PP 23/2010 Potensial Hambat Pemajuan BUMN. Harus dicegah!
ENERGYWORLD – PENGAMAT hukum sumber daya alam dari Universitas Tarumanagara DR Ahmad Redi menilai perubahan Peraturan Pemerintah (PP) no.23 tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara (Minerba) berpotensi menghambat pemajuan perusahaan BUMN menambah pengelolaan batubara.
Semua itu akibat terdapat peraturan perpanjangan otomatis pemilik perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) maupun kontrak karya (KK).
“Kalau berdasarkan draf yang beredar tentang revisi PP ini yakni pemilik PKB2B bisa mendapatkan perpanjangan izin otomatis dan itu disahkan maka selama 20 tahun ke depan jangan harap BUMN mampu menambah penguasaan wilayah kerja batubara. Artinya BUMN tetap menjadi pemain kecil di industri ini,” jelasnya dalam diskusi bertajuk Menyoal Revisi ke-6 PP No.23 Tahun 2010 tentang Usaha Minerba, di Pulau Dua Resto Jakarta. Rabu (12/12/18)
Rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010 ditanggapi Marwan Batubara, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), perpanjangan pengelolaan dimungkinkan akan dilakukan melalui penerbitan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
“Kementerian ESDM mengatakan perubahan PP 23/2010 dilakukan guna memberikan manfaat yang optimal bagi kepentingan nasional dan kepastian berusaha bagi pemegang KK (Kontrak Karya) dan PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara). Sebaliknya, dikatakan bahwa jika WK-WK (Wilayah Kerja) tambang tersebut dikelola BUMN maka pendapatan negara berpotensi untuk turun,” ujarnya.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010 mengatur tentang pelaksanaan kegiatan usaha penambangan mineral dan batu Bara (Minerba), yang merupakan turunan implementasi Undang-Undang (UU) Minerba Nomor 4 Tahun 2009
Menurut dia, kondisi tersebut bisa terjadi karena dalam draf revisi PP tidak sejalan dengan aturan sebelumnya yang memberikan prioritas kepada BUMN untuk mengelola lahan perusahaan pemilik PKB2B yang habis kontrak. Padahal penting BUMN lebih banyak mengelola tambang supaya lebih cepat membantu negara mewujudkan ketahanan energi.
Terlebih, kata dia jumlah pembangkit listrik didominasi dari energi batubara. Apabila BUMN memiliki banyak penguasaan pengelolaan batubara dapat memberikan kepastian suplai ke PLN dalam kondisi harga tinggi maupun rendah.
“Kita tidak anti asing atau swasta tapi UU memberikan ruang untuk BUMN memberikan andilnya mengelola sumber energi yang berlimpah ini. Jangan sampai PLN terus-terusan mengemis meminta pasokan batubara,” katanya.
Redi mengatakan, revisi PP 23 juga bertentangan dengan UU nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba yakni menghapus batasan wilayah operasi kerja paling banyak 15ribu ha dan tetap didasarkan pada luasan yang didapat dari PKB2B. Itu jelas bertentangan karena UU telah membatasinya dengan semangat untuk menjaga cadangan dan kelangsungan kebutuhan energi nasional ke depan.
Kemudian, kata dia, UU telah mewajibkan PKP2B harus mengikuti rezim IUPK sejak 2010 dengan tahapan-tahapan yang telah diatur secara rinci. “Dalam draf revisi PP tidak, langsung dapat IUPK,” jelasnya.
Menurut Marwan, jika merujuk pada prinsip penguasaan negara sesuai amanat Pasal 33 Undang – Undang Dasar (UUD) 1945 yang menjamin dominasi pengelolaan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), ternyata praktik pengelolaan sumber daya alam mineral dan batu bara (minerba) belum sepenuhnya terlaksana. Dalam penambangan batu bara misalnya, BUMN hanya menguasai sekitar 6%. Begitu pula dengan sektor mineral, BUMN melalui Holding BUMN Tambang diperkirakan hanya menguasai pengelolaan tambang sekitar 20-30%.
Kondisi ini karena berbagai kontrak yang mengatur pengelolaan tambang-tambang tersebut dalam KK maupun PKP2B dibuat di masa lalu dalam kondisi kemampuan negara yang masih terbatas dalam hal modal, teknologi, manajemen dan sumber daya manusia.
Berbagai ketentuan dalam UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 dan sejumlah PP maupun Permen di bawahnya telah pula mengatur agar penguasaan negara atas tambang-tambang yang saat ini dikelola oleh kontraktor KK dan PKP2B lambat laun dapat beralih kepada BUMN. Dengan berbagai ketentuan tersebut, pemerintah telah melakukan renegosiasi kontrak dengan kontraktor KK dan PKP2B sejak 2010 hingga saat ini.
“Namun hasilnya belum optimal sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal 33 UUD 1945,” kata Marwan.
IRESS mengingatkan pemerintah mematuhi konstitusi dan peraturan yang berlaku, serta konsisten menjalankan Nawacita dan Trisakti. Sumber daya alam minerba adalah kekayaan negara yang menjadi milik rakyat, bukan milik pemerintah. Praktik pengelolaan sumber daya alam yang cenderung tidak adil selama ini harus diakhiri melalui konsistensi pelaksanaan amanat konstitusi dan berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Jika revisi PP 23/2010 tetap dilanjutkan, maka ketidakadilan akan terus berlangsung, sebab manfaat terbesar sumber daya alam milik rakyat tersebut akan terus dinikmati oleh para pengusaha dan oknum-oknum penguasa,” beber Marwan.
Direktur Eksekutif Ceri, Yusri Usman memandang kebijakan Pemerintahan Jokowi JK di sektor energi di tahun ke 5 akhir pemerintahannya lagi di uji benar, apakah tetap konsisten dengan tema usungannya sejak awal soal 9 program ” Nawacita dan Trisakti ” untuk mencapai kemandirian
pengelolaan sumber daya alamnya , atau sudah pudar di saat memasuki tahun politik.
“Pasalnya beredar konsep akhir perubahan ke 6 dari Peraturan Pemerintah (PP) nomor 23 tahun 2010 tentang ” Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara ” sebanyak 11 halaman beserta lampiran penjelasannya 3 halaman, konsep tersebut dikatakan matang karena sudah melewati proses harmonisasi di Menko Perekonomian dan hanya menunggu waktu yang cocok pada momen yang tepat akan diteken oleh Presiden Jokowi, adapun perubahannya meliputi ketentuan pasal 112 ayat 2 dengan menambah 4 angka menjadi ayat 2 a , 2 b , 2 c dan angka 2 d , sehingga perubahan itu berpotensi melanggar Undang Undang Minerba No. 4 tahun 2009, “tegas Yusri.
Pada kesempatan itu hadir pula Mantan Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Simon Sembiring, Direktur Eksekutif Indonesian Resoures Studies (IRESS) Marwan Batubara Dosen Universitas Tarumanagara Ahmad Redi, Direktur Eksekutif Ceri, Yusri Usman dan Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia. |AME