ENERGYWORLD – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diminta serius menangani adanya temuan perbedaan data ekspor minerba Indonesia ke empat negara. Keseriusan ini penting mengingat BPK sebelumnya juga pernah merilis temuan kerugian negara hingga ratusan triliun rupiah atas kerusakan lingkungan yang disebabkan PT Freeport Indonesia. Ironisnya, temuan jumbo tersebut hingga kini kelanjutannya tidak jelas.
Demikian ditegaskan Direktur CERI Yusri Usman saat menanggapi temuan BPK terkait keanehan data ekspor minerba ke India, Korea Selatan, Jepang, dan China. “Pejabat BPK supaya tidak hanya sekadar mengumbar wacana soal temuan ini, tetapi harus punya bukti otentik untuk ditindaklanjuti ke proses hukum,” ujar Yusri kepada wartawan, Selasa (2/4/2019).
Yusri mengatakan, publik sudah trauma terhadap kelakuan BPK saat mengumumkan kerugian lingkungan dalam kasus Freeport yang justru berakhir antiklimaks. Kuat dugaan, menguapnya kasus Freeport tersebut terjadi karena pejabat BPK terlanjur “masuk angin”. “Jangan-jangan kasus minerba ini hampir sama seperti temuan BPK dalam kasus Freeport,” sindir dia.
Apalagi, sambung Yusri, praktek tersebut diduga telah berlangsung lama, masif, dan terstruktur dengan melibatkan banyak pihak sehingga bisa berlangsung lama. “Diduga kuat ada kongkalikong antara pengusaha dengan oknum aparat daerah (tambang dan pelabuhan) dengan oknum aparat di pusat.”
Menurut Yusri, berdasarkan temuan BPK, terdapat selisih angka sekitar 22 juta metrik ton yang bisa saja menyebabkan kerugian negara hingga ratusan juta dolar Amerika. Karenanya, Yusri juga meminta agar KPK mencermati temuan tersebut. “Tujuannya agar tidak disalah gunakan oleh oknum pejabat BPK malah menjadikan temuan ini hanya untuk menaikkan nilai negoisasi dengan pemburu rente ekspor,” dia mengingatkan.
Diketahui, anggota IV BPK, Rizal Djalil mengatakan terjadi keanehan data ekspor minerba ke empat negara. Data ekspor Indonesia ternyata berbeda dengan data impor minerba yang dimiliki keempat negara tersebut.
Pada 2017-2018, total ekspor minerba Indonesia ke India mencapai 174,6 juta ton. Tapi data jumlah impor India asal Indonesia pada saat bersamaan justru mencapai 197,3 juta ton. Artinya ada selisih kekurangan tonase ekspor minerba yang dicatat oleh pihak Indonesia sebesar 22,7 juta ton.
Untuk Korea Selatan, ekspor minerba Indonesia pada periode 2017-2018 tercatat 62,1 juta ton. Tapi data impor Korea Selatan tercatat mencapai 78,7 juta ton. Itu artinya terdapat selisih sebesar 16,6 juta ton.
Selanjutnya data ekspor minerba ke Jepang mencapai 53,1 juta ton. Tapi, dari sisi Jepang, impor minerba mencapai 60,9 juta ton atau 7,8 juta ton lebih tinggi. Adapun ke China, data ekspor minerba mencapai 80,8 juta ton. Tapi dari sisi China, impor minerba yang tercatat hanya mencapai 72,9 juta ton atau lebih kecil 7,9 juta ton dibanding data Indonesia.
“Ada dispute antara barang yang dikirim Indonesia dan penerima di mana, ekspor minerba kita itu terbesar ke India. Tapi di sana yang diterima lebih besar 22 juta ton,” ujar Rizal Djalil di Kampus UI, Depok, Senin (1/4/2019). |EWINDO