ENERGYWORLD.CO.ID – Semalam sebelum pukul 22.00 WIB saya menerima pesan. Pesan itu mengejutkan. Dimana membicarakan soal Wakil Menteri ESDM Archandra Tahar (AT). Saya kira ini serius sebab ada desakan orang-orang di lingkaran migas minta AT untuk segera mundur saja dari kabinet. Loh saya bilang kenapa?
Kawan senior di dunia migas itu bilang bahwa ini ada daftar yang bukan prestasi positif tapi prestasi negatif.
Saya lagi-lagi jawab kok bisa. Dia pun kirim sejumlah data. Data ini menarik memang karena lucunya data Daftar Prestasi Negative AT. Berikut isinya:
1. Diduga AT telah memberikan rekomendasi menyesatkan bahwa Pengembangan Lapangan Abadi Masela lebih murah di Onshore (versi AT: $15Milyar) daripada dikembangkan di Offshore.
Kenyataannya kontraktor mengusulkan pengembangan Onshore sebesar $19Milyar (jika dengan eskalasi harga menjadi $23Milyar) sehingga keputusan mengalami kemunduran berlarut-larut dan negara tidak mendapatkan manfaat yang maksimal.
2. AT juga duduga memaksakan kebijakan PSC Gross split ternyata tidak membuat investasi hulu migas berkembang.
Penerapan PSC Gross Split menurunkan revenue penerimaan bagian negara serta tidak adanya instrumen SKK Migas untuk mengendalikan local content dan tenaga kerja lokal.
Fakta di PHE ONWJ penerimaan negara turun, cost meningkat, dan 4 POD tidak dapat dieksekusi karena keekonomian turun.
3. AT juga duga dalam proses POD di level Kementerian ESDM yang merupakan tugas utama AT karena tidak adanya trust terhadap SKKMigas dan Ditjen Migas, dengan kata lain terlalu micro management.
Ada beberapa POD 1 yang lama belum disetujui (Kemuning, Peusangan, Tanjung Enim).
4. AT juga diduga memaksakan pemasangan fasilitas ukur Flowmeter di setiap titik serah lifting minyak/gas bumi.
Hal ini merupakan pemborosan anggaran negara yang tidak perlu. Sistem yang sudah terpasang masih reliable.
5. AT juga diduga melakukan Nepotisme terhadap temen dekat AT (dari Houston) untuk ditempatkan di posisi kunci di SKK Migas.
Sementara yang bersangkutan tidak memiliki kompetensi/knowledge dan tidak profesional, sehingga kinerja Institusi terhambat menjadi tidak efisien.
6. Dalam Project di JTB PEPC dan Inpex diduga memaksakan temen-teman AT yang mengarah ke vendor (brand/merk tertentu).
Sementara banyak produk lokal lain yang bagus dan memenuhi kualifikasi.
7. Diduga juga Petroneering perusahaan milik AT “dipaksakan” untuk memenangkan beberapa project di hulu migas.
Ini makin kelihatan bahwa memaksakan diri dan perusahaan dapat proyek
8. AT juga diduga tidak mengembangkan kepemimpinan yang partisipatoris sebagaimana biasanya di dunia industri migas Indonesia guna mengantispasi dinamika dan ketidakpastian yang mungkin terjadi.
Point diatas mengerikan juga jika ditelisik.
Kawan senior saya juga mengatakan sebetulnya ada yang sangat mengganggu tapi subyektif. Buru- buru saya katakan jangan kalau yang subjektif. Bagi saya yang harus diungkap itu yang dianggap yang merugikan negara saja, kata saya.
Kawan saya juga lalu bilang ini soal Blok Masela, misalnya perubahan POD dari laut ke darat menyebabkan biaya menjadi US$ 20,3 miliar atau senilai Rp 287,3 triliun – lebih mahal US$ 5,5 miliar dibanding POD awal dengan kilang terapung di laut (offshore).
Lha dulu bagaimana?
Banyak warga Sumbar kecewa dengan kelakuan AT, kekalahan Sumbar karena AT kampanye di Sumbar. Latar belakang AT adalah munafik dan TIDAK Nasionalis dengan dibuktikan dengan paspor ganda.
Apalagi dengan kelakuan AT sok pinter sok jagoan dan sok-sok yang lain. Yaitu sok tahu dan sok keminter serta merendahkan lulusan Indonesia.
Diduga juga AT tidak dapat menerima pendapat profesional engineer Indonesia yang kompeten.
Kenyataannya dia awal masuk Indonesia sudah menipu diri sendiri dengan bicara “Lihat muka saya? Padang atau Amrik?
Akhirnya pesan pun menyerempet soal pilres tenatng kekalahan petahana di Sumbar karena AT kampanye di Sumbar.
Dengan tulisan ini diturunkan maka kami menunggu komentar AT. Semoga saja AT membaca dan siap membalasnya. Jangan menjadi tanda tanya sehingga orang berpikir ada Apa dengan Archandra Tahar? ***
AME/EWINDO
Kita kadang menutup mata atas perilaku pemimpin oportunis,korup, arogan , & kroni; hal ini karena “takut” risiko jabatan atau mungkin kita pun memanfaatkan unt keuntungan pribadi.
Kita melakukan pembiaran yg hanya ‘membesarkan’ penjahat2 migas beserta kroni …menjadikan nya mafia2 migas…akhirnya dipolitisir menjadi konsumsi kepentingan golongan tertentu