrol KESDM terhadap kinerja PTFI dari tahun ke tahun selama beroperasi , tentu pertanyaan kenapa bisa terjadi penyimpangan,” tanya Yusri heran .
Maka selain KESDM , termasuk juga tanggung jawab renteng Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkesan lalai mengawasi dan menindaknya ketika terjadi pelanggaran, tutup Yusri. |AENDRA