ENERGYWORLD – Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman mengaku memberi apresiasi atas keterangan Mantan Dirut PT Pertamina (Persero) Elia Masa Manik soal aliran dana Rp 1,4 Triliun ke Patra Jasa tahun 2017. Meski demikian, ia menyarankan perlunya penegak hukum melakukan pendalaman atas keterangan itu.
“Saya sangat mengapresiasi tinggi sikap jujur dan sangat terbuka tuan Elia Masa Manik (EMM) terkait adanya aliran dana dari PT Pertamina (Persero) senilai Rp 1,4 triliun kepada PT Patra Jasa pada sekitar Agustus 2017,” kata Yusri kepada redaksi di, Selasa (19/3/2019).
Menurutnya, sikap itu telah menunjukan sikap profesionalnya dan sangat menghargai UU keterbukaan informasi kepada publik, harus patut dicontoh oleh pejabat BUMN lainnya. “Sikap itu tentu sangat berbeda dengan Tuan Haryo sebagai Direktur Aset Pertamina dan anggota Dewan Komisaris Pertamina yang lebih rajin menutup diri atas pertanyaan dari rekan media, mungkin mereka merasa bekerja di lembaga intelijen, bukan di sebuah BUMN yang memang diharuskan selalu transparan proses bisnisnya terhadap publik,” kata Yusri.
“Termasuk dia telah menjelaskan saat itu tentang keberadaan Tuan Sahala Lumban Gaol sebagai salah satu Anggota Komisaris Pertamina yang merangkap sebagai Stafsus Menteri BUMN dan juga menjabat Komisaris Utama PT Pilar Sinergi BUMN sebagai mitra perusahaan BUMN China Railway International yang menjadi operator kereta cepat Jakarta-Bandung,” tambah Yusri.
Menurutnya, jawaban Elia Masa Manik seharusnya dibedah lebih dalam apakah keputusan BOD dan BOC Pertamina saat menggolontorkan dana Rp 1, 4 triliun ke anak usahanya PT Patra Jasa sudah melakukan kajian analisa resiko bisnis dan apakah kebijakan itu masih sesuai dengan core bisnis Pertamina atau sudah menyimpang jauh.
“Karena pada saat yang bersamaan saat itu realitasnya Pertamina malah lagi menunda beberapa proyek strategisnya, yaitu RDMP (Refinary Develoment Masterplan Project) dan proyek LPG Refrigerated terminal di Jawa Timur dan proyek Terminal regasifikasi LNG di Banten. Belum lagi kinerja keuangan Pertamina akibat harga minyak dunia lagi merangkak naik, pada kuartal III tahun 2017 saja, Pertamina sudah tergerus labanya sekitar 27% dibandingkan laba tahun 2016,” beber Yusri.
Sehingga, kata Yusri, alasan mantan Dirut Pertamina bahwa menggelontorkan uang Rp 1,4 triliun adalah sebagai strategi korporasi dianggap aneh dan ambivalen, bisa jadi kebijakan itu diduga adanya intervensi dari menteri BUMN Rini Soemarno atau pejabat yang lebih tinggi lainnya.
“Oleh karena itu dan untuk menghindari kerugian Pertamina lebih parah, sebaiknya KPK pro aktif memerintahkan segera BPK untuk melakukan audit investigasi terhadap adanya aliran dana Rp 1,4 triliun itu, apakah memang sesuai tata kelola perusahaan yang baik dan jadi prioritas utama serta apakah masih sesuai core bisnis Pertamina, atau jangan-jangan dari audit investigasi bisa ditemukan adanya dugaan modus perampokan uang negara melalui anak usaha BUMN,” tandas Yusri. |EWIND/RED