Pembatalan arbitrase BANI mengancam kepastian hukum dunia usaha di Indonesia. PN Jakarta Selatan pada September 2018 membatalkan dua putusan arbitrase BANI dalam sengketa bisnis yang sama-sama melibatkan BUMN
ENERGYWOLRD – Joint Operation antara Shimizu Corporation dan PT Hutama Karya (Persero) atau SC-HK JO memutuskan mengajukan kasasi atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang pada 25 September 2018 membatalkan putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dalam sengketa antara SC-HK JO dan pengembang PT Grage Trimitra Usaha (GTU) terkait pembangunan gedung Sima Office Tower. Shimizu Corporation dan Hutama Karya menilai pembatalan arbitrase bisa menimbulkan ketidakpastian hukum.
Sebagai perusahaan engineering, procurement & construction yang telah mengerjakan berbagai proyek di seluruh dunia, Shimizu Corporation dan Hutama Karya menyatakan bahwa mekanisme arbitrase yang telah disepakati para pihak merupakan jalur terbaik dalam penyelesaian sengketa bisnis karena menyediakan penyelesaian sengketa yang cepat, bersifat final dan mengikat serta telah menjadi best practice di bisnis global. Pembatalan putusan arbitrase, terutama yang tidak berdasar, akan semakin menggerus kepercayaan dunia usaha atas kepastian hukum di negeri yang akan berdampak negatif kepada iklim usaha dan investasi yang oleh pemerintah sedang terus menerus diperbaiki.
“Putusan pembatalan arbitrase ini secara langsung juga bisa merugikan negara karena Hutama Karya sebagai BUMN memiliki 40% saham dalam joint operation dengan Shimizu Corporation,” kata Ahmad Irfan Arifin dari Firma Hukum Lubis Santosa dan Maramis dalam penjelasannya mengenai pengajuan kasasi ini di Jakarta, Jumat 30 November 2018. “Pembatalan arbitrase juga mencederai iklim usaha dan investasi. Investor asing sangat memperhatikan kasus ini, apalagi ini melibatkan BUMN.”
SC-HK JO ditunjuk oleh PT GTU sebagai kontraktor pembangunan Sima Office Tower dengan masa kerja proyek dari Juli 2013 sampai April 2016. Karena PT GTU selaku pengembang Sima Office Tower yang terletak di bilangan TB Simatupang, Jakarta Selatan, tidak melakukan pembayaran atas sejumlah paket jasa konstruksi, SC-HK JO pada 21 Desember 2015 mengakhiri kontrak.
Sesuai kesepakatan kedua pihak dalam kontrak, sengketa kemudian dibawa ke arbitrase BANI. BANI pada 24 Mei 2018 memutuskan bahwa PT GTU telah melakukan wanprestasi sehingga pengakhiran kontrak oleh SC-HK JO adalah sah.
Karena itu, PT GTU dihukum membayar ganti rugi dengan nilai Rp117.037.292.248 dan US$1.703.699. PT GTU kemudian mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase BANI tersebut ke PN Jakarta Selatan yang pada 25 September 2018 memutuskan membatalkan putusan arbitrase untuk seluruhnya.
PN Jakarta Selatan juga memutuskan bahwa kontrak antara SC-HK JO dan PT GTU tidak sah, melampaui permohonan PT GTU. Ini bukan pertama kalinya pengadilan negeri membatalkan putusan arbitrase BANI. Sejak tahun 1977 hingga 2013, terdapat 60 upaya pembatalan putusan arbitrase melalui PN (FH UII, 2018). Pada 4 September 2018, PN Jakarta Selatan juga membatalkan putusan arbitrase BANI dalam sengketa antara PT Geo Dipa Energi (Persero) dan PT Bumigas Energi terkait proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi Dieng- Patuha.
Sebelumnya, sidang arbitrase BANI telah memenangkan Geo Dipa Energi, sebuah badan usaha milik negara sektor energi yang merupakan patungan antara PT Pertamina dan PLN. Atas pembatalan arbitrase Geo Dipa dan Bumigas ini, adalah pihak BANI yang mengajukan kasasi ke MA. Equity Tower, 12th Floor. |AENDRA